Semua Bab TAK INGIN BERCERAI: Bab 21 - Bab 30
120 Bab
Membujuk Mas Galih
“Astaghfirullah, aku harus gimana ya Allah…” aku terduduk di tepi ranjang sambil mengelus dada.Setelah sedikit tenang, aku pergi ke dapur untuk mengambil minum. Disana juga ada Ibu yang sedang memasak air untuk mengisi termos panas.“Nak, gimana kelanjutan hubungan kamu sama Galih?” lirih Ibu.Setelah menenggak satu gelas air putih, aku duduk bersama Ibu di meja makan, sementara Bapak belum pulang dari surau.“Kamu belum urus perceraian kamu?” tanya Ibu dengan wajah sendunya.“Kayaknya Murti batalin aja, Bu,” jawabku.“Kamu yakin? Apa kamu nanti baik-baik aja? Ibu khawatir, Nak. Ibu pengen kamu tuh bahagia.” Mata Ibu mulai berkaca-kaca.Hal yang paling kubenci adalah melihat Ibu bersedih, apalagi penyebabnya adalah aku sendiri.“Bu, insya Allah Murti baik-baik aja, seperti dikatakan Papa kemarin, Mas Galih masih membutuhkan Murti,” ucapku memberi pengertian.“Jadi kamu akan biarin dia selingkuh dan buat diri kamu menderita terus?” gerutu Ibu.“Gak, Bu. Entah kenapa Murti yakin, sebe
Baca selengkapnya
Lisa Si Benalu
"Ya udah, kalau gitu abis ini kita pulang ke rumah ya, Mas!" ajakku.Mas Galih mengangguk, setuju dengan ajakanku.Lisa tampak keberatan dengan keputusan Mas Galih, namun siapa dia mampu membujuk suamiku. Hanya karena bisa menjual nama Mama mertuaku, bukan berarti dia bisa seenaknya.***Setelah sarapan, sekitar pukul 10.00 pagi, aku membawa Mas Galih kembali ke rumah kami, naik taksi, tapi sebelum itu aku ke rumah Ibu dulu untuk mengambil barang-barang sekaligus berpamitan.“Mur.. kamu yakin akan kembali kesana bersama Galih?” ekspresi cemas wanita yang melahirkanku itu terukir jelas di wajahnya.“Insya Allah, Bu. Doain Murti kuat ya,” jawabku sambil mengenggam tangannya.“Kamu jaga keutuhan rumah tangga kamu dengan baik!” seru Bapak.“Baik, Pak.” Aku menjawab sambil mencium tangan kedua orang tuaku dengan takzim.Setelah berpamitan, aku kembali ke rumah. Mas Galih tersenyum di sampingku. Ingin rasanya aku bertanya apa yang sedang terjadi antara dia, Winda dan Lisa. Tapi nanti saja,
Baca selengkapnya
KENYATAAN PAHIT
“Apa-apaan kalian…!!!” raungku.Emosiku memuncak sudah, aku menghampiri Lisa dan melayangkan sebuah tamparan keras ke pipi mulusnya.Gadis itu menyeringai sambil menyeka darah yang yang sedikit keluar dari sudut bibirnya. Sama sekali tak terlihat merasa bersalah, aku malah melihatnya tersenyum sinis.“Mur… apa-apan sih, kamu!” hardik Mas Galih.“Kamu mau bela dia? Abis itu kamu mau usir aku lagi? Atau kamu mau balas menamparku? Silahkan, Mas! Tampar aku!!!!” aku berteriak, amarahku telah sampai di puncak ubun-ubun.“Lisa! Masuk kamar!” perintah Mas Galih.Gadis itu menuruti ucapan suamiku, bergerak melewatiku, dan sengaja menyenggol bahuku.“Mas, sebenarnya aku ini kamu anggap apa? Aku masih istrimu atau gak? Aku mohon kejelasan untuk semua ini, Mas. Kenapa kamu perlakukan aku kayak gini!” tangisku pecah, sesak di dada tak dapat kutahan. Aku menangis sejadi-jadinya.Mas Galih memelukku, mengusap punggungku lembut lalu menuntunku untuk duduk diatas kursi taman.Dia hanya menatapku ya
Baca selengkapnya
SATU PERSATU TERJAWAB
“Jadi.. kamu membohongiku! Kamu bilang aku yang menghamilimu!” Mas Galih tiba-tiba muncul, membuat aku dan Lisa kompak terperanjat dan menoleh padanya.“Mas Galih…” ucapku.“Pak Galih…” Lisa pun refleks memanggilnya.“Sejak kapan Mas disitu?” aku bangkit lalu menghampirinya.“Kau… hamil anak Papa?” suara Mas Galih bergetar, dia menepis tanganku yang menyentuh lengannya.“Pak.. maafkan saya…” suara isakan Lisa terdengar menyayat hati.“Aku harus telepon Papa!” tangan Mas Galih bergetar meraih benda pipih miliknya.“Pak! Jangan… saya mohon! Kalau Bu Retno tau, saya bisa dibunuh…” Lisa memohon sambil berlutut di kaki Mas Galih.“Kau sudah mempermainkanku, aku memang suka padamu, tapi aku ingat betul bahwa aku tidak pernah tidur denganmu!” hardik Mas Galih.“Iya.. Pak! Saya lakukan itu karena terpaksa. Saat itu, ketika Bapak sedang mabuk dalam ruang kerja, saya mengambil kesempatan untuk pura-pura tidur di samping Bapak. Saya hanya ingin anak ini mempunyai Ayah, jangan laporkan pada Pak
Baca selengkapnya
KEPUTUSASAAN
“Mur.. bisa bicara sebentar?” suara khas Pak Dodi membuatku menghentikan langkah.“Ada apa, Pak Dod?” tanyaku.“Mur.. kamu masih marah sama saya?”“Marah kenapa?” aku mengernyit.“Yang di taman waktu itu…”“Sudahlah, Pak Dod. Gak ada yang perlu dibahas, saya permisi dulu,” ucapku sambil meneruskan langkah keluar ruangan.“Mur, sebenarnya saya….”Aku membalik badan, “bapak mau ngomong apa? Saya buru-buru, Pak.”“Saya sebenarnya ingin balikan dengan Winda, kamu bisa bantu saya?”“Saya sendiri gak punya solusi untuk membuat suami saya menjauhi dia, Pak, bagaimana saya bisa membantu bapak?” ucapku kesal.“Dia melakukan itu terpaksa, Mur.” Terlihat dari raut wajahnya, bahwa dia tidak berbohong, pria yang biasanya ceria itu kini mamasang wajah yang sangat serius. Tapi sekali lagi, aku tidak bisa percaya pada siapapun.“Terpaksa karena apa? Terpaksa harus menghancurkan rumah tanggaku?” ucapku ketus.“Benar, dia memang terpaksa membuat rumah tanggamu hancur, kalau tidak dia bisa mati..” sua
Baca selengkapnya
KEPERGIAN LISA
“Lisa.. buka pintunya!” teriakku.Tak ada jawaban, ku intip lubang kunci, ternyata dia mengunci pintu dari dalam. Membuatku semakin panik.“Lisaaa!!” aku memanggilnya sekali lagi sambil menggedor pintu kamar.Masih tak ada jawaban, aku keluar dan mencoba mengintip keadaan dalam kamar dari jendela. Sialnya, dia juga mengunci jendela dan menutup tirainya.“Apa aku telpon polisi saja? Kalau kasih tau Mas Galih akan percuma,” gumamku.Dering telpon mengejutkanku, nama Mas Galih tertera pada layar.“Halo, Mas.”“Mur, kamu di rumah kan? Buatkan bubur jagung dong!” pintanya.“Mas lagi pengen bubur jagung?” tanyaku heran.“Bukan, Winda lagi ngidam bubur jagung yang di masak di rumah, kalau beli dia gak mau,” ujar Mas Galih dengan entengnya.“Mas! Ini bukan waktunya memikirkan ngidamnya si Winda, jangan pulang ke rumah kalau kamu gak mau dapat masalah!” aku menghardik cukup keras. Bisa-bisanya dia memikirkan Winda sedangkan aku di rumah sedang pusing mikirin Lisa.Segera aku menelepon polisi u
Baca selengkapnya
Dibalik Kewibawaan Papa
“Arrggghhhh….” Aku mengacak rambutku hingga berantakan. “Kamu kenapa, Mur? Ini ada apa? Kenapa banyak garis polisi disini?” suara Papaku membuat jantungku yang tadinya bedegup normal kini berdetak seakan ingin lompat dari posisinya. “Pa-papa… sejak kapan papa sampai?” aku tergagap, entah kenapa aku merasa ngeri melihat pria paruh baya yang selama ini aku anggap baik dan teduh. “Barusan, Papa mampir karena kebetulan lewat, Galih mana?” “Belum pulang, Pa,” jawabku. “Ini ada apa, Mur? Coba jelaskan!” dari raut wajahnya sepertinya Papa benar-benar gelisah. “Li-Lisa…. Ditemukan tewas dalam kamar, Pa.” aku menjelaskan dengan suara gemetar. “Lisa? Gadis yang menjadi sekretaris Galih? Kenapa bisa?” papa menghunjani pertanyaan-pertanyaan seolah dia tidak tahu apa-apa. Aku hanya menggelengkan kepala, tak mampu menjawab dengan kata. Karena puncak kehancuran hidup Lisa ada pada pria yang saat ini duduk berhadapan denganku. “Lebih baik kamu pindah dari rumah ini, kamu dan Galih bisa tingga
Baca selengkapnya
ANCAMAN MASA LALU
“Apa ini ada kaitannya dengan Winda dan Pak Dodi?” aku hanya asal menuduh, tapi ucapanku itu sukses membuat Mas Galih bangkit dan melotot kearahku.“Murti.. sebaiknya kamu gak usah ikut campur urusan Lisa, kamu hanya perlu diam dan tak usah bicara.”Suamiku menggeram, menggertakkan giginya. Aku mundur satu langkah saat Mas Galih mendekatiku dengan ekspresi menyeramkan. Kenapa dia harus marah?“Kenapa, Mas? Kamu tahu sesuatu kan? Apa ini semua ulahmu? Kamu berencana membunuh Lisa?!”Plak!Satu tamparan lolos di pipiku, Mas Galih belum berubah. Dia masih seperti ini. Dia masih sanggup memukulku, dan masih juga membela Winda.“Kamu berubah, Mur. Sekarang kamu sudah berani melawanku dan berkata sangat lancang!” cibirnya.“Aku gak ngerti sama kamu, kenapa kamu harus marah. Baiklah, Mas. Aku akan ikuti permainanmu. Tapi ingat, sebaik apapun kamu menyimpan bangkai, baunya pasti akan tercium juga.”Aku meninggalkan Mas Galih yang sedang diselimuti emosi. Sikapnya membuatku semakin penasara
Baca selengkapnya
BERTEMU WINDA
“Langsung saja, aku malas berbasa basi denganmu,” ucapku.“Minum dulu dong!” dia menawarkan minuman yang sudah dipesannya sambil tersenyum.“Gak perlu, aku pesen sendiri aja.” Aku melambaikan tangan memanggil pelayan.Winda tersenyum sinis, dia terlihat kecewa minuman yang dia tawarkan kutolak. Tentu saja aku tak semudah itu menerima apapun darinya, bisa saja dia telah memberi racun? Aku hanya tak bisa percaya kepada siapapun lagi saat ini.“Jangan jutek-jutek, nanti suamimu pergi..” ledeknya.“Kalau tidak ada yang ingin kau bicarakan, lebih baik aku pergi! Aku malas berbasa basi denganmu, jangan buang waktuku yang berharga!” ucapku tegas.“Kenapa terburu-buru sekali, jarang-jarang kita bisa duduk bersama seperti ini, santai saja..” wanita itu berujar lalu meminum es teh di depannya.“Baiklah, aku pergi!” aku bangkit dari dudukku, benar-benar muak melihat wajahnya.“Bantu aku!” suara wanita itu sedikit meninggi ketika aku akan beranjak pergi. Aku pun membalikkan badan dan duduk kembal
Baca selengkapnya
HATI BERGETAR
“Arya akan melakukan berbagai cara termasuk hal yang tak logis, aku sendiri telah menjadi korbannya,” mata Winda mulai bekaca-kaca.“Korban Arya? Kamu diapain?” tanyaku.“Gini deh, aku gak bisa cerita secara keseluruhan, intinya, dia pakai dukun!” bisik Winda.Aku menarik napas kasar, aku merasa wanita ini mempermainkanku. Atau dia sedang mengulur waktu untuk seuatu hal yang akan terjadi lagi.Brak!Aku memukul meja cukup keras sampai orang-orang di sekitar menoleh ke meja kami. Winda mengerjap kaget, dia mengusap dadanya.“Aku dari tadi masih sabar dengerin kamu ngoceh, tapi omonganmu sama sekali gak ada yang masuk diakal aku sebagai orang waras!” hardikku.Winda terlihat santai, memasang wajah datar dan serius.“Kamu gak akan bisa mencerna ucapanku kalau cara kamu menanggapi pakai emosi, aku tau kamu sangat membenciku, tapi kamu harus percaya setidaknya satu persen saja, karena suatu hari kamu bakalan buktiin ini sendiri, aku cuma kasih kamu kisi-kisinya doang kamu udah marah banget
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status