All Chapters of Lebih baik janda, daripada menderita!: Chapter 11 - Chapter 20
67 Chapters
11. Pembukaan Resto baru
Tak terasa sudah satu Minggu waktu berlalu sejak grend opening restoran ini. Jenggalu Resto namanya, karena terletak di Jl. Jenggalu. Suasana resto saat ini begitu ramai, membuat aku sangat bahagia, atas respon dan antusias para pengunjung yang tak henti-hentinya datang ke restoran ini.Semoga saja menjadi berkah untuk keluarga kecilku. Semoga pengorbananku membangun resto ini nanti, hingga jauh dari anakku dan meninggalkannya bersama ibu tidak akan sia-sia. Aku yakin selalu ada pelangi habis terang, dan untuk Mas Dito, aku tidak tahu kabarnya dan tidak mau tahu.Semoga saja ia bisa hidup bahagia dengan keluarganya, agar tidak mengganggu hidupku dan Naira nantinya. Aku masih asik berkutat dengan kuali dan kompor, karena resto ini masih baru, dan semua karyawan tentunya belum pada paham. Jadi akulah yang harus turun tangan langsung ke dapur untuk menyiapkan masakan. Walaupun badanku terasa lelah, tapi aku ikhlas demi masa depan anakku nanti. Beberapa menu sudah kusiapkan dengan cepa
Read more
12. Hilangnya cahaya yang diharapkan.
Dengan kecepatan sedang aku mengendarai mobilku membelah keramaian kota, menuju rumah sakit Ibu dan Anak. Beberapa menit yang lalu, Mama meneleponku dan mengatakan, jika Retno mengalami kontraksi lebih cepat dari perkiraan dokter. Sesampainya mobilku di parkiran rumah sakit, aku memarkirkan mobilku lalu turun dengan cepat dari mobil, melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa. Aku sudah tidak sabar menyambut kehadiran bayi laki-lakiku ke dunia ini. Aku yakin kali ini aku akan mendapatkan bayi laki-laki, karena beberapa kali USG, dokternya selalu mengatakan jika bayi kami laki-laki. Sungguh aku sangat bahagia mendengarnya.Setelah mendapat informasi dari resepsionis, aku langsung menuju tempat di mana Retno ditangani oleh dokter, dari kejauhan aku melihat Mama dan Mbak Rini sedang duduk dengan gelisah di depan sebuah ruangan. Melihat dari raut wajahnya, sepertinya bayi lelakiku belum lahir."Ma, Mbak, bagaimana keadaan Retno? Apa bayiku sudah lahir?" tanyaku tak sabar.Mama dan Mbak Rin
Read more
13. Harapan yang pupus.
🍀🍀🍀🍀🍀"Mas, maafkan aku. Maafkan aku!" pinta Retno dengan air mata yang tak henti terurai. Rasa penyesalan itu bergelayut di dadanya. Sunggu menyesakkan dada. Tubuhnya gemetar dengan raut wajah emmohon belas kasihan.Aku menemuinya setelah beberapa saat ia sadar dan emosinya sedikit membaik. Entah sudah berapa kali wanita ini tak sadarkan diri. Saat mengetahui putra kami meninggal, wanita itu mengamuk dan berteriak histeris. Menunjuk-nunjuk wajah Mbak Rini dengan garang.Seakan semuanya adalah salah wanita itu. Entah ala yang sebenarnya terjadi diantara mereka. Selaam ini mereka berdua selalu nerusaha tampak akur.Di ruangan ini hanya ada kami berempat, aku, Retno, Mama, dan Mbak Rini. Suasana tegang, bahkan dinginnya AC di ruangan ini membuat pelipis kedua wanita itu banjir dengan keringat dingin. "Katakan padaku, sebenarnya apa yang terjadi?" tanyaku padanya. Mulai menyelidik. Aku memperhatikan wajah Retno dan Mbak Rini secara bergantian. Aku merasa seperti ada sesuatu yang
Read more
14. Kekacauan yang tercipta
"Tidak! Jangan laporkan Mbak pada polisi, Dito! Jangan ..." Mbak Rini langsung berlutut di kakiku. Ia memeluk kakiku erat seraya memohon, tak kupedulikan isak tangisnya yang terdengar pilu menyayat hati. Aku tahu dia takut dan merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada calon anakku. Tapi rasa bersalahnya tak mampu mengobati kepedihanku yang kehilangan buah hati. Sungguh tega ia melukai bayiku yang masih berada di dalam kandungan. Bayi yang aku harapkan kehadirannya dengan sepenuh hati."Itu memang pantas Mbak dapatkan! Tega sekali Mbak melakukan hal keji itu pada anak dan istriku!" Aku menyentak kakiku kasar, mendorong tubuh wanita itu menjauh dariku. Hingga dia terjerembak ke belakang. Masih dalam keadaan terduduk di lantai, Mbak Rini kembali memohon padaku. "Mbak mohon, Dito. Kasihan anak-anak Mbak, jika Mbak kamu kirim ke penjara, siapa yang akan mengurus mereka? Mereka masih kecil-kecil. Mbak khilaf, Dito. Ini semua juga karena istrimu yang memprovokasi Mbak, jika tidak ...
Read more
15. Mencari pelampiasan
Setelah Mbak Rini dan Mama keluar, aku pun juga ikut melangkahkan kaki untuk pergi keluar. Dadaku terasa sesak dengan semua prahara yang terjadi. Aku butuh menghirup udara segar untuk menjernihkan pikiranku yang kusut saat ini. "Mas, Kamu mau ke mana? Mas tolong dengarkan aku dulu Mas!" teriak Retno.Aku menghentikan langkah kakiku, berbalik dan menatap tajam ke arahnya. "Apa lagi yang harus aku dengarkan, Retno? Menjaga anakku yang ada di dalam kandunganmu saja, kamu tidak becus! Tidak berguna!" sungutku padanya. Aku keluarkan juga uneg-uneg yang sedari tadi aku tahan agar tak meledak dan menyakiti hatinya. Namun setelah mendengar penjelasan dari Mbak Rini. Kebencianku padanya mulai terbit di hati ini."Tapi, Mas, ini semua bukan salahku, tapi salah kakak iparmu itu. Dia yang membuat anak kita ...," "Cukup Retno! Semua ini juga tidak akan terjadi jika kamu tidak membuat masalah sama Mbak Rini. Apa kamu mau aku usir juga seperti Mbak Rini, atau aku ceraikan seperti Indah?!" hardikk
Read more
16. Perasaan yang gamang.
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, perpisahan yang terjadi antara aku dan Mas Dito, tidak hanya menyisakan luka untukku tapi juga untuk Naira, putri kami.Setelah perceraian, atas bantuan Ibu dan Tuhan, aku bisa melalui hari-hari berat dalam hidupku ini, tapi tidak dengan putri kecilku.Setelah empat tahun, aku selalu berusaha menjadi Ayah serta Ibu yang terbaik untuk Naira. Namun ternyata, itu saja tidak cukup untuk Naira. Sempat terbesit dalam pikiranku untuk berumah tangga lagi, agar Naira bisa mendapatkan kasih sayang yang utuh seperti teman-temannya. Akan tetapi, rasa takut dan kecewa akan kegagalan berumah tangga itu kembali menghantuiku.Aku takut suatu hari nanti, suamiku akan meninggalkanku kembali, dengan alasan ketidak kesempurnaanku sebagai seorang wanita. Ketidakmampuanku memberikannya pelita hati."Bunda, mana ayah? Kenapa Naila tidak pelnah lihat ayah? Ayah Tasya setiap sole pulang ke lumah, kenapa ayah Naila tidak pelnah pulang ke lumah? Bunda, apa benal kata Tasy
Read more
17. Kegelisahan hati Indah
Setelah perbincangan dengan Ibu siang tadi, aku memutuskan untuk pergi. Hari libur yang seharusnya kuhabiskan dengan keluarga, tapi justru aku habiskan untuk mengurus resto. Aku butuh pelampiasan untuk meredakan kegelisahan hati ini. Melakukan apa saja yang dapat membuat aku sedikit melupakannya sejenak.Dengan langkah gontai, aku berjalan ke arah dapur. Aku langsung menggunakan apronku. fikiranku sekarang bercabang-cabang, antara di rumah dan resto. Sejak Naira menanyakan keberadaan tentang ayahnya, gadis kecilku itu menjadi sedikit pendiam dan murung. Makannya yang biasa lahap, sekarang menjadi enggan. Padahal menu yang kumasak adalah menu yang paling ia suka, ia tidak pernah makan sedikit saat aku memasakkan menu itu. Namun, kali ini ia berbeda.Aku menghela napas, dengan cepat membantu Dita menyiapkan makanan pesanan pengunjung. Biasanya hari Senin, seperti biasa resto tidak terlalu ramai dengan pengunjung, itu sebabnya aku selalu libur pada hari ini, agar pegawai yang lain tid
Read more
18. Sakitnya Naira.
Seperti biasa setiap jam makan siang, aku harus menyajikan makanan untuk Mas Arman, dan tempat yang ia pilih selalu di gazebo ini. Sudah hampir empat tahun waktu berlalu, selama itu pula aku selalu menemani ia setiap jam makan siang maupun makan malam.Menyiapkan dan melayaninya saat ia makan, terkadang aku berpikir, kenapa pria di hadapanku ini tidak menikah lagi saja. Agar ada yang meladeni dan melayaninya sebagai suami.Bukaannya hilir mudik dari kantor ke resto, toh ... Resto ini juga aku yang urus. Ia hanya sekedar memantau saja, apa harus di lakukan setiap hari seperti ini?"Sebenarnya ada masalah apa, Indah?" tanya Mas Arman. Aku menyodorkan piringnya yang sudah aku isi nasi dan lauk-pauk. Sepertinya lelaki ini masih belum puas jika tak mendapat jawaban dariku.Aku menautkan alis. "Maksud Mas, apa? Aku tidak mengerti." Pura-pura bodoh adalah senjata andalanku kini saat menghindari sesuatu. Mas Arman m
Read more
19. Maafkan Bunda, Nak!
Sesampainya kami di rumah sakit aku langsung berlari ke arah resepsionis, menanyakan di mana putriku di rawat. Setelah mendapatkan informasi, aku dan Mas Arman langsung berjalan menuju ruangan tersebut. Dari kejauhan aku melihat ibuku berbicara dengan seorang Dokter."Ibu, bagaimana dengan Naira?" tanyaku, sambil mengatur deru napasku yang tersengal-sengal karena jalan terlalu cepat, bahkan hampir bisa dikatakan setengah berlari."Apa kalian berdua adalah orang tua, Naira?" ujar dokter padaku, membuat aku menoleh ke arahnya.Bukannya Ibu yang menjawab pertanyaanku, justru Dokter yang mengenakan name tag Ibrahim itu yang justru bertanya balik padaku."Betul dok, saya Bundanya Naira. Bagaimana keadaan putri saya Dok?" tanyaku.Dokter Ibrahim menatap aku dan Mas Arman secara bergantian. "Sebenarnya putri kalian tidak sakit, tapi batinnya yang sakit," jawab dokter itu ambigu. Membuatku bingung, apa maksud dari perkataannya. "Maksud dokter?" "Maaf, sebe
Read more
20. Bertemu mantan
Aku keluar membiarkan Naira dan Mas Arman berdua di dalam. Melihat kondisi putriku yang berangsur membaik, membuat hatiku lega, aku memilih duduk di bangku panjang depan kamar inap Naira seorang diri, aku ingin menghirup udara sebentar sambil mengontrol gemuruh hati ini.Ada perasaan senang dan sedih yang bercampur menjadi satu, saat melihat Naira begitu dekat dengan Mas Arman.Di sini aku duduk sendiri, karena Ibu sudah pulang lebih dulu menggunakan taksi. Aku sempat menawarkan diri untuk mengantarkan, tapi, ibuku itu menolak. Ia bilang 'kasihan Naira, nanti gadis kecilku itu nyariin aku, jika ia melihat Mamanya tak ada'.Saat sedang duduk melamun seorang diri, aku melihat pintu kamar inap nomor dua di sebelah kananku terbuka. Degh.Aku langsung tersentak, dan berdiri saat melihat siapa yang keluar dari balik pintu itu."Retno?" ucapku tanpa sadar. Ingin rasanya aku memukul mulutku sendiri, yang tak sadar memanggil nama wanita itu. Walaupun pelan, tapi sepertinya telinga wanita it
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status