Lahat ng Kabanata ng MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!: Kabanata 51 - Kabanata 60
120 Kabanata
Bab 51
Tak lama, aku dirawat di rumah sakit. Hanya tiga hari. Kini aku sudah diperbolehkan pulang, tapi tetap masih harus bedrest. Kandunganku lemah, kata dokter. “Pak, Una mana?” Lirihku ketika suamiku membantuku berpindah ke tempat tidur. Rasanya kangen, tiga hari tak bertemu dengan gadis kecilku. “Pak lagi?” omelnya lirih. Ah, iya lupa. Papa, itu yang sudah kami sepakati ketika Pak Banyu tahu aku hamil. Tapi kan mirip, ya? Bapak sama Papa, cuma beda huruf depannya saja. Namun, ya sudahlah … “Iya, deh, iya … Papa, Una mana?” Aku mengulangi pertanyaan. “Kamu makan dulu, ya! Saya suapi.” Dia malah mengambil mangkuk berisi bubur yang sudah tersedia di sana dan tak menjawabku. Bi Sesa yang menyiapkannya sepertinya. “Tadi suruh nanya pake Papa, sudah ditanya pun gak dijawab pula.” Aku merajuk sambil membuang muka. Kudengar helaan napas Pak Banyu. Lalu dia memalingkan mukaku agar menghadapnya. “Saya cuma tak mau kamu sedih, Nda.” Mimiknya tampak serius. Dia pun sudah mulai membiasakan mem
Magbasa pa
Bab 52
Pov Banyu“Banyu, pikirkan caranya? Kita gak boleh membiarkan Aluna ikut dengan Misye!” Mama menatapku. Kami berdiri di lorong rumah sakit karena Jingga masih dirawat di dalam, kandungannya lemah.“Hanya saja, umur Aluna masih di bawah 12 tahun.” Aku bergumam seolah bicara pada diri sendiri. “Ya, Mama tahu. Kita satu poin kalah dari Misye. Namun, Mama yakin … masih ada jalan lain.” Mama tampak berpikir. Aku juga terdiam dan merenung.“Pergilah, temui pengacara, Banyu! Lakukan apapun agar hak asuh itu tak akan jatuh padanya. Andai dia Ibu yang baik, Mama juga gak akan sekhawatir ini. Hanya saja … sepertinya, dia hanya menjadikan Aluna sebagai alat. Mungkin dia baru sadar setelah kamu yang memberikan Jingga mahar satu milyar itu. Dia sadar, kamu adalah pohon uang.”“Oke, Ma. Setelah Jingga keluar dari sini. Akan kutemui pengacara.” “Tidak, Banyu. Pergillah sekarang! Waktu kita tak banyak. Misye itu licik dan satu lagi, dia pandai melihat peluang!” “Baik, Ma! Aku pergi! Tolong jaga Ji
Magbasa pa
Bab 53
Pov MisyeAluna, dia memang putriku. Bahkan kegemarannya ternyata sama sepertiku. Dia suka musik, dia juga pintar seperti hmmm … Mas Banyu. Aku akui, otak Mas Banyu lebih dari pada aku, hanya saja sayang, kadang dia terlalu lurus. Masih terbayang ekspresi Aluna ketika kuajak jalan-jalan dan kujanjikan banyak hal. “Wah jadi nanti Una bisa masuk tivi, Ma?” Bola matanya berbinar. “Tentu! Selama kamu mau tinggal bareng Mama.” Aku mengusap rambutnya. Aluna rupanya cukup mandiri dan memang sangat tidak merepotkan. Dalam hal ini, aku cukup berterima kasih pada Mas Banyu dan Nenek Tua itu. Rupanya dia menjagakan putriku dengan baik. “Wah Una boleh main games terus sama yutub, Mama?” Sepasang matanya berbinar. “Tentu!” “Horeee! Kalau ada Unda, pasti gak boleh. Cuma boleh dipinjaim HP sebentar sama Unda atau Oma. Nanti disimpan lagi.” “Kasihannya anak Mama. Kalau sama Mama, boleh banget, Sayang. Nanti Mama beliin HP khusus buat Una. Jadi kalau Una mau maen games dan nonton yutub, Una bisa
Magbasa pa
Bab 54
“Gimana keadaannya? Apa dia dirawat dengan baik?” Kudengar suara Bu Fera menjeda. Dia tengah duduk di teras rumah sambil menikmati satu cangkir teh kamomil yang aku buat. Sesekali helaan napas panjangnya kudengar. “Syukurlah … tolong awasi terus, ya, Bi!” Kudengar lagi dia bicara. Suaranya terdengar berat. Kutahu ada kerinduan di sana. Ya, aku paham. Dia pasti sangat merindukan Aluna. “Ya sudah, saya tutup dulu!” Dia sepertinya sudah mengakhiri panggilannya. Lekas aku mendekat dan tersenyum padanya. “Jingga?” Bu Fera menoleh padaku dan tersenyum. Selalu saja begitu. Di depanku tak pernah sedikitpun dia mengeluh. Bahkan kunilai dia selalu bersikap tegar. “Aku mau pamit dulu, Ma. Mau periksa kandungan.” Aku tersenyum padanya. “Sama Banyu?” tanyanya. Aku menggeleng. Setahuku Pak Banyu masih sangat sibuk berkutat dengan pekerjaan. “Naik mobil online saja, Ma.” “Kalau gitu, biar Mama anter.” Dia langsung bangun, lalu pergi ke dalam. Tak lama, dia kembali dengan kunci mobil dan tas ke
Magbasa pa
Bab 55
Kepalaku masih terasa berat. Perlahan kubuka mata dan memperhatikan sekitar. Ini bukan di rumah. “Alhamdulilah … akhirnya Mama sadar.” Suara lembut itu. Kumenoleh ke sebelah kanan, rupanya Jingga yang barusan bicara. Dia berjalan mendekat dan menyimpan botol air mineral yang tadi dia pegang ke atas meja kecil. “Kamu sendirian bawa Mama ke sini?” “Sama Pak Banyu, Ma.” “Oh sama Banyu, ya? Mana dia?” Aku mengedarkan pandangan.“Urus administrasi, Ma.” Aku menjawab cepat. “Oh ya sudah … ngomong-ngomong … masih saja nyebut Bapak sama suami kamu?” Aku terkekeh. Menantuku ini lucu sekali. “Ahm itu, biasanya Papa.” Dia menggaruk tengkuk sambil nyengir kuda.“Sini, Jingga. Mama mau bicara.” Aku mengisyaratkan dia untuk mendekat.“Iya, Ma.” Dia pun duduk di sampingku.“Cobalah cari panggilan yang mesra. Banyu belum terlalu tua untuk kamu panggil Aa, Akang, Mas atau Abang. Mama dulu sama almarhum Papa kamu, kalau tak ada anak di depan kami masih manggil Mas, tuh. Meskipun menurut sebagian
Magbasa pa
Bab 56
Pov 3 Banyu meremas kertas yang ada di depannya ketika hasil sidang dikeluarkan pengadilan. Rasa sakit dan kesal menjalar. Bagaimanapun memang usahanya hanya membuahkan hasil tipis. Dari alat penyadap yang dipasang di mobil Misye, tak ada sedikit pun petunjuk terkait kegiatan yang dia tuduhkan. Begitupun dari pantauan Bi Sesa yang sengaja dikirimnya untuk mengawasi Misye. Banyu hanya memiliki sedikit bukti foto-foto lama Misye dari Alea. Bukti yang tak terlalu menguatkan. Di mana mereka tampak terlibat dalam sebuah club dan tengah pesta minuman. “Maaf Pak Banyu. Saya sudah berusaha maksimal. Hanya saja ini semua sudah keputusan hakim. Namun, tenang saja … jika suatu saat terbukti mantan istri Anda berbuat buruk, kita bisa mengambil alih hak asuh itu lagi,” jelas Pak Roy. Banyu hanya meliriknya dingin. Tak ada tanggapan. Benar-benar kecewa berat. Memang selama Bi Sesa mengikuti Aluna di sana. Dia bilang jika Misye tak pernah kelayapan, bahkan tak pernah pulang malam. Alat penyadap y
Magbasa pa
Bab 57
Tadinya memang enggan turun, malas bertemu dengan Bu Misye. Hanya saja … dari balik kaca jendela mobil kulihat pakaian perempuan itu, astaghfirulloh … bahkan aku yang perempuan saja malu melihatnya. Apalagi di depannya ada lelaki yang bukan mahramnya. Aku pun memutuskan untuk keluar dan berjalan mendekat. Wajah Pak Banyu tampak serius kulihat. “Jingga sudah jadi Ibu yang baik buat dia. Kalau kamu tak bisa merawatnya sendirian, kembalikan pada kami!”Obrolan sebelumnya aku tak mendengar dengan jelas. Namun pada kalimat tersebut, terdengar jelas di telinga. Pak Banyu tengah meminta Aluna.“Aku bisa saja sih balikin Aluna ke kalian, tapi ada syaratnya, Mas!” Kali ini Bu Misye bicara. Jarakku yang menyisakkan beberapa langkah lagi membuat obrolan mereka terdengar jelas. “Syarat? Apa syaratnya?” Pak Banyu menatap mantan istrinya itu sekilas. Lalu membuang pandang. Kulihat dia melihat ke ujung meja. Pakaian Bu Misye memang membuatku yang perempuan juga tak nyaman melihatnya, “Nikahi aku
Magbasa pa
Bab 58
Pov BanyuBell belum berdering ketika aku sudah rapi memasukkan laptop ke dalam tas. Lekas kutenteng. Meskipun sebetulnya tak baik mencontohkan pulang cepat pada karyawan. Namun, Jingga tengah menunggu untuk menjenguk putriku yang katanya sedang sakit. Misye itu kurang ajar sekali. Anak sakit pun sampai gak bilang. “Wah, baru saja saya mau minta tanda tangan!” Aku yang baru menarik pintu kaca menatap wajah Alea yang tampak kecewa. “Banyak gak?” Aku melirik berkas yang ada di tangannya. “Lumayan sih, Pak! Ini draft MOU juga sih, Pak.” Dia menunjukkan lembar-lembar yang ada di tangannya. Kulirik jam tangan. Sudah tak ada waktu lagi. Jingga pasti sudah menungguku dari tadi. “Simpan saja di meja saya.” Dia tampak sedikit merengut. Aku tak peduli. Jadwalku sudah tak bisa diganggu gugat lagi. Setibanya di rumah. Jingga sudah menunggu. Tak berlama-lama lagi, kami pun langsung menuju ke rumah Misye. Sepanjang perjalanan kulihat wajah cemasnya Jingga. Mungkin karena perempuan maennya pe
Magbasa pa
Bab 59
“Boleh aku sendiri yang masuk? Aku harus menemukan putriku!" Tanpa menunggu persetujuan. Aku menerobos masuk ke dalam rumah, diikuti Jingga. “Una! Una, Sayang! Ini Papa!” Kupanggil dengan suara lantang. “Una! Una! Ini Papa, Nak!” Aku terus-terus saja memekik seperti orang gila dan kesetanan. Kucari dia di ruang tengah, tapi tak ada. Kulirik mantan Ibu mertuaku yang tampak terkejut. Aku seperti orang lepas kendali. “Mana Aluna?!” Suaraku penuh penekanan. “Kamu tunggu sebentar. Ibu nanti panggilin dia. Tenang, dia ada, kok, Banyu.” “Bawa dia ke sini sekarang!” “Kalian tunggu di sini. Mama sendirian dari tadi. Papanya Misye lagi ketemuan dengan pengacara.” Aku bergeming, tak hendak menanggapi apapun. Namun, ketika langkahnya menjauh dariku. Aku dan Jingga mengekorinya. Rupanya dia menuju kamar paling belakang. Di sana setahuku tempat ART mereka dulu. Dia yang tak sadar diikuti, membuka pintu kamar itu yang dia kunci. Deg!Hati rasa terbentur godam. Tubuh kecil itu meringkuk di
Magbasa pa
Bab 60
Pov 3[Mas, tolong! Kamu masih bisa akses admin sosial media Mbak Misye ‘kan?] Pesan diterima oleh Huda. Nomor tersebut tak asing. Dia adalah manager Bu Misye yang dulu sempat menginterviewnya. Pertemuan secara virtual tersebut dikarenakan dengan dirinya yang melamar menjadi admin sosial media Misye. Dulu … sebelum akhirnya berubah kedudukan jadi mata-mata.[Saya akan coba. Sudah lama saya gak ngakses lagi, Mbak.] Huda menjawab pesan tersebut. [Tolong bentu lagi kerjakan sekarang, ya! Genting! Pantau akun-akun yang mungkin menandainya dengan kabar miring. Saya masih hectic. Masih cari ahli IT juga buat handel berita-berita yang mungkin berseliweran.] Huda tak paham, apa yang Mbak Vina maksudkan. Namun, tak urung juga dia lakukan. Dia tetap menurut dan mencoba mengakses akun official Misye yang memang beberapa waktu lalu dia pegang. Walaupun hatinya dipenuhi seribu tanya. Memangnya ada kejadian apa? “Kamu gak masuk lagi, Bestieee! Ya sudah deh, ya! Semoga lekas sembuh Alunanya.” Hu
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status