All Chapters of Menjadi Istri Bayangan Untuk Pria Konglomerat: Chapter 11 - Chapter 20
110 Chapters
11. Cerai
"Saya bercanda, Lova. Muka kamu tegang sekali." Tawa Ardhan meledak. "Berengsek sekali jika saya mengambil kesempatan dalam kesempitan."Lova menghela napas lega. Bagaimana pun juga, Lova tidak menikah dengan Ardhan untuk berperan sebagai seorang istri pada umumnya. Beruntung Ardhan orang yang baik dan pengertian."Lalu Mas mau ke mana?""Pulang. Kamu yang mendorong saya untuk membuat keputusan.""Jadi Mas mau menceraikan Mbak Tami?"Ardhan tersenyum. Lova benar. Baik dia dan Khatami tidak akan ada yang bahagia. Namun, Ardhan kasihan pada Lova. Dia terjebak di tempat yang tidak seharusnya dia berada.Ardhan mengusap lembut kepala Lova sebelum benar-benar pergi. "Semoga suatu hari nanti pernikahan kamu dilimpahi kebahagiaan, Lov."Pria itu sampai di rumah yang sudah dia huni selama tiga tahun belakangan. Entah sejak kapan atau mungkin Ardhan memang tidak pernah merasa pulang saat menginjakkan kaki di rumah ini. Sekarang dia justru lebih betah di apartemen.Pekerjanya yang membukakan pin
Read more
12. Pilihan Sulit
"Saya tidak ingin identitas istri saya yang kecelakaan dimuat di media mana pun.""Baik, Pak," ucap sekretaris Ardhan di seberang telepon.Ardhan khawatir kecelakaan Khatami bisa membawa pengaruh buruk untuk Nuraga Grup yang baru tersandung masalah serupa.Saat Ardhan sedang memasukkan ponsel ke celana yang belum sempat dia ganti sejak semalam, sudut matanya menemukan Lova dan sang mertua yang sudah kembali.Salma langsung ke ruang perawatan Khatami tanpa menegur atau menatapnya. Ardhan maklum."Dari mana?""Dari kantin, Mas. Mas Ardhan sudah sarapan?"Seingatnya belum. Namun, itu tidak penting."Apa Mama mengatakan sesuatu?"Lova mengangguk, lalu duduk."Boleh saya tahu apa saja yang Mama katakan?""Bu Salma ingin Mas Ardhan bertanggung jawab." Lova tidak mungkin mengatakan permintaan Salma."Saya di sini adalah bentuk pertanggungjawaban.""Bukan hanya soal kecelakaan Mbak Tami. Tapi, soal Mas Ardhan yang sudah menikahi Mbak Tami. Bu Salma tidak ingin Mas Ardhan mencampakkan Mbak Tami
Read more
13. Wanita Tidak Sempurna
"Mas, sudah!"Ardhan tidak berhenti menggelitik Lova sampai tubuhnya menggelinjang. Jeritan bercampur tawa memenuhi kamar ini.Ardhan baru menyudahi aksinya saat dia sadar jarak wajahnya dengan Lova terlampau dekat. Keduanya bahkan bisa merasakan embusan napas satu sama lain.Jeda yang Ardhan beri justru menciptakan keheningan. Netra cokelat madunya bertemu dengan milik Lova."Saya suka mata kamu," ucapnya sambil mengusap perlahan pelupuk mata Lova. Ardhan menilik setiap inci wajah Lova. Dia ingin merekam semua hal yang dia lihat dari perempuan di hadapannya.Tangan itu kemudian turun ke hidung, lalu berlabuh di bibir penuh Lova. Ardhan kembali mengusapnya. Hal itu membangunkan desir familiar dari dalam tubuh Ardhan. Padahal sejak tadi dia berusaha menahan diri. Namun, jarak sedekat ini membuat perasaan itu kian meledak-ledak."Saya juga suka ini."Didorong gelora yang tidak terbendung, Ardhan menyatukan bibir keduanya. Ardhan berharap Lova mendorongnya menjauh. Menampar jika bisa. Na
Read more
14. Kabar Baik
"Lova."Sayup-sayup Lova mendengar namanya dipanggil. Dia mengerjap. Perlu waktu untuk beradaptasi dengan cahaya. Hal yang pertama kali Lova lihat adalah langit-langit ruangan berwarna putih."Lova!"Lova mengenali suara ini. Suara milik Khatami. Sosok itu akhirnya muncul. Pipinya basah karena air mata.Lova pikir, Khatami menangis karena pertengkarannya dengan Sekar. Lova masih mengingat ucapan Khatami yang meminta Sekar menyalahkan Tuhan."Mbak Tami," panggilnya pelan sambil mengangkat tangan. Hanya ujung jarinya yang bisa menyentuh pipi Khatami. "Allah tidak akan memberi ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya."Khatami menggenggam tangan Lova erat. "Terima kasih," ucapnya.Lova tersenyum."Terima kasih banyak, Lov." Khatami mengulangi perkataannya."Iya, Mbak. Kita memang harus saling mengingatkan dalam kebaikan."Khatami menggeleng. Air matanya keluar semakin deras. Namun, dia tersenyum. "Kamu hamil, Lov.""Hng?" Lova berusaha mencerna ucapan Khatami."Iya, kamu hamil, Lova."Ham
Read more
15. Melarikan Diri
"Hng?"Entah kenapa Lova sulit bergerak. Seperti ada yang merengkuhnya. Setelah mendapatkan kesadaran, Lova menoleh. Dalam remang-remang, Lova menemukan wajah seseorang."Astagfirullah." Lova lekas berusaha melepaskan diri dari pelukan Ardhan."Seperti ini saja, Lova," gumam Ardhan."Kenapa Mas Ardhan di sini?""Memangnya kenapa?""Jangan bercanda, Mas. Bagaimana kalau Mbak Tami ke sini?""Tami sudah tidur. Semua orang sudah tidur.""Tetap saja."Ardhan akhirnya membuka mata. "Saya ingin berdekatan dengan calon anak saya," ucap Ardhan sambil mengelus perut Lova. Jari-jarinya menari di atas kulit Lova."Mas, geli." Lova berusaha menyingkirkan tangan Ardhan.Ardhan berhenti. "Dia sudah satu bulan ada di sini.""Dihitung sejak aku selesai menstruasi.""Ah, berarti saat kita melakukannya yang kedua kali. Saat kamu memakai lingerie hitam itu."Wajah Lova memanas. "Tidak perlu diingatkan.""Sayangnya saya teringat malam itu terus.""Sudah ah. Aku mau tidur. Mas kembali ke kamar sana."Ardha
Read more
16. Melarikan Diri II
"Jangan berpikiran buruk," tutur Ardhan."Aku tidak bermaksud berpikirkan buruk, Mas. Aku hanya ingin memastikan. Karena jika Mbak Tami dan Mas Ardhan tidak menyayanginya, aku yang akan merawatnya."Ardhan menunduk untuk mencium perut Lova. "Dia darah daging saya. Selamanya akan tetap seperti itu."Lova tersenyum lega. "Syukurlah."Ponsel Ardhan bergetar. Ada satu panggilan masuk dari Khatami. Ardhan ingin mengabaikannya. Namun, tatapan Lova menusuk. Seolah-olah menyuruh Ardhan mengangkat telepon itu."Iya. Ada apa?" tanya Ardhan datar.[Kamu bawa Lova ke mana?]"Ke tempat yang aman."[Di mana?]Ardhan malas menjelaskan. "Pokoknya aman dari keributan yang kamu dan Mama ciptakan."Khatami belum tahu soal penyewa apartemen yang sudah pindah. Ardhan belum mengatakannya. Belum sempat. Atau mungkin, Ardhan memang tidak ingin memberi tahunya. Lumayan. Unit ini bisa Ardhan jadikan tempat bersembunyi.[Mama tidak mau pulang tuh.]"Ya sudah. Biarkan saja," jawab Ardhan cuek.[Kok begitu sih, M
Read more
17. Cemburu
"Ya ampun, Tami. Kamu menyedihkan sekali," ucap Sekar. "Kamu membohongi semua orang soal kehamilan palsumu itu."Khatami menoleh Sekar. Perempuan tua itu belum pulang juga. Kehadirannya di sini memang ingin mencari gara-gara."Terus kenapa Mama tadi diam saja? Kenapa Mama tidak memberi tahu teman-temanku kebenarannya?" Khatami menantang.Dia melanjutkan, "Itu karena Mama takut Mas Ardhan jadi gunjingan kan? Mama khawatir rumor tersebar di perusahaan kan? Ya sudah. Diam saja kenapa! Apa Mama tidak capek nyinyir terus?"Sekar berdecak. "Kamu itu memang paling pintar kalau mendebat Mama."Khatami menghela napas lelah. "Mama kenapa sih tidak pulang-pulang? Mas Ardhan jadi harus mengungsikan Lova.""Kamu berani mengusir Mama?" Sekar melotot.Khatami tertawa. "Kenapa tidak?""Sudah. Sudah."Indira, adik perempuan Ardhan datang bersama Theo dan Bella. Kedua bocah itu langsung menyerbu neneknya. Mereka mengajak Sekar melihat ikan di belakang."Apa kabar, Mbak Tami?" Indira menyapa ramah."Aku
Read more
18. Keinginan Terbesar
"Dari mana kamu tahu kita ada di sini?" Ardhan yang sedang bad mood bertanya ketus. Dia meminta Bu Mar merahasiakan keberadaannya."Ada deh," jawab Khatami."Kamu masih pincang seperti itu. Seharusnya istirahat saja."Khatami tersenyum mengejek. "Perhatian, atau ingin mengusirku karena tidak ingin diganggu?"Drama dimulai. Ardhan membatin."Saya membawa Lova ke sini karena ingin menyelamatkannya dari keributan. Sekarang kamu menyusul, dan ingin menciptakan keributan itu.""Ya itu karena kamu tidak langsung membawa Lova pulang padahal Mama sudah tidak ada di rumah. Dan, satu lagi. Tadi kamu ke mana saja? Keliling tidak jelas."Ardhan mengernyit. "Kamu menyuruh orang lain membuntuti saya, atau melacak saya?""Tidak penting yang mana.""Kamu tidak menghargai privasi saya.""Privasi apa? Kita sudah menikah. Tidak ada itu istilah privasi. Terus, ke mana penyewa unit ini? Kenapa kalian ada di sini?"Lova menghela napas. "Mbak, Mas. Sudah ya. Kita pulang saja sekarang.""Sebentar, Lova. Urus
Read more
19. Tamu Tak Diundang
"Aku pengin hamil." Khatami mengulangi ucapannya sambil memukuli perut.Ardhan yang melihat itu tidak tinggal diam. Dia menahan kedua tangan Khatami. "Kehamilan itu bukan kehendak kita, Tami."Khatami memberontak. "Terus kenapa harus aku? Di luar sana yang tidak mau punya anak justru punya anak.""Itulah ujiannya. Dan di setiap ujian, pasti mengandung hikmah.""Aku maunya mengandung anak! Bukan hikmah!"Ardhan menarik Khatami agar duduk. Pria itu lantas memeluk istrinya. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ardhan membiarkan Khatami menangis sampai tenang, meskipun harus mengikhlaskan kemejanya basah oleh ingus dan air mata.Ardhan jadi merasa bersalah karena sempat berburuk sangka kepada Khatami. Khatami ternyata sama terlukanya."Mas," panggil Khatami dengan suara parau."Ya?""Tetap seperti ini. Jangan lepaskan aku."Ardhan mengernyit. Dasar modus! Mencari kesempatan dalam kesempitan. Tapi ya sudahlah. Daripada Khatami menangis lagi. Meskipun Ardhan tidak mencintainya, Ardhan tetap t
Read more
20. Kemarahan Ardhan
"ARDHAN! HENTIKAN! KAMU APA-APAAN!"Sekar langsung berteriak saat melihat putra pertamanya sedang membuat putra bungsunya babak belur. Perempuan paruh baya itu berlari dan menjadi pemisah di antara keduanya. Lebih tepatnya, menjadi tameng Rafael."Rafael yang apa-apaan, Ma. Dia pergi ke rumah saya hanya untuk menganggu Lova.""Aku cuma mau kenalan. Apa salahnya?"Ardhan mencengkeram kaus yang dipakai Rafael. "Kamu masih bertanya di mana letak kesalahan kamu setelah kamu mengatakan hal semenjijikan itu? Mau saya laporkan ke polisi kamu?""ARDHAN!" Sekar melepas cekalan Ardhan. "Apa sih yang kamu bicarakan? Hal menjijikan apa yang dikatakan Ael?""Dia bertanya berapa Lova dibayar dan bersedia membayar Lova pakai dollar. Dia juga memojokkan Lova ke pilar. Dia mengatakan ingin berduaan dengan Lova."Ardhan menjeda ucapannya. Dia menatap tajam Rafael tepat di matanya karena tinggi mereka sama. "Dia bilang kalau dia jago di ra
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status