All Chapters of Ayahku Tidak Tamat SD: Chapter 31 - Chapter 40
45 Chapters
Part 31
pov ThalitaAyah dan ibu bertengkar hebat karena keputusan ayah yang menskorku dari sekolah di protes ibu. Sampai kini, bahkan keduanya belum terlihat akur meski ayah sudah berulang kali membujuk dan menyatakan permasalahan sebenarnya. Tapi, bukan ibu namanya jika harus patuh dan tunduk atas saran yang ayah beri.Aku yang menyaksikan hanya diam saja, bagiku hal itu malah seolah sudah bagaikan menu makanan tiga kali sehari bagiku. Menurutku ayah terlalu lebai dan sok baik. Sampai-sampai anak sendiri di korbankan demi orang lain. Andaipun ayah tak jadi menskorku, aku yakin juragan tanah itu tak akan tahu. Maryampun tak akan berani nengadu karena sudah pasti aku akan mengancamnya. Ia fikir, setelah ku tahu dia orang kaya akan membuatku ikut tunduk seperti yang lain? Sorry, rasa benciku malah semakin berkobar-kobar."Kalau Abang gak mencabut keputusan itu, saya akan pergi dari rumah ini. Kita bercerai saja!"Taktik ibu mulai keluar. Aku yakin, jika sudah seperti ini ayah akan mengalah. A
Read more
Part 32
"Maryam.....Boleh dong ajak kita-kita main ke rumahmu." ucap Nora saat semua siswa sudah bubar dari kegiatan apel pagi."Main ke rumah, saya?" ulangku lagi agak bingung. Maklum, gak biasanya. Jadi, rada-rada aneh begitu telingaku mendengarnya."Iya. Pengen juga ngerasain nginjakin kaki di rumah sultan. Bener gak teman-teman?" serunya yang membuat seluruh anak kelas mengiyakan."Duh, maaf ya semua. Tapi rumah saya jelek, sempit lagi. Emang mau saya ajakin ke sana?" ucapku merendah. Kan, memang seperti itu juga praduga mereka selama ini."Ah, gak percaya aku. Masa iya rumah sultan kayak begitu. Habis pulang sekolah kami ikut ya, Mar." ujarnya lagi yang akhirnya hanya aku angguki sedikit.__"Maaf ya, saya ngajaknya ke tempat makan beginian. Gak nyesal kan?" tanya pak Askari setelah menepikan mobilnya tak jauh dari penjual pecel sayur tepi jalan.Setelah bel istirahat berbunyi, tiba-tiba pak Askari mengajakku ikut dengannya. Tanpa banyak tanya, aku hanya turut memasuki mobil dengan dud
Read more
Part 33
"Wiih...Rumahmu bagus banget, Mar. Kayak istana benaran, loh. Luas, harum pula." puji Suri setelah kami memasuki rumah. Ibu yang melihat kedatangan kami tadi bahkan sempat shock, karena hampir seluruh anak kelas yang ikut berkunjung. "Baru kali ini loh aku menginjakkan kaki di rumah semewah ini. Pasti nyaman banget kalo tidur di sini." ujar Nora lagi dengan mata tak berkedip menyisir ke seluruh ruangan yang di laluinya."Rumahmu menang jauh dari rumah Thalita, Mar. Rumahnya sih lumayan besar, tapi perabotannya gak banyak. Kamarnya juga cuma ada empat." imbuh yang lain lagi mulai membuka cerita tentang ketua geng mereka."Sudah, sudah! Ayo, minum dulu." ajakku setelah minuman juga kue yang baru saja di letakkan bibi di atas meja.Mereka berhamburan ke sofa ruang tamu, selebihnya memilih ruang keluarga yang hanya memiliki sekat kaca dengan ruang tamu. Masing-masing mereka masih saja memuji rumah ini sembari menikmati cemilan. Ada juga yang memotret dengan camera ponselnya karena ing
Read more
Part 34
Kak Vino tak lagi berkomentar apa-apa. Ia meninggalkan kami, menuruni jenjang menuju lantai satu. Syukurlah pak Askari datang tepat waktu, semoga saja kak Vino tak lagi mau menggangguku. Aku yakin, ia mendekatiku hanya karena ia sudah tahu siapa ayah. Jika bukan karena itu, tentu sudah lama ia menyatakan perasaannya."Beneran bapak tunangannya Maryam?" tanyaku malu-malu pada pak Askari."Hmmm....Iya."Dih, singkat amat lagi jawabannya. Kayak gak ikhlas gitu."Kok Bapak gak bilang sih, dari awal?" "Biar?""Ya...Biar tenang.""Hmm...Emang selama ini gak tenang?""Tenang, sih. Cuma takut aja bertepuk sebelah tangan. He...He..." ujarku menutup mulut."Ada-ada saja, kamu. Yok, masuk."Pak Askari berjalan lebih dulu dan aku ikuti dari belakang. Rasanya, bagaikan dapat durian runtuh. Benar-benar gak nyangka jika cinta pertamaku itu ternyata benar-benar calon jodohku. Huh! Percepatlah masa ini, Tuhan. Biar bisa duduk berdua di pelaminan. Hi...hi..."Ciee....Akhirnya jadi, juga." ucap Tari me
Read more
Part 35
"Mau di antar pulang?"Pak Askari mendekatiku ke parkiran yang kini tengah menunggu pak Nurman, satpam sekolah mengeluarkan motorku. "Tidak perlu, Pak." ujarku cuek. Lalu menaiki motor dan berlalu.Cerita bu Meri tadi masih terngiang-ngiang dalam fikiranku. Meski kata Tari bu Meri hanyalah sebagai pelampiasan saja tetap rasa cemburu ini tak bisa meredam. Bahkan, semakin parah jika melihat pak Askari langsung. Untuk sementara mungkin aku perlu menjauhi pak Askari dulu. Semoga ia sadar dengan kesalahannya dan meminta maaf padaku. Ku hidupkan musik di ponsel, lalu memasang headset dan mulai menikmati perjalanan. Sesekali ku coba mengikuti lirik lagu, berusaha menghibur diri sendiri agar tak terus-terusan kefikiran drama cinta yang menyebalkan ini.Namun, tiba di tugu gapura yang memasuki pedesaan tiga motor matic seperti sengaja menghambat jalanku hingga ban belakang motor ini terdengar berdecin sebab rem yang ku tekan secara mendadak.Ketika motor itu berjejer memenuhi lebar jalanan
Read more
Part 36
Tidak seperti biasanya seluruh anggota kelas akan berduyun-duyun mengikuti Thalita ke kantin. Hari ini, hanya sekitar lima orang saja yang mau ikut dengannya padahal uang segepok sudah ia perlihatkan. Tentunya, Nora dan Suri akan masuk dalam rombongan lima orang itu. Yang dua itu, emang kemana angin lebih keras maka mereka akan ikut. Mana yang lebih menguntungkan saja."Kalian kenapa tidak ikut?" tanya Tari selepas kepergian Thalita dan yang lain."Malas ah, takutnya itu bukan uang halal." balas Nopi cuek."Benar itu, Tar. Aku bahkan pernah liat kalo Thalita pernah jalan sama om om malam kemaren. Di atas jam dua belas malam lagi, tuh." sambung Fitra bergidik.Mendengar cerita mereka membuat jiwa kepoku mulai meronta, ku tajamkan pendengaranku meski tak ada pertanyaan yang aku ajukan. Aku yakin, Tari pasti lebih kepo dan mengungkit sampai ke akar-akarnya."Kamu mau kemana jam dua belas malam masih berkeliaran?" timpal yang lain."Sepupu saya di rawat di rumah sakit. Jadi kami pulang da
Read more
Part 37
IUU....IUUU...IUUU....Suara mobil pemadam kebakaran yang beruntun melewati jalanan desa membuat bang Ramli menepi ke samping halaman masjid. Jika tidak, tentu saja mobil itu tidak akan bisa lewat padahal tampaknya mereka sedang buru-buru.Masyarakat pun berlari berduyun-duyun ke arah barat sana, ke arah rumahku yang letaknya memang di penghujung kampung. Perasaan tak enakku semakin menjadi-jadi, apalagi beberapa bapak-bapak tang tengah berlari menyebut nama ayah. Ku panjatkan do'a berulang kali meminta keselamatan atas segala mara bahaya, setelah jalanan bisa di lalui barulah mobil bisa meluncur dan tiba di halaman yang kini sesak dengan manusia.Amukan api terlihat menjulang hampir mencapai langit yang kini sudah tak berwarna biru. Hempasan kayu juga atap yang beradu ke bawah sebab di lalap api mengundang suara bising luar biasa. Rumah mewah yang dari dulu menaungiku kini sudah menghitam, menjadi santapan api yang entahlah masih ada nanti yang tersisa. Tubuhku gemetar, berteriak mem
Read more
Part 38
Sudah dua minggu lamanya ayah di rawat di rumah sakit, dan sampai kini belum ada tanda-tanda kebaikan yang bisa kami lihat dari perkembangannya. Ayah tak sadarkan diri, semua itu akibat benda keras yang mengenai kepalanya. Andai sudah sadarpun, kata dokter besar kemungkinan akan lupa ingatan, tapi semoga saja Allah beri perlindungan agar hal buruk itu tidak terjadi.Dari tiga hari yang lalu, aku pun tak lagi tinggal di rumah Tari. Kini kami memulai hidup baru di sebuah komplek Villa Gorden yang letaknya tak cukup jauh dari rumah sakit ini. Rumah itu kata ibu di dirikan atas namaku, sengaja ayah sembunyikan selama ini karena akan di jadikan surprise saat pernikahanku nanti yang entah tahun ke berapa akan terjadi. Ayah tak hanya mendirikan rumah untukku, tapi juga untuk bang Rofiq dan kak Anjela. Hanya saja, rumah mereka cukup jauh dari sini dan tak mungkin kami bisa bolak balik dari rumah sakit ke sana.Rumah ini cukup bagus menurutku. Nuansanya yang menyerupai rumah-rumah klasik pilar
Read more
Part 39
"Akhirnya.....Gak berpaling juaranya, Say." Tari memelukku saat aku maju ke depan. Setelah pengumpulan nilai ulang dari seluruh majlis guru yang mengajar ke kelas sepuluh, akhirnya hasil konkritnya sudah bisa di ketahui. Bahagia sekali, pasrah yang sedari tadi ku tanamkan kini malah berubah jadi hamdalah.Seperti biasa, kami para juara kelas akan mendapatkan piala, piagam, juga hadiah uang tunai. Dan hadiah itu, di berikan langsung ke tangan wali siswa yang berhadir hari ini."Alhamdulillah. Semua ini karena pertolongan Allah, Say. Padahal tadi aku udah pasrah, loh." ujarku membalas pelukannya."Pasrah tapi tak rela, bukan?" ledeknya."Persis." ujarku yang membuat ia cekikikan.Bang Rofiq sudah menerima reward dari sekolah, begitupun para wali siswa yang lain. Kini, saatnya pulang ke rumah untuk mengganti baju, lalu berkunjung ke rumah sakit untuk memperlihatkan semua ini pada ibu.Baru saja mobil terparkir di halaman, mama Renata dan kakak perempuannya pak Askari menghampiri yang bar
Read more
Part 40
Aku tidak menyangka jika ponsel ini milik Thalita. Ponsel yang dulunya ia bilang hilang karena aku curi. Kini, malah ada di tanganku. Membuat kecurigaan besar jika ialah pelaku kebakaran waktu itu."Kita harus menyelidiki semua ini, Say. Jangan biarkan lagi penjahat seperti Thalita berkeliaran." ujar Tari antusias."Terus kita harus ke kantor polisi sekarang?"Ia mengangguk. Lalu mengajakku berangkat menuju kantor polisi yang ada di pusat kabupaten. Kata Tari, kasus ini akan mudah di selidiki jika kami pergi ke kantor kabupaten. Soalnya di sana ada adik ibunya yang bekerja sebagai polisi daerah.Cukup tiga puluh menit waktu yang kami butuhkan untuk sampai di halaman kantor. Untungnya, pamannya Tari mudah kami jumpai karena ia tengah berada di lapangan bersama teamnya.Permasalahan ini langsung di adukan oleh Tari seditel mungkin. Tak lupa ia menyerahkan barang bukti yang aku temukan pagi tadi juga membeberkan masalah demi masalah yang selama ini Thalita torehkan."Baiklah. Sekarang ka
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status