All Chapters of Surat dari Pasien Rumah Sakit Jiwa : Chapter 31 - Chapter 40
83 Chapters
Bab 31. Dalang Sebenarnya
Perempuan itu membuka masker wajahnya perlahan dan betapa terkejutnya Anita saat melihat wajah di balik masker. "Mamanya Sendi?!!" Desis Anita kaget. "Anita, apa kabar?! Apa harus saya panggil calon mantu?" tanya Mama Sendi sambil menjawil dagu Anita."Hmmph ... hmmh ...." Hanya itu yang keluar dari mulut Anita yang terlakban. Anita menatap kearah mama Sendi dengan kesal lalu melirik ke arah Yulia yang masih pingsan. "Owh Baby. Maaf lupa. Lakbannya dibuka dulu ya biar kamu bisa ngomong," kata mama Sendi sambil melepas lakban Anita. "Aarghhh!" Anita menjerit tertahan saat benda lengket itu terlepas dari mulutnya. Rasa panas langsung menguat di area mulut, bawah hidung, dan dagu akibat lakban yang ditarik paksa. "Tolong! Tolong!"Anita menjerit sejadi-jadinya sambil meronta. Mungkin keberhasilannya minim untuk didengar oleh orang luar atau tetangga sekitar. Tapi setidaknya, Anita berharap Yulia segera sadar dari pingsannya.Mamanya Sendi tertawa terbahak. "Silakan saja kalau kam
Read more
Bab 32. Menyandera Dimas
Kamu adalah orang yang terakhir kubayangkan sebelum aku tidur dan orang yang pertama kali kuingat saat aku bangun tidur.***Flash back on :"Akhirnya kenyang juga habis makan," Roy mengusap perutnya setelah terisi dengan ayam goreng krispi dan nasi. Dia lalu berjalan ke arah wastafel dan mencuci piringnya sendiri. Roy menghela nafas. Rumah sebesar ini hanya dihuni oleh keluarganya dan satpam di depan rumah. Pikirannya melanglang buana ke beberapa tahun silam saat mamanya membawa asisten rumah tangga untuk membantu membersihkan rumah karena mamanya yang bekerja di rumah sakit sebagai apoteker. Tapi sayangnya, baru tiga bulan bekerja, bi Suti, asisten rumah tangganya menodai kepercayaan keluarga Roy dengan mengambil beberapa perhiasan dari laci kamar mamanya. Saat ditanya, bi Suti mengaku kalau dia terpaksa melakukannya karena anaknya sedang sakit, dan harus opname. Sementara saat itu dia seorang single parent. Roy begitu ingat saat itu, mamanya dengan besar hati mengantarkan bi Su
Read more
Bab 33. Pertemuan Dua Kubu
Flash back on :Romi sedang memeriksa keuangan pemasukan di kafe saat notifikasi pesan di ponselnya berbunyi. Dia segera membuka applikasi whatsappnya dan terkejut saat melihat foto Yulia dan Anita yang terikat. Bahkan Yulia dalam keadaan pingsan. Seketika jantung Romi berdebar lebih cepat.[Kutunggu kehadiranmu di pasar seorang diri dengan membawa setengah dari sertifikat sisa harta Dimas yang masih kamu simpan. Nanti ada yang memandumu untuk ke tempat Yulia disekap. Ingat! Datang sendiri. Kalau kamu menghubungi polisi, kupastikan Yulia dan Anita akan menjadi mayat cantik!]Lalu sebuah lokasi dikirim juga ke ponsel Romi.Astaga!!!Romi mengepalkan tangannya. Kurang ajar! Mereka telah menggunakan orang yang dia cintai untuk mengalahkannya. Benar-benar pengecut.Romi segera menelepon nomor Hp yang telah mengirimkan foto Yulia dan Anita. Pada dering ketiga, terdengar suara bariton laki-laki. "Halo, Romi!""Hei, bebaskan Yulia dan adiknya!" Seru Romi tanpa basa basi."Hahahaha. Tenang
Read more
Bab 34. Romi, I Love You
"Siapa yang tidak kenal dengan biang kerusuhan tahun yang lalu? Pelaku kerusuhan antar geng dan pemalakan di pasar tanah Abeng ibu kota? Akulah yang menggores pipinya!""Hahaha. Saya juga tidak akan pernah melupakan codet yang kamu berikan di pipi saya dengan semena-mena. Tidak menyangka kita akan bertemu di sini.""Hm, sudah jangan banyak omong. Mana Yulia dan Anita?!" tanya Roy dengan wajah menahan marah. "Wowowo. Sabar dong. Dari dulu kamu nggak pernah sabar ya. Termasuk saat menangani preman dan kerusuhan sampai membuat wajah saya yang tampan menjadi seperti ini. Dan sampai kapanpun saya tidak akan melupakan perbuatanmu!""Ehm. Sudah dulu nostalgianya. Bagaimana kalau sekarang saja kita bertukar sandera," kata Romi sambil meletakkan koper yang dibawanya ke atas meja kaca di hadapannya.Mang Codet membuka koper yang ada di hadapannya. "Riana, periksa ini!" Riana yang berdiri di belakang kursi ayahnya beranjak duduk di samping sang ayah lalu memeriksa satu persatu berkas yang ada
Read more
Bab 35. Komitmen
POV penulis"Bangunlah Sayang. Aku rindu padamu." Air mata Romi menetes membasahi tangan Yulia, dan tak lama kemudian, jemari Yulia yang digenggamnya bergerak perlahan. Dan disusul mata Yulia yang terbuka."Yulia!" Tanpa sadar Romi memeluk erat tubuh Yulia yang sedang terbaring di atas ranjang pasien."Rom, aku kira, aku akan mati.""Ssst, jangan bicara seperti itu Sayang. Kamu akan panjang umur dan kita akan membesarkan anak-anak kita bersama." Saking bahagianya Romi sampai mengatakan hal yang ada di hatinya.Yulia tersenyum. "Apaan sih kamu, Rom?"Romi membuka tangan Yulia dan meletakkan telapak tangan gadis yang dicintainya itu ke pipinya. "Itu sebuah ucapan dan doa dariku Sayang."Yulia menarik nafas panjang. Jantungnya mendadak berdebar kencang karena tangannya yang memegang pipi halus Romi. "Will you marry, me?" tanya Romi sekali lagi. Sebenarnya dia takut sekali ditolak oleh Yulia seperti yang pernah Yulia katakan saat mereka di gazebo dulu."Rom. Apa harus kujawab sekaran
Read more
bab 36. Penjahat yang Kecelakaan
*Kamu tahu nggak perbedaan antara kamu sama angkot? *Kalau angkot, ongkosnya ditentukan jauh dekat jarak yang ditempuh. Kalau kamu jauh dekat tetap ada di hati aku. *** "Halo, Mas Romi bisa ke rumah saya sekarang? Ini ada dua orang polisi yang sedang mencarimu dengan surat penangkapan kepemilikan senjata api ilegal." Romi menghela nafas. Baiklah, memang cepat atau lambat dia memang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya karena memiliki senjata api secara ilegal. "Halo Pak Jamal. Tentu saya akan ke rumah pak Jamal sekarang. Atau tunjukkan alamat rumah persembunyian saya pada polisi itu agar langsung menuju ke rumah saya." "Baiklah Mas Romi." Sambungan telepon pun diputus setelah pak Jamal mengucap salam. Romi pun segera memacu mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit. Saat di tengah jalan, ponselnya berbunyi nyaring. Romi melihat nomor yang tertera pada layar ponselnya. "Dari nomor tak dikenal?" gumamnya lirih. Tapi tak urung juga Romi menekan layar hijau dan mend
Read more
Bab 37. Penyergapan
*Apa bedanya kamu dan Hpku?*Kalau Hpku bisa menghubungkan antara aku dengan teman-teman dan keluargaku. Sementara kamu bisa menghubungkan antara aku dan anak-anak kita nanti. ***Kecelakaan lalu lintas yang terjadi langsung menyita perhatian pengguna jalan. Beberapa pengguna jalan berhenti. Beberapa dari mereka menelepon polisi. Ada pula yang menelepon ambulance. Romi yang sudah melaju terlebih dahulu terkejut dengan kecelakaan yang menimpa para pengejarnya. Dia tidak tahu rasa yang bermain dalam hatinya. Haruskah dia bahagia bahwa para pengejarnya tidak bisa lagi mengejarnya dan mencelakainya? Ataukan Romi harus ikut berduka dengan kecelakaan yang dialami para pengejarnya itu?Romi mendesah pelan. Sejenak bingung dengan apa yang harus diperbuatnya. Tapi Romi tetap melajukan mobilnya di jalan raya. Sebelum sempat memutuskan, ponsel di sakunya berdering. Romi segera menekan layar hijau di ponselnya, setelah tahu bahwa yang menelponnya adalah salah satu dari anak buahnya."Halo,
Read more
Bab 38. Kematian Mat Codet
Tahu nggak apa obatnya malarindu tropikangen?Tuh! Bodrex sun!**Sendi berpikir keras bagaimana caranya dia kabur dan memberitahu orang tuanya. Namun terlambat, kedua polisi itu sudah memborgol kedua tangan Sendi. Klik!Sendi ingin berteriak memperingatkan kedua orangtuanya tapi dia khawatir orang-orang justru akan menggebukinya kalau tahu dia adalah DPO dan begitu banyak aturan hukum yang dia langgar.Huft, Sendi tak punya banyak pilihan selain mengikuti polisi untuk masuk ke dalam mobil dengan tenang.Sendi pun dengan pasrah mengikuti perintah polisi. Tiga orang polisi dengan dipimpin oleh Ragil mengendap-endap ke rumah Mat Codet. Ragil mengetuk pintu. "Rumah ini sudah dikepung. Ikut kami dengan tenang. Buka pintu ini sekarang, atau kami dobrak!"Mat Codet kelimpungan dan dia mengarahkan telunjuknya ke arah hidung dan mulut. Memberi isyarat pada sang istri untuk tidak berisik. Dewi mengangguk dan Mat Codet menyelipkan pisau lipat ke saku celananya dan pistol ke pinggangnya la
Read more
Bab 39. Pertikaian dalam Penjara
*Mandi apa yang tidak basah?*Mandi-rikan rumah tangga denganmu. ***Yulia gelisah saat hendak pulang dari rumah sakit. Berkali-kali dia menghela nafas panjang."Kenapa Mbak? Lukanya masih sakit? Kalau masih sakit, lebih baik nggak keluar dari rumah sakit dulu? Tapi aku besok nggak bisa menemani Mbak, karena mau pulang ke Mako."Yulia memandang ke arah Roy. "Mbak sudah nggak sakit, Roy. Mbak cuma bingung mikirin Romi yang tiba-tiba ilang. Nggak bisa dihubungi. Sudah dua hari ini. Aku takut sesuatu terjadi pada Romi."Roy menghela nafas. Rasa di hatinya masih cenat cenut mengingat bukan dia yang dipilih oleh Yulia."Mbak, tenang dulu. Aku mau bilang sesuatu."Roy memegang punggung tangan Yulia. "Ada apa Roy? Kamu tahu sesuatu tentang Romi?" tanya Yulia harap-harap cemas. Roy mengangguk."Dia ada di tahanan sekarang."Mata Yulia membulat. "Sudah ditahan? Pasti dengan tuduhan kepemilikan senjata api ilegal ya?"Roy mengangguk. "Aku harus menjenguknya, Roy. Aku ingin menghibur Romi.""
Read more
Bab 40. Diusir?
Pov penulisšŸ„° Apa bedanya kamu sama handuk?šŸ„° Kalau handuk bisa mengeringkan badan setelah mandi, kalau kamu bisa mengeringkan air mataku setelah patah hati. Uhuk!***"Sayang sekali tidak bisa. Kasusmu sudah cukup banyak, jangan diperparah dengan gelut sesama tahanan. Mau hukuman kamu ditambah?" tanya polisi itu memandang Sendi. Sendi mengerut. Lalu tangannya melepaskan kerah baju Dimas. Begitupun dengan Dimas. Polisi itu berlalu pergi setelah mengingatkan Dimas dan Sendi agar tidak membuat keributan lagi. ***Pagi ini Roy sudah bersiap-siap memasukkan semua baju ke dalam tas ranselnya. "Roy," panggil Yulia dari luar pintu. "Ya Mbak?" tanya Roy sambil memandang wajah Yulia. "Kamu kapan pulang lagi?" tanya Yulia. "Kenapa Mbak? Takut kesepian atau nggak ada yang nyupirin lagi?" tanya Roy seraya tertawa. Yulia manyun. "Cuma nanya saja. Eh, Anita sudah nunggu di meja makan tuh."Roy mengangguk dan segera mengangkat tas ranselnya menuju ruang makan. Mereka makan dalam diam. Pe
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status