All Chapters of Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga: Chapter 11 - Chapter 20
134 Chapters
Dua Lawan Lima
Swiing!Tring! Tring!Feng mampu menepis tiga jarum beracun yang dilepas si pria kurus ke arah Huang, bahkan masih sempat untuk membalikkan serangan.Wuush!Crass!Sebuah gerobak kayu terpelanting dan terbelah dua, tepat di belakang posisi si pria kurus menghentikan langkah sesaat sebelumnya.Beberapa penduduk yang berada di sekitar gerobak langsung tunggang-langgang dengan menjerit keras. Mereka bergidik membayangkan serangan Feng barusan mengenai tubuh mereka.“Amitabha …” Guru Ma sedikit lega atas kelihaian Feng menggunakan jurusnya hingga tidak salah sasaran.Pria kurus menggeram menatap pada gerobak yang kembali terhempas ke tanah.“Kau menggunakan jarum beracun,” ucap Feng dengan nada datar pada si pria kurus, “apakah itu sikap seorang pendekar? Menggunakan racun?”“Tutup mulutmu!” balas si pria kurus dengan membentak. “Untuk seorang laki-laki hina sepertimu, apa pun pantas dilakukan!”“Hina?” Feng mengernyit dengan kepala sedikit miring.“Bukankah kau laki-laki yang menyukai se
Read more
Distrik Jiangcheng
Crass! Crass!Wanita kedua mengertakkan rahang, lalu melontarkan tubuhnya jauh ke belakang.“Keparat kau!” geramnya dengan tangan yang memegang pedang lentur terkulai sebab dihiasi begitu banyak luka dan mengalirkan darah, menetes ke permukaan tanah.Huang menyeringai tipis dengan mengibaskan pedangnya ke samping.Bersamaan dengan serangan balasan dari Huang pada wanita kedua, pria kurus yang berlindung di antara penduduk kembali melancarkan serangannya pada Feng.Feng berkelit ke sana kemari sembari memikirkan satu cara untuk melumpuhkan si pria kurus tanpa harus melukai orang-orang di sekitar.Dia melompat lagi ke belakang sembari mengibaskan pedang bergagang birunya.Tring!Jarum terakhir berhasil ia tepis dan lenyap ke dalam tanah.Feng menjejakkan kaki ke tanah dengan posisi setengah berlutut dan pedang mengembang ke samping. Dia tersenyum tipis dan telah meraih sebuah kerikil kecil dengan tangan kirinya tanpa diketahui oleh si pria kurus.Pancingan Feng berhasil. Pria kurus meng
Read more
Seorang Pejabat yang Baik
“Hah?” Pejabat Lu mengernyit dan menatap si pria besar. “Apa maksudmu?”“Mereka tidak pantas, Tuan Lu!” jawab pria besar dengan sedikit membungkuk pada Pejabat Lu. “Mereka adalah buronan kekaisaran, orang-orang yang telah memperkosa dan membunuh putri selir senior!”“Benar, Tuan Lu,” teriak orang-orang. “Tangkap mereka! Adili mereka!“Syukurlah Anda muncul, Tuan Lu!”Pejabat Lu mengernyit. Dia melirik pada selusin prajurit yang datang bersamanya.Tapi, para prajurit jelas-jelas tidak ada yang mengetahui hal ini. Atau setidaknya, tidak sependapat dengan apa yang dikatakan si pria besar dan orang-orang di sana.Salah seorang prajurit kemudian menghampiri Pejabat Lu dan menyerahkan sebuah selebaran.Sang pejabat Distrik Jiangcheng menelisik selebaran di tangannya. Dia tersenyum dan kemudian mengangkat satu tangan untuk meminta orang-orang kembali hening.“Jadi begitu, hah?” ucapnya dengan tersenyum.“Tuan Lu―”Sang pejabat daerah memberikan isyarat tangan pada Huang, seolah meminta sang
Read more
Menuju Hailing
Seorang pria paruh baya membawa sebuah tatakan kayu yang cukup lebar. Di atas tatakan kayu terdapat semangkuk besar nasi, semangkuk sayuran, semangkuk lauk, dan tiga mangkuk kosong yang lebih kecil.Sementara seorang yang lebih muda melangkah di belakangnya dengan membawa tatakan kayu yang lebih kecil. Di atas tatakan itu terdapat satu teko tembikar berisi air minum, tiga cangkir tembikar, dan tiga pasang sumpit.Mereka menghidangkan semua itu ke meja di mana Huang, Feng, dan Guru Ma duduk, di geladak kapal, sedikit ke belakang.“Silakan, Nona Huang,” ucap pria paruh baya. “Makanan yang tersedia di kapal kami ini tidaklah semewah di Kota Tengah.”Huang tersenyum manis. “Terima kasih, Tuan Hua. Maaf telah merepotkan Anda dan kru Anda.”“Tidak,” Hua tersenyum. “Kami sangat bersyukur, Nona Huang. Ini untuk pertama kalinya kapal kami dinaiki orang-orang besar seperti Anda, Nona Huang. Juga, Tuan Muda Feng, dan Guru Besar Ma.”“Shan cai, shan cai,” Guru Ma menundukkan kepalanya, menyapa de
Read more
Tak Ada Tempat Bersembunyi
Hengmei, sebuah kawasan yang berada di sisi timur Pulau Hailing. Beberapa kilometer ke arah selatan, terdapat sebuah pantai dengan pasir dan panorama Gunung Guishan di arah lautnya sebelah tenggara.Hoaren sedang bersantai di satu kedai yang berada di tempat terbuka, duduk seorang diri dengan menghadap ke selatan. Di atas meja di sampingnya, terdapat beberapa piring makanan dan seteko minuman, dan sebuah cangkir.Beberapa orang terlihat mengunjungi kedai yang sama. Setelah memesan makanan dan minuman, mereka memilih meja yang berada beberapa langkah di kiri belakang Hoaren.“Orang-orang berengsek!” gumam Hoaren setengah tak terdengar, lalu menyeruput lagi minuman dalam cangkirnya hingga ludes.Melihat dari wajahnya yang kemerah-merahan, Hoaren mungkin telah cukup banyak mengonsumsi arak di pagi itu. Hanya saja, dia masih terlihat belum mabuk sama sekali.Dia menghela napas lebih dalam. Bagaimanapun, dia menyadari bahwa kini dirinya adalah seorang buronan. Dan bukan sembarang buronan s
Read more
Berpisah
Di sebuah pelabuhan yang tidak begitu besar dan sedikit sibuk, berada di kawasan Shibei, sebelah barat daya Gunung Hongyangong, Pulau Hailing.“Amitabha,” ucap Guru Ma pada Feng dan Huang. “Takdir tidak pernah bisa kita perkirakan. Ini adalah titik perpisahan kita, tidak tahu kapan nasib akan mempertemukan kita lagi. Sekarang, saya berpamit diri pada Nona Huang dan Tuan Muda Feng.”“Guru Ma,” kata Feng. “Apakah tidak sebaiknya beristirahat sedikit lebih lama lagi. Kita baru tiba di sini subuh tadi.”“Itu benar, Guru Ma,” sambung Huang.Guru Ma tersenyum. “Shan cai, shan cai,” ucapnya. “Saya hanya takut semakin mempersulit diri sendiri dengan menunda-nunda keberangkatan saya. Semakin cepat saya berangkat, maka akan semakin baik pula bagi saya.”Feng melirik sang kekasih dengan helaan napas yang panjang. Yah, tidak ada satu juga yang bisa mereka lakukan untuk memaksa Guru Ma tinggal lebih lama di sana. Toh, mereka punya tujuan yang berbeda.“Perjalanan menuju Laut Melayu sangatlah jauh,
Read more
Penginapan Tepi Laut
Sore hari, ketika cuaca cukup teduh sebab sang mentari yang bersembunyi di balik awan, di langit barat, Feng dan Huang baru saja menjejakkan kaki mereka di kawasan Hengmei.“Kawasan ini tidak seramai di Shibei,” ucap Feng. “Tapi di sini punya panorama yang lebih indah.”Huang menatap sang kekasih lalu tersenyum.Feng mengernyit. “Kenapa?” tanyanya dengan lugu, lantas bergegas menyusul Huang. “Adik?”“Hengmei menghadap ke selatan, Kakak Feng,” jawab Huang. “Laut yang lebih luas. Sedangkan Shibei menghadap ke utara, ke daratan utama Tiongkok. Tentu saja, di sana jauh lebih ramai daripada di sini.”Feng tersenyum sembari menggaruk kepala yang tidak gatal. Dia mengiringi sang kekasih dari sisi kanan.“Semenjak tadi,” lanjut Huang sembari melirik ke sana kemari, pada orang-orang yang berlalu-lalang, atau pada pengunjung di beberapa kedai. “Kita belum mendapatkan satu informasi pun tentang Hoaren. Dan sebentar lagi, langit akan gelap.”Feng menghela napas dalam-dalam. “Ada baiknya kita menc
Read more
Sampai Saatnya Tiba
“Mari, Nona, Tuan Muda,” ucap si pelayan dengan sikap tubuh yang terlalu sopan. “Mari, ini kamar Anda berdua.”“Terima kasih,” Huang langsung memasuki kamar yang terlihat cukup tertata dengan rapi serta bersih itu.Feng menghela napas dalam-dalam. Beginilah wanita, pikirnya. Ada saja alasan untuk memarahi lelaki. Padahal aku tidak sengaja!Dia berpaling pada si pelayan. “Hei, A Feng.”“Iya, Tuan Muda?”“Bisakah engkau menyediakan air untuk kami membasuh muka?”“Tentu saja, Tuan Muda,” jawab A Feng. “Ada lagi yang hendak Anda pesan, mungkin? Kami punya arak wangi terbaik di sini, Tuan Muda.”“Begitu, ya?” Feng tersenyum. “Baiklah, sediakan juga buat kami barang seteko.”“Baiklah!”“Hei, ini uangmu,” Feng menyerahkan sejumlah koin berlubang pada sang pelayan.Sang pelayan tersenyum lebar ketika menerima jumlah uang yang melebihi harga seteko arak wangi yang ia tawarkan barusan.“Tuan Muda?”Feng menepuk bahu si pelayan. “Sudah, kau simpan saja selebihnya.”“Terima kasih,” si pelayan mem
Read more
Tertunda
Saat tiba di Haikou, Pulau Hainan―yang merupakan pulau kedua terbesar yang dimiliki negeri Tiongkok―Guru Ma bermaksud hendak langsung melanjutkan perjalanannya menuju Laut Melayu.“Guru, maafkan saya,” ujar seorang pelaut muda pada sang Biksu Budha dengan gestur yang sangat sopan. “Kapal terakhir telah berangkat beberapa saat yang lalu.”“Shan cai, shan cai,” Guru Ma menghela napas lebih dalam. “Anak Muda, apakah tidak ada kapal besar lainnya yang akan berangkat ke Laut Melayu?”Sang pemuda melirik ke sana kemari. Akan tetapi, sejauh dia mampu melihat, hanya kapal-kapal berukuran sedang dan bertiang dua saja yang terlihat di pelabuhan besar dan cukup sibuk itu.Dibutuhkan kapal yang lebih besar dan bertiang tiga untuk melanjutkan perjalanan ke Laut Melayu. Kapal yang lebih kuat dan menjelalah lebih tangguh, sebab laut luas memiliki ombak dan gelombang yang lebih besar.“Maafkan saya, Guru,” ujarnya. “Takutnya, Guru harus menunggu beberapa hari ke depan untuk kapal besar masuk ke Haiko
Read more
Sebuah Petunjuk
Pagi datang bersama deburan ombak yang memecah di tepian, tiada pernah bosan menyapa penghuni alam. Juga, pekik riang burung-burung camar yang berputar agung di angkasa.Kawasan di selatan Hengmei ini tidak sesibuk Shibei yang ada di sebelah utara Pulau Hailing. Meski demikian, masyarakat yang ada di pesisir itu sudah pun memulai kegiatan mereka sehari-hari sedari awal pagi.Begitu juga dengan Feng dan Huang. Mereka telah berada di luar penginapan dengan tubuh yang segar dan pakaian yang sudah rapi. Untuk sesaat, keduanya tampak ragu-ragu harus memulai pencarian dari arah yang mana satu.“Ini benar-benar menjengkelkan,” gumam Huang.“Begini saja,” ujar Feng. “Adik, kau pergilah ke arah timur dan aku akan ke arah barat. Ketika matahari tepat berada di atas kepala, kita bertemu lagi di titik ini. Bagaimana menurutmu?”Huang menghela napas lebih dalam. “Baiklah, begitu lebih cepat!”Feng mengangguk. “Berhati-hatilah, Adik,” lanjutnya. “Hoaren bukanlah penjahat amatiran. Dia seorang yang
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status