All Chapters of AKU TAK BUTUH NAFKAH 100 JUTA: Chapter 31 - Chapter 40
50 Chapters
31
Mobil yang di kemudikan Agam sudah sampai di sebuah toko perhiasan yang besar. Banyak mobil mobil mewah yang berjejer di depan toko. Para elite dan sosialita juga tampak meramaikan toko perhiasan yang sangat dikenal oleh golongan ekonomi kelas tinggi tersebut.Neni tampak antusias sekali untuk segera masuk. Sementara berbeda dengan Agam yang tampak ketar ketir dengan apa yang Neni akan pilih nanti. Do'anya hanya satu. Semoga uangnya cukup."Duh pengantin baru. Kesini juga," sambut hangat salah satu karyawannya."Calon Mbak. Bagiamana yang aku keep kemarin. Ada?" tanya Neni."Oh tentu ada. Mbak Neni memang pintar. Seleranya tinggi. Itu tandanya wanita yang ingin dihargai laki laki. Maharnya bukan main. Fantastis," puji karyawannya."Tuh Mas. Dengarkan. Mahar adalah bentuk dari seorang calon suami dalam menghargai istrinya," kata Neni kepada AgamAgam hanya diam. Mengamati sekeliling. Hingga pandangan netranya bertabrakan dengan seorang wanita paruh baya yang juga tengah memilah Milah p
Read more
32
"Ingat ya Aisyah. Kamu jangan bilang macam macam kepada Mama," ancam Agam sesaat mereka hendak turun dari mobil.Aisyah hanya menghela nafas dengan kasar. Lelah."Ya Tuhan Aisyah. Ndeso sekali kamu. Kesini naik mobil, sudah seperti jalan kaki saja. Keringat sejagunh jagung. Penampilan kucel. Mana bau lagi," komentar Bu Melisa saat Aisyah datang."Iya Ma. Tadi sudah aku bilang untuk suruh mandi dulu, tapi tidak mau," jawab Agam.Sontak Aisyah menoleh. Suaminya memutar balikan fakta."Kalau caramu begini, bagaimana Agam bisa betah dengan kamu Aisyah?""Kalaupun saya tidak seperti ini, apakah Mas Agam juga betah dengan saya? Bertahan hanya dengan saya. Dengan satu wanita? Tidak juga bukan?" tanya balik Aisyah."Aisyah, sekarang kamu berani melawan Mama begitu?" tegur Agam."Aku tidak melawan, hanya saja aku membicarakan fakta Mas," jawab Aisyah"Sudah sudah. Cepat mandi sana. Lama lama saya bisa pingsan dengan bau kamu itu,"Aisyah menurut. Ia segera menuju kamar mandi."Kita harus seger
Read more
33
Amanda diam. Meskipun dalam hatinya ia tersipu malu. Hal kecil yang membuat dirinya merasa di hargai. Hal kecil yang bahkan tak pernah ia dapat dari mantan suaminya dulu. Dia tersanjung.Namun untuk menjalin tali asmara, kiranya tidak semudah itu. Ia sudah lelah dengan segala drama percintaan."Mama dan Papa tidak memaksa kehendak Nda. Sama sekali tidak. Hanya saja kamu merasa bahwa Yoga adalah orang yang tepat. Kamu itu batu, Nda. Kamu keras. Kamu pantang disakiti. Maka dari itu, kamu harus cari pria yang sefrekuensi dengan kamu. Yang punya sabar yang luas," nasihat sang Mama yang membuat Amanda hanya mengangguk kecil.*"Aisyah, saya ingin bertemu dengan kamu karena juga ada yang akan saya bicarakan," kata Bu Melisa dengan serius sesaat setelah Aisyah sudah membersihkan diri."Iya Ma.""Jadi sebentar lagi adalah acara pernikahan Agam dengan Neni. Saya harap, kamu tidak usah datang. Dan tidak usah memunculkan diri di hadapan orang lain. Jika ada orang yang bertanya, bilang saja kalia
Read more
34
Pagi sekali, setelah selesai sarapan, ART di rumah Pak Hartono mendekati Mengatakan bahwa di depan ada tamu."Tamu? Bukankah hari ini weekend. Kok ada saja yang berkunjung," gumam Bu Hartono dalam hati.Bu Hartono menemui tamunya tersebut. Dia kaget."Loh Bu Melati rupanya. Mari masuk Bu. Kok tidak bilang jika mau kesini?" ajak ramah Bu Hartono."Iya Bu. Tadi sekalian jalan. Saya kesini mau mengantarkan baju pesanan ibu," kata Bu Melati sembari menyerahkan sebuah paperbag. Bu Melati adalah penjahit langganan keluarga Hartono.Bu Hartono masih melongo. Karena dia tidak merasa memesan apapun."Terimakasih lhoh Bu. Sudah mempercayakan kepada saya untuk kesekian kalinya. Uang yang ditransfer juga di lebihkan, katanya untuk komisi. Padahal saya sudah senang mempunyai langganan seperti ibu," tambah Bu Melati dengan senyum tersipu malunya.Bu Hartono masih diam kebingungan."Kenapa Bu? Apakah ada yang salah dengan kalimat saya?" tanya Bu Melati yang tidak enak hati, karena Bu Hartono sedari
Read more
35
"Cemburu? Mana mungkin Ma?"jawab Agam sembari melengos ke arah lain menyembunyikan wajah memerahnya itu. Walau tidak dipungkiri dalam hati irama jantungnya berdetak lebih kencang. Entahlah."Baguslah. Kamu harusnya bersyukur bisa berpisah dari wanita yang mempunyai hati yang tidak bisa legowo seperti itu. Normalnya laki laki boleh kok menikah sampai empat kali. Katanya Amanda pintar, tapi begitu saja tidak paham," gerutu Bu Melisa."Selepas Mas Agam nikah, nanti gantian aku yang nikah ya Ma," ucap Naya tiba tiba.Bu Melisa membanting majalah yang ada di tangannya"Naya," tegurnya dengan netra yang melotot.Naya mendengus kesal."Kenapa sih Ma? Naya juga tidak meminta uang mama sedikitpun kok untuk menikah," protesnya."Jangan sok kamu. Memangnya kamu dapat uang darimana? Memangnya menikah itu hanya butuh biaya seratus dua ratus begitu? Banyak Nay.""Naya bukan anak kecil lagi. Naya tau betul akan hal itu. Tapi mama tenang saja. Mas Romi janji akan membiayai seluruh acara," jawab Naya
Read more
36
Bu Melisa melotot. Ingin sekali tanganya itu menampar mulut lancang Aisyah. Namun ia berpikir kedepannya. Bagaimana jika Aisyah sakit hati? Lalu membawa pergi kedua cucunya? Sementara dia sudah menyiapkan rencana sedemikian rupa. Tak boleh gagal."Ah ya sudahlah. Nanti saya tanyakan sendiri ke Agam," kata Bu Melisa akhirnya. Kemudian netranya menyapu seluruh sudut rumah kontrakan Aisyah. Kecil. Namun Aisyah yang notebene seorang ART tampak pandai menata sesuatu hingga terlihat rapi."Kenapa cari kontrakan di kawasan padat penduduk seperti ini? Anak anak bagaimana? Apakah mereka betah?" tanya Bu MelisaAisyah menghela nafas pelan."Betah tidak betah Ma. Yang mengatur ini semua Mas Agam.""Huft. Belum airnya juga. Bagaimana kalau justru airnya kotor? Nanti Mama akan minta kepada Agam untuk cari kontrakan yang lebih layak.""Aku kira cari apartemen lagi Ma."Bu Melisa menoleh dengan ketus."Tau diri Aisyah. Kamu itu siapa. Sudah mending Agam mau bertanggung jawab terhadapmu. Sudah mendin
Read more
37
Amanda hanya tersipu malu mendengar celoteh dari Yoga. Namun sedikitpun tidak ada senyum dari wajah Yoga. Pembawaannya begitu serius kali ini."Aku serius Nda. Jangan kira aku ini bercanda," kata Yoga lagi."Ga, tapi menikah itu tidak segampang itu. Ribet prosesnya,""Seribet apapun. Sesulit apapun prosesnya. Asal bersamamu aku pastikan bisa melewatimya dengan mudah. Lalu apa tujuanku melamarmu kalau bukan untuk menikahimu Nda," lanjut Yoga lagi penuh keseriusan."Secepat itu Ga?""Semakin cepat semakin baik, bukan?"Manda sejenak diam. Ah dia hampir tak percaya."Trauma jika kamu biarkan lama lama. Kapan akan sembuhnya? Percayakan kepada seseorang untuk bisa mengobatinya Nda. Dan aku akan berusaha untuk tidak menyia nyiakan kepercayaanmu," kata Yoga.*"Mama tidak ikut?" tanya Manda sata dia bersiap datang ke pernikahan Agam.Bu Yosi menggeleng dengan cepat."Ogah. Malas sekali bertemu dengan nenek sihir itu. Tapi kalau dia macam macam dengan kamu, bilang saja kepada Mama ya Nda. Mam
Read more
38
Tanpa disangka Neni menarik tangan Agam, seperti mengisyaratkan sesuatu. Tentu Neni tau betul siapa yang bersama Amanda saat itu. Namun Agam tak terlalu menghiraukan. Agam dan sang mama saling pandang. Antara percaya dan tidak percaya tentunya. Namun dari penampilannya malam ini, memang tidak terlihat Ilham adalah seorang sopir. Penampilanya malam ini benar benar necis.Belum sempat menjawab apapun, Pak Hartono dan istri ternyata juga turut datang. Tentu Bu Melisa juga kaget. Mereka bukan orang sembarangan."Eh cepat kamu turun. Tidak penting, ini tamu penting mau datang," bisik Bu Melisa kepada Amanda setengah menekan. Mereka sontak menoleh. Namun melihat siapa yang datang justru mereka bertekad untuk tidak turun dari panggung.Langkah keluarga Hartono semakin mendekat."Cepat kalian pergi," perintah Agam lagi sembari mendorong pelan mereka. Tapi Tak berhasil. Dan mereka tetap kekeh diatas panggung.Sebelum keluarga Pak Hartono menyalami keluarga pengantin, terlebih dulu Amanda meng
Read more
39
"Serius kamu Nda?" tanya Yoga memastikan. Yoga juga masih tenang. Karena baginya berita ini biasa saja. Karena ia tidak terlalu kenal dengan keluarga Agam.Amanda mengangguk."Tapi aku tidak yakin jika mereka adalah orang orang dengan tipe mudah dinasihati," lanjut Manda "Ya gampang Nda. Tidak usah kamu nasihati. Terkadang seseorang itu sadar karena ditampar keadaan," kata Yoga.Amanda menoleh pelan. Mungkin omongan Yoga tersebut ada benarnya untuk dia membuatkan saja apa yang seharusnya terjadi."Aku tidak mampu dulu ya Nda. Sampaikan salam untuk Papa dan Mama. Aku harus memantau proyek baruku," pamit Yoga "Serius kamu? Tidak ngopi dulu? Nanti ngantuk loh,"Yoga menggeleng pelan "Tidak. Kalau sudah bertemu pawangnya, mana mungkin aku mengantuk," jawab Yoga.Amanda tersipu malu."Bagaimana Nda acaranya? Seru? Apakah nenek lampir itu menyerangmu?" tanya Bu Yosi saat Manda sudah sampai rumah "Ya seperti itu Ma. Tapi tadi Mama Yoga yang menjadi tamengku Ma. Jadi dia tak terlalu menye
Read more
40
"Berarti kamu menipuku mas?" tanya Neni dengan mata yang berkaca kaca.Agam sedikit kaget dengan ucapan dari sang istri. Dia melangkah mendekat. Bukan karena iba. Melainkan kaget dengan apa yang disampaikan sang istri."Menipu katamu? Sedari awal sudah aku bilang bukan? Bahwa aku keluar dari pelayaran. Dan kamu juga tidak keberatan."Neni melengos."Iya walau kamu keluar dari pelayaran sekalipun, toh kamu masih mempunyai usaha kan Mas? Usaha itu bisa menghasilkan uang bukan?" jawab Neni tak mau kalah.Agam tertawa kecil."Kamu pikir itu hanya usahaku? Tidak. Ada nama Mama, Naya juga disitu. Jika perbulan aku memberimu nafkah seratus juta, yang ada akan bangkrut usaha itu Nen. Jangan mengada-ngada kamu. Pikir yang logis," respon Agam setengah membentak.Neni menghela nafas pelan. Menjatuhkan diri di ranjang empuk kamar Agam. Dia menangis."Jangan menangis Nen. Aku tidak ada mendzolimimu. Ekspetasimu yang terlalu tinggi," kata Agam lagiNamun tidak ada sedikitpun kalimat Agam yang bisa
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status