All Chapters of Si Buta Dari Sungai Ular: Chapter 11 - Chapter 20
1085 Chapters
11. Menuju Kerajaan Madangsewu
“Aku tidak tahu,” sahut Manggala singkat. “Kau sendiri bagaimana?” Manggala malah balik bertanya.“Aku ingin mencari Bajing Ireng...”“Bajing Ireng. Siapa dia?”“Dia adalah seorang begal pimpinan rampok yang saat ini tengah merajalela menebar angkara murkanya dimana-mana. Aku sendiri sudah kebingungan mencarinya. Dia sulit sekali ditemukan. Lebih-lebih karena markasnya tidak tetap. Gerombolannya selalu berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain, dari satu kampung ke kampung lain,... Aku diperintahkan oleh Gusti Prabu Bratasena untuk menangkapnya hidup atau mati...” Rhenata terus menceritakan tentang siapa adanya Bajing Ireng hingga bersengketa dengan pihak kerajaan.Tubuh gadis itu agak menjauh dari api unggun yang mulai menjilat-jilat. Rasa hangat perlahan menebar, sedikit mengusir dingin yang dirasakan.“Kalau kau telah menemukannya, apa yang akan kau lakukan?” tanya Mang
Read more
12. Bertemu dengan Patih Ranggapati
“Kau salah,” kata Manggala. “Berapa ekor kuda yang terdengar olehmu?”Rhenata menajamkan pendengarannya sesaat.“Tampaknya dua ekor,” jawab Rhenata.“Apa mungkin dua orang penduduk biasa berani melintasi hutan ini menjelang malam seperti sekarang? Bukankah kau pernah mengatakan kalau gerombolan Bajing Ireng sering menjelajah hutan-hutan seperti ini?”“Jadi, menurutmu siapa mereka?”“Apa kau dengar langkah lain, selain langkah kuda?” tanya Manggala lagi.Rhenata menggeleng.“Itu artinya, mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup bagus. Bukankah di jalan mendaki yang cukup curam ini para pengendara kuda hanya menuntun kuda mereka?” lanjut Manggala, membuat Rhenata harus mengakui kecerdasan Manggala.“Jadi mereka orang persilatan?” tebak Rhenata.“Tepat” sambut Manggala, tetap berbisik. “Hanya kita belum
Read more
13. Tiba di Kerajaan Madangsewu
Sementara itu, di bawah siraman cahaya matahari pagi. Manggala, Rhenata, Patih Ranggapati, dan Bayureksa tiba di kotapraja. Dari gerbang masuk, mereka hanya perlu berjalan sekitar dua jam untuk tiba di Kerajaan Madangsewu. Karena peristiwa semalam, Patih Ranggapati terluka kembali. Dan sebenarnya, luka di bahunya yang banyak mengeluarkan darah, bukan karena tertumbuk batang cemara. Rhenata sendiri agak heran ketika memeriksa luka yang diderita Patih Ranggapati. Karena, luka itu tampak seperti luka sayatan benda tajam. Menurut Patih Ranggapati, luka itu memang akibat sabetan golok ketika harus berhadapan dengan orang-orang Bajing Ireng. Sebenarnya, lukanya sudah mengering andai saja tidak terbentur batang pohon cemara semalam.Kini keempat orang itu tiba di pintu gerbang Kerajaan Madangsewu, yang dijaga ketat oleh enam prajurit dengan sikap siaga. Ketika melihat kedatangan empat orang itu, mereka segera menjura dalam-dalam.Memasuki lingkungan istana, puluhan prajurit y
Read more
14. Pendekar Bercaping
Dua lelaki penunggang kuda diperintahkan pemimpinnya untuk segera menghabisi orang yang baru datang itu. Keduanya segera menghentakkan kekang, sehingga kuda mereka meluncur bergemuruh seiring teriakan murka. Tapi sebelum keduanya mencapai lima tombak, pisau-pisau kecil sudah terlepas dari tangan lelaki bercaping yang berkelebat cepat ini.Zing!Begitu cepat kebutan tangan orang bercaping itu, sehingga...“Huaaa”Kuda mereka kontan terlonjak diiringi satu ringkikan panjang, melemparkan tubuh penunggangnya yang tertikam pisau-pisau yang melesat cepat. Tubuh keduanya pun mencium tanah tanpa nyawa, dengan darah mengucur dari bagian dada yang tertembus pisau.“Kalian lihat Aku telah menepati janjiku terhadap dua kawan kalian?” cemooh orang bercaping, dingin.Menyadari kalau orang bercaping tak bisa diremehkan, pemimpin pasukan berkuda ini memberi perintah agar anak buahnya menyerbu orang bercaping itu. Maka lima belas ekor
Read more
15. Di hadang gerombolan Bajing Ireng
“Saudara-saudara sekalian, para pembesar Kerajaan Madangsewu yang sangat aku kasihi. Hari ini kita berkumpul di sini untuk menyambut kedatangan seorang pendekar yang patut dipuji sebagai pendekar bagi kaum tertindas...,” kata Prabu Bratasena memulai.“Namanya Manggala. Dia adalah seorang pendekar hebat...”Mendengar sanjungan yang menurutnya berlebihan, Manggala hanya dapat menundukkan kepala. Sedangkan Rhenata yang melihat sikap Manggala menjadi suka melihat kerendahan hati pemuda buta itu. Memang di dunia yang dipenuhi beragam watak manusia, sikap rendah hati sangat jarang ditemui. Manusia seringkali lebih suka terkagum-kagum pada setiap kelebihan diri sendiri, ketimbang harus menyembunyikannya.Sementara itu, Patih Ranggapati tampak terkejut ketika Prabu Bratasena memperkenalkan Manggala sebagai seorang pendekar hebat.Sungguh sama sekali tidak disangka akan hal itu. Melihat penampilannya saja, orang tentu tidak yakin kalau pemu
Read more
16. Musuh dalam selimut
“Hiaaat...”Trang! Trang! Trang!Sebentar saja sudah terdengar senjata yang berbenturan ganas. Dalam kancah pertempuran di punggung kuda seperti itu, gerakan mereka jadi terbatas. Tapi bagi enam prajurit istana, pertempuran di punggung kuda memang suatu keahlian khusus.Meski dikeroyok lima belas lawan, mereka nyatanya mampu mengadakan perlawanan sengit.Trang! Trang! Trang!Suasana jadi gegap gempita oleh denting senjata, ringkik kuda, dan teriakan perang. Biarpun matahari bersinar redup, cahaya yang menimpa senjata masing-masing menghasilkan kelebatan-kelebatan menggidikkan. Setiap kelebatan mengarah pada bagian yang mematikan. Namun sampai sejauh itu, belum ada yang menjadi korban.Dan itu bukan berarti tidak ada pihak yang terdesak. Menghadapi kekuatan yang tidak seimbang, tentu saja para prajurit kerajaan mulai kerepotan.Meskipun sudah mencoba beberapa siasat perang berkuda, harus tetap diakui kalau tenaga mereka sed
Read more
17. Rencana sebenarnya Bajing Ireng
“Aku tahu, kalian memang telah banyak berjuang untuk kepentingan negeri ini. Pantas saja kalau kau berkata seperti itu, Mahapatih. Tapi kalau merasa tidak berkhianat, kenapa kau mesti tersinggung?” sahut Prabu Bratasena.Meski dirinya sedang dikecamuk kemurkaan, tapi selaku seorang raja, dia merasa harus menghadapi segala sesuatu dengan kepala dingin. Dan ini membuat Mahapatih Guntur Selaksa tersudut, sehingga tidak bisa membantah lagi. Matanya saja yang berbinar gusar, namun hal itu tidak diperlihatkan pada Prabu Bratasena. Kewibawaan rajanya, membuat dia hanya bisa menyembunyikan kegusaran dalam hatinya.“Hamba mohon diperbolehkan angkat bicara, Paduka,” selak Patih Ranggapati.“Silakan, Patih,” sahut Prabu Bratasena.“Hamba rasa, Paduka maupun Mahapatih Guntur Selaksa dalam hal ini sama-sama tidak salah. Di antara kami memang ada seorang pengkhianat. Itu pasti. Yang tak pasti, kami semua berkhianat. Mungkin Mah
Read more
18. Orang bercaping itu adalah...
“Lalu, bagaimana dia tahu kalau ada kesempatan yang tepat untuk membunuh ayahku?” tanya Rhenata, cemas. “Kau tidak ingat pengkhianat kerajaan ini? Tentu orang itu yang akan memberitahukan, kapan bajingan Bajing Ireng dapat menghabisi Prabu Bratasena tanpa membuang-buang nyawa pasukannya,” jawab Manggala pasti. “Oh, Tuhan...,” desah Rhenata bergetar. Hati gadis itu langsung didera lecutan kekhawatiran terhadap keselamatan ayahnya. “Aku takut, ayahku akan terbunuh, Manggala,” desah gadis itu lirih, nyaris terisak. “Jangan cengeng. Apa kau lupa dengan julukan si Naga Wanita yang disegani?” bentak Manggala, tidak sungguh-sungguh. Pemuda itu sebenarnya hanya ingin menekan kekhawatiran yang berlebihan pada diri wanita itu. Manggala sendiri dapat maklum kalau Rhenata seperti itu. Biar bagaimanapun dia tetap tak lepas dari kodratnya sebagai seorang wanita yang berhati halus dan peka. Apalagi, ini menyangkut orang yang paling dicintainya.
Read more
19. Penghianat sebenarnya
“Kau akan mengerti kalau memberiku kesempatan bicara” Manggala melotot, lalu membanting caping di tangannya keras-keras. “Baik, bicaralah Tapi, ingat. Kalau kau mengarang cerita yang bukan-bukan, aku tak segan-segan menyerahkanmu pada Patih Ranggapati supaya bisa menerima hukumanmu” ancam Manggala, sungguh-sungguh. Dalam hal menegakkan keadilan, Si Buta dari Sungai Ular tidak mau pandang bulu. Meski yang harus menerima hukuman adalah orang yang amat dicintai. Selama orang itu memang terbukti bersalah, Manggala tak peduli. Sebelum mulai bicara, Rhenata menarik napas beberapa kali. Seakan, dia hendak mempersiapkan sesuatu yang hendak didorong tenggorokannya. “Sejak Bajing Ireng dan gerombolannya membantai perguruanku, aku menyimpan dendam yang tak dapat kukuasai lagi. Lalu, aku bertekad menuntut balas. Untuk muncul terang-terangan, aku takut kaki tangan Bajing Ireng mengenali. Bahkan bisa-bisa mereka menangkapku untuk dijadikan sandera, agar Aya
Read more
20. Siasat Si Buta dari Sungai Ular
Saat itu, rombongan kerajaan sudah memasuki mulut celah bukit. Dan... “Maju” perintah Bajing Ireng pada anak buahnya, penuh nafsu. Seketika dari bebatuan besar yang menyembunyikan tubuh mereka, Bajing Ireng dan anak buahnya berhamburan keluar. Bersama si Kembar dari Tiongkok, dia menghadang di depan. Sementara, empat anak buahnya yang lain menghadang di belakang. Rombongan kerajaan kini benar-benar terjepit, tanpa dapat meloloskan diri lagi. Bagaimana mereka bisa meloloskan diri kalau di sisi-sisi adalah tebing terjal menjulang yang mustahil didaki. Sedangkan di depan dan di belakang mereka, musuh sudah siap merencah. Celah bukit sepi, maut yang akan menjemput. Hanya desir angin yang meluncur di antara dinding cadas. “Bratasena. Akhirnya kau akan pergi juga ke dasar neraka” seru Bajing Ireng keras, namun dingin. Tak ada perubahan sedikit pun di wajahnya. Sementara, anak rambut dan ujung pakaiannya dipermainkan angin. Tak ada jawaban dari pihak kerajaan. “Bratasena. Apakah kau sud
Read more
PREV
123456
...
109
DMCA.com Protection Status