Semua Bab KKN Di Desa Metanoia: Bab 51 - Bab 60
125 Bab
51. Kesepakatan Yang Jelas
Berlari Vina dan Liona menuju gerbang utama desa, meninggalkan Desry di rumah Erina untuk menjaga pembimbingnya yang masih belum sadarkan diri. Apa maksud Galih berkata ibunya ada yang beli? Itulah yang harus dipertanyakan dan dicari tahu jawabannya.Terhenti langkah dua wanita itu saat melihat perdebatan Angga dengan Agus, di sisi lainnya ada seorang pria yang terasa asing di penglihatan Liona maupun Vina. Menoleh wanita berambut ikal itu guna mempertanyakan kondisi pada si wakil kelompok, alih-alih menjawab justru Vina lanjut jalan mendekat."Enggak bisa begitu, dia bini lo. Paham, kagak?" hardik Angga pada pria kurus dengan tulang pipi yang terlihat jelas."Gue sudah bilang dari tadi, karena dia bini gue, jadi bebas mau gue jual atau gue tukar," sahut pria kurus bernama Agusyadi, "lo juga cuma mahasiswa di sini, lo cuma tamu beruntung yang kita bolehin masuk. Jangan kurang ajar, sembarangan bunuh ketua kita dan sekarang banyak bacot," lanjutnya membentak Angga."Lo!" seru pria berk
Baca selengkapnya
52. Kamar Dipinjam
"Maksud lo apa sih main setuju gitu saja, Af?""Lo anggap kita enggak sih? Ambil keputusan seenaknya sendiri.""Kita sepakat buat mengamankan diri, kan? Di sisi lain kita diminta buat meneliti mereka, kalau lo setuju kita enggak boleh ini-itu, terus tugas kita gimana?""Lo dengar kita enggak sih, Af?"Dan sekian ocehan akhirnya terhenti setelah si ketua kelompok berdeham, usai terdiam cukup lama sejak tiba di rumah sambil mendengar berbagai omelan yant saling bersahutan, tidak memberinya kesempatan untuk bicara bahkan seolah pula tidak memberinya kesempatan mencerna omelan yang terlontar. Semua mata tertuju padanya yang masih menundukkan kepala, bukan menyesali melainkan hanya sakit kepala memikirkan keadaan."Sekarang begini saja, kalian mau panggil polisi dan dosen lagi setelah kita dapat buku arahan itu? Belum ada dua puluh empat jam, bahkan gue belum dapat kesempatan buat bagi tugas itu tapi sudah ada masalah lagi, lagi, dan lagi!" ujar Afrian menjaga intonasi suara meski terlihat
Baca selengkapnya
53. Anting Desry?
"Bacot, Ah!" sentak seorang wanita muda mengubah posisi tidurnya, dengan mata yang terpejam erat dan bibir merengut sebal, "urus saja diri lo sendiri, gue mau tidur pagi ini," ocehnya seraya menarik satu bantal lain dan meletakkan bantal itu di atas kepala untuk menutupi telinga.Ocehan yang mendapat kekehan ringan dari dua wanita muda lainnya, "ya sudah, kita di rumah Erina atau kebun ya. Yang cowok kayak biasa di dermaga," ujar seorang wanita itu pada temannya yang memilih tetap terlelap, ujaran yang tidak mendapat jawaban atau tanggapan apapun."Ayo," ajak wanita berambut ikal menarik temannya yang mengatur selimut untuk sosok yang terlelap nyenyak, "kita harus masak pagi, kan."Wanita berkulit putih dengan kalung liontin sabit itu berdeham dan bergegas pergi usai menutup pintu kamar, meninggalkan teman sekelompoknya yang memang sepanjang malam menghabisi waktu untuk tetap membuka mata dengan emosinya. Bagaimana tidak? Hari yang terasa berjalan lambat karena berbagai drama dari warg
Baca selengkapnya
54. Desry Diculik?
"Kemana Desry?" bentak seorang pria berambut kribo pada pria kurus berambut hampir plontos, rambut yang bahkan tidak terlihat tumbuh sejak kedatangan mahasiswa, "jawab!" sentak pria kribo itu lagi yang kali ini menguatkan cengkeramannya di baju dekat leher milik lawan bicaranya yang ia raup."Eng ... Enggak tahu, aku enggak tahu," jawab pria itu menggelengkan kepalanya dan menoleh ke sembarang arah, seperti mencari sesuatu yang bahkan tidak diketahui siapapun, "kamu lihat kunci rumah bapaknya Ririn, enggak? Aku enggak bisa masuk sana loh, kuncinya hilang," lanjutnya berontak keras kemudian terduduk dan menggigit jari telunjuk."Ck," decak pria bertubuh atletis di dekat keduanya, mengacak-acak rambut dan menendang batu kecil di jalan setapak dekat rumah, "kuncinya hilang?" tanyanya kini berjongkok mendekati pria kurus yang justru menangis."Aaaaa ... hilang, kuncinya hilang! Entar aku diomelin Agus, hilang sudah kuncinya aaaaa," tangisnya pecah bersamaan dengan rengek yang terdengar mem
Baca selengkapnya
55. Siuman
"Kak, kenapa kakak bisa tahu kalau Desry dibawa Danang ke pendopo belakang sana?" tanya seorang pria berkulit putih sambil memperhatikan temannya membaringkan seorang wanita, pertanyaan diajukan pada pembimbing dari desa yang menunjukkan keberadaan seorang wanita bernama Desry."Aku lihat dia gendong Desry," jawab wanita desa bernama Erina Handayani, wanita yang berdiri dan menyandarkan dirinya di pojok ruang tidur mahasiswa sambil bersedekap dada, "tadi aku mau samper Vina sama Liona yang langsung kabur gitu saja setelah ibuku tanya Dayat, tapi di jalan belakang aku lihat Danang gendong orang sambil celingak-celinguk," lanjutnya menjelaskan situasi yang dialami."Terus?" tanya si wakil ketua kelompok mengernyitkan dahinya heran, merasa bingung atas tindakan Danang yang begitu cepat sampai tidak membuat suara keras saat dirinya dan Liona berlari ke rumah, "ada tali enggak di leher orang yang digendong itu?" lanjutnya bertanya juga.Terdiam sejenak wanita desa yang kini pula mengernyitk
Baca selengkapnya
Kesepakatan Erina dan Warga Desa
Sunyi.Memekakan telinga.Hening namun tanpa ketenangan, taluan jantung berdegup tidak berpola menghasilkan ketakutan dalam diri. Mata saling melirik satu sama lain, tidak ada yang berani menjawab dan tidak ada juga yang mau bertanggung jawab.Jauh di benak seorang pria berambut kribo bernama Erwin Widianto ingin mengatakan, bahwa Erina yang memukul Danang menggunakan panci. Tapi ia tahu, itu hanya akan menimbulkan perpecahan secara internal kelompoknya dan desa."Aku," kata Vina secara tiba-tiba memecahkan keheningan, semua mata sontak tertuju padanya sampai hening hampir kembali menyelimuti, "aku pukul pakai baskom karena Danang menculik temanku, Danang memaksa temanku untuk membuat rekaman video asusila, Danang melecehkan temanku, dan Danang tidak menghormati tamu," lanjut wanita berkalung liontin sabit itu dengan lugunya.Tidak ada keseganan yang dirasa, dan tidak ada kecanggungan yang ditunjukkan. Yang ada ketegasan terpancar dari tajamnya mata menatap, dan keberanian yang terpan
Baca selengkapnya
57. Rumah Danang
"Aahh!" teriak Vina sambil mengangkat kedua tangan ke udara.Begitu banyak rasanya beban yang ingin diluapkan hanya dari teriakan semata, tapi juga ada banyak beban yang takkan terselesaikan meski sudah berteriak hingga pita suara rusak. Membaringkan diri Vina di sembarang sisi ruang tidurnya, "capek banget," komentar Liona melihat wakil ketua kelompoknya yang terlihat penat."Begitulah," jawab Vina seadanya melihat ke arah Desry dan Liona yang juga sedang melihatnya, "semua orang di sini sekarang jadi aji mumpung, memanfaatkan kita dan Erina buat urus rutinitas mereka. Alasannya kita dan Erina sudah bunuh Pak Ujang, sudah pukul Danang, sudah buat kekacauan dan masalah terus di desa sampai jadi enggak tenang.""Lah?" tukas Liona dan Desry serentak, "terus tadi lo urus apa saja?" tanya Liona dengan wajah mengerut sebal karena cerita temannya itu."Banyak. Masak, gali tanah buat menanamkan bibit baru, panen, bersihkan akar, rapikan kebun. Pokoknya urusan yang biasanya dikerjakan semua c
Baca selengkapnya
58. Kisah Versi Danang
Sunyi ruang seluas 3×3 meter, Desry sudah duduk dengan ketenangan yang masih berusaha ia raih. Cahaya temaram dari satu lentera dan tiga senter, cukup untuk enam insan muda saling bertukar pandang dalam kebingungan.Untuk apa foto seorang jurnalis ternama ada di rumah Danang? Apa ada alasan lain dari jurnalis itu secara tiba-tiba mengungkapkan, bahwa kisah desa Metanoia adalah kebohongan semata?"Eh ... lagi apa kalian? Kenapa duduk diam saja?" tanya seorang pria yang tidak terlihat begitu jelas, berjalan masuk pria bertubuh sedikit bongkok, "gimana got buat beraknya? Sudah bisa belum?"Tetap sunyi, tidak ada satu pun di antara mereka membuka suara sampai pria itu berjongkok tepat di depan Liona dan mengambil salah satu senter, "kalian kenapa?" tanya pria itu menyorotkan cahaya senter langsung ke depan muka Liona, membuat wanita berambut ikal itu spontan mengerjap dan melenguh pelan."Kita cuma kaget lihat ada foto cewek di rumah Pak Danang, kita kira bapak enggak punya istri atau ana
Baca selengkapnya
59. Kesepakatan Dilaksanakan
"Kak Erina, kenapa harus sampai segininya sih?""Gue enggak tahu lagi ya sama orang-orang desa, otaknya kayak hewan!""Benar. Makan sama seks doang tiap hari yang dilakukan, yang dibahas, yang dipikirkan.""Enggak ada akal sehatnya.""Sudah kelainan sih gue rasa."Dan berbagai ocehan bersirat amarah yang spontan dilakukan oleh enam mahasiswa, di antara gulitanya dini hari yang ditemani kesunyian. Mereka duduk mengelilingi seorang wanita yang terbaring tak sadarkan diri, wanita yang dibawa Angga ke rumah tanpa memberitahu teman-temannya, dan wanita yang perlahan disayangi oleh mahasiswa sebagai pembimbing yang baik.***(Dua jam sebelumnya)Mengernyit mata seorang pria bersetelan kaus oblong dan celana pendek sebatas lutut. Sejauh matanya melihat pada kegelapan di depan rumah kepala desa, penglihatannya menangkap siluet berjalan sempoyongan menuju ke bangunan tempat ia berada. Tak disang-sangka, seorang wanita dengan rambut sebatas bahu yang berantakan hingga menutupi wajahnya, berjala
Baca selengkapnya
(60)
"Maksud lo?""Tadi lo bilang dipaksa minum minuman keras terus diperkosa, tapi lo juga yang bilang itu dilakukan secara sadar.""Maksud gue, Erina buat kesepakatan bersedia untuk bikin video konten asusila, dengan syarat kita enggak diganggu warga desa lagi. Jadi secara enggak langsung, Erina sadar kalau dia mau dilecehkan." Afrian menjelaskan ulang kalimat yang telah diucapkan sebelumnya, rangkaian kata yang dengan cepat mendapat protes dari Desry dan Vina, "tapi sialnya, memang tuman para cowok Desa Metanoia buat memanfaatkan segala situasi demi ego dan merendahkan wanita demi nafsu. Erina malah dipaksa minum minuman keras biar lebih gampang buat dilecehkan, alhasil mereka bikin video asusila yang berisikan pemerkosaan dan kekerasan seksual."Sontak, sunyi memekakan telinga menyelimuti enam insan muda yang kini berada di jalan setapak saling terdiam, tidak merespon penjelasan Afrian meski hanya dengan bahasa tubuh atau sebatas raut wajah. Saling membisu dan seolah tidak berniat menun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status