Airin tak berkedip. Ia memandang Mbak Giska sambil menggelengkan kepala. Ada satu hal yang ia tidak ketahui, bahwa hilangnya Mbak Giska memang sudah permainan kami. "Siapa kamu? Hanya mirip Giska, kan? Sepertinya tidak mungkin kalau .... " Airin berhenti berbicara, matanya berputar ke seluruh ruangan. Aku melihat ia beberapa kali membasahi bibir. Senyum pun aku layangkan dengan tangan yang masih melipat di atas dada. Ingin aku tertawa lepas, tapi konyol rasanya jika ia tengah kaget, tapi aku malah menertawakan. Ingat, membalas tidak harus mengikuti semua perbuatan jeleknya, kami hanya ingin membuat mereka menyesali atas segala perbuatannya. "Aku Giska, Airin, wanita yang ada di tengah kami berdua," tutur Mbak Giska sambil menengok ke arahku dengan senyum manisnya. Airin masih menggelengkan kepala, begitu juga dengan Mbok Tuti, orang yang memberikan obat supaya Mbak Giska tetap lumpuh dan bisu. "Nggak mungkin, kamu itu sudah bisu dan lumpuh, aku rasa ini bukan kamu, Giska," ucap A
Read more