All Chapters of Terjebak Dua Hati: Chapter 21 - Chapter 30
122 Chapters
BAB 21 – Kesepakatan
Seperti kesepakatan, ketika berada di kampus Alana tidak pernah repot-repot menyapa saat bertemu dengan Braden. Dia juga bersikap seolah tidak mengenal pemuda itu. Dan Braden juga melakukan hal yang sama pada Alana.Sialnya, ternyata mereka berdua sering bertemu meski Alana sudah berusaha untuk menghindari hal itu.“Hei, lihat. Itu Kak Braden. Dia salah satu mahasiswa paling populer di jurusan kita.” Renata, teman yang baru dua jam terakhir dikenalnya, mencoba memberi tahu.“Oh, ya? Kenapa? Apa karena dia pintar?” tanya Alana sambil mengamati Braden yang berada di ujung lorong.“Tentu saja karena dia sangat tampan.”“Tampan? Dia?” tanya Alana keheranan, sejenak dia mengamati pemuda itu.Apa kau bercanda? Batin Alana. Dilihat dari sudut mana pun dia hanya terlihat menyebalkan.“Tentu saja. Sayang sekali dia sangat sulit didekati. Jadi kau tidak perlu repot-repot mendekati yang satu itu. Dia hanya akan membuatmu patah hati.”Oh, tidak akan. Yang akan kulakukan justru sebaliknya.Dari ke
Read more
BAB 22 – Cemburu  
Hari sudah cukup siang saat Braden membuka mata. Dia tidak turun untuk sarapan, karena ingin tidur lebih lama. Sinar matahari menerobos sela-sela tirai yang tidak tertutup rapat, membuatnya mengernyitkan dahi saat seberkas sinar jatuh ke matanya yang terpejam.Braden selalu menghabiskan pagi akhir pekan dengan tidur, karena semalaman begadang atau pergi nongkrong bersama teman-temannya. Dia berguling miring dan mengerjapkan mata. Menggeliat untuk melemaskan otot lalu menguap.Setelah mandi singkat baru dia turun ke bawah mencari sesuatu yang bisa dimakan. Di dalam lemari penyimpanan makanan Braden mengambil sepotong roti bakar yang kini sudah dingin.Lalu sepotong ayam goreng yang dimakannya sambil berjalan ke arah kulkas untuk menuang segelas susu putih rendah kalori dari kotak karton. Braden mendapati rumah kosong dan sepi, tidak seperti biasanya.Ke mana orang-orang?Setelah menelan beberapa teguk susu dingin, Braden mulai mendapatkan kesadaran penuh. Dan samar-samar dia mendengar
Read more
BAB 23 – Rahasia yang Terbongkar
Braden mencium aroma harum saat memasuki rumah. Aroma itu bahkan samar-samar sudah tercium dari halaman depan saat dia baru datang. Dan di dapur Braden mendapati ibunya dan Alana sedang berkutat dengan adonan krim. Mereka berdua mengenakan celemek berenda bermotif bunga-bunga yang feminim.Di atas kabinet terdapat berbagai bahan dan cetakan kue, membuat dapur terlihat berantakan. Sudah sangat lama Braden tidak melihat ibunya memanggang kue. Ada seloyang brownis yang baru saja dikeluarkan dari cetakan dan masih menguarkan aroma wangi mentega.Mungkin itu salah satu alasan ibunya sangat mendambakan anak perempuan. Ada seseorang yang bisa diajaknya memanggang kue dan berbagi resep. Bukannya anak lelaki yang gemar berbuat onar dan hanya akan membuatnya sakit kepala.“Braden, kamu sudah pulang?” Sherly melirik sekilas putranya dan kembali meneruskan pekerjaannya.“Heemm ... “ gumam Braden sebagai jawaban.Braden bertemu pandang dengan Alana dan gadis itu memalingkan wajah, berpura-pura sib
Read more
BAB 24 – Teman-teman yang Menyebalkan
“Jadi, itu alasanmu tidak memberi tahu kami selama ini? Kau tidak ingin semua orang tahu bahwa kau memiliki seorang saudara tiri?” tanya Jonathan.Braden menatap ketiga orang temannya yang berbaring telentang di tempat tidur seperti paus terdampar setelah makan seperti orang kesurupan.“Padahal kalau aku punya adik seperti Alana, aku akan memamerkannya pada semua orang. Aku akan membuat semua orang iri,” timpal Fero.“Kalau kau tidak mau, biar Alana jadi adikku saja. Aku sama sekali tidak keberatan memiliki adik seperti dia.” David menanggapi sambil menyalakan televisi.“Kalian tidak tahu saja. Dia itu menyebalkan. Dan dia juga manipulatif. Dia menggunakan wajah polos dan lugunya untuk memikat semua orang. Lihat saja diri kalian. Baru juga bertemu, kalian sudah menyukainya.” Ucap Braden uring-uringan.“Itu karena dia begitu manis dan menyenangkan. Ayolah, buka matamu kawan. Kau terlalu membenci ayah tirimu, sehingga kau juga membenci Alana.” Kata David sambil memindah-mindah saluran t
Read more
BAB 25 - Sisi Lain Braden
Hari sudah hampir malam jadi Alana bergegas untuk pulang. Kuliahnya sudah selesai dari siang, tetapi ada tugas kelompok yang harus dia kerjakan bersama teman-temannya. Salah seorang teman menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, namun dia menolak karena tidak ingin merepotkan.Dia juga menolak dijemput karena tidak ingin merepotkan orang rumah. Alana membalas pesan masuk dari Sherly dan Adrian yang khawatir karena dia belum pulang hingga hampir malam.Ada juga tiga panggilan tak terjawab dari papanya. Alana tersenyum mengingat kekhawatiran mereka yang sedikit berlebihan.Saat dia sedang berjalan tiba-tiba sebuah mobil tipe hatchback berwarna putih melintas dan berhenti tepat di sampingnya. Dia terus saja melangkah sampai perlahan kaca pintu mobil terbuka dan menampakkan wajah David dan Fero yang berada di bagian kemudi.“Lana ... “ sapa mereka.“Ayo, masuklah. Biar aku antar kau pulang.” Kata Fero.“Ah, tidak usah, Kak. Biar aku naik ojek saja.” Tolak Alana dengan melambaikan tangan
Read more
BAB 26 - Perseteruan
Membuang sampah adalah tugas para lelaki di rumah itu. Semua sampah dari sepenjuru rumah dikumpulkan dalam sebuah bak sampah plastik besar beroda yang ditaruh di pekarangan sebelah dapur.Karena semua lelaki sedang tidak ada di rumah kecuali Braden, maka Mbok Ijah menyuruhnya untuk membuang sampah ke bak sampah di depan rumah karena kondisinya yang sudah penuh.Braden menarik kantung plastik besar berwarna hitam berisi sampah dan memindahkannya ke bak luar. Dia sedikit mengernyitkan hidung untuk menahan aroma tidak sedap yang menguar. Baru saja dia hendak berbalik saat sebuah mobil berwarna putih berhenti tidak jauh darinya.Dia mengenali mobil itu sebagai milik Fero, sahabatnya. Dia sampai harus melihat plat di bagian belakang mobil untuk memastikan hal itu. Tetapi Braden merasa heran karena mobil itu tidak langsung masuk ke halaman, seperti yang biasa teman-temannya lakukan saat berkunjung.Tidak lama kemudian dia melihat Alana keluar dari mobil tersebut. Dia terlihat was-was sepert
Read more
BAB 27 – Menangis Dalam Hati
Alana mencoba merenungkan semuanya. Di malam Braden berbicara dengannya dia tidak bisa berhenti menangis sampai hampir pagi. Karena matanya yang bengkak dan merah dia berusaha menghindari semua orang di rumah.Dia tidak ingin mereka bertanya-tanya. Dia tidak sarapan, lagi pula dia memang sedang tidak berselera untuk makan. Dia juga tidak bertemu Braden, dan dia bersyukur untuk itu.Di kampus, sepanjang jalan semua orang memandanginya. Sangat kentara kalau dia baru menangis. Alana mengeluarkan kacamata baca dari dalam tas dan mengenakannya. Setidaknya benda itu akan menyamarkan bekas air mata, pikirnya.Karena jadwal kelas pertamanya masih satu jam lagi, Alana memutuskan untuk duduk di bangku taman kampus. Dia memilih area yang tersembunyi, sebuah bangku yang tertutup pohon besar serta tanaman tinggi. Matanya sakit, begitu juga kepalanya. Terlebih lagi hatinya. Dia sudah merasa cukup menangis, tetapi rasa sakit itu masih ada. Dia harus segera pergi dari rumah itu, tetapi dia bingung
Read more
BAB 28 – Apartemen
Selama berhari-hari Alana menunggu jawaban dari papanya. Namun pria itu tidak kunjung memberikan jawaban. Hal itu membuat Alana makin gelisah, terutama saat dia bertemu dengan Braden.“Papa akan pertimbangkan dulu,” jawab pria itu mengelak, yang lalu akan diikuti dengan rengekan manja putrinya.Alana merasa aktingnya makin bagus. Dia belajar merengek seperti anak manja yang menginginkan mainan. Hal itu membuat papanya jengkel namun juga tidak berdaya.“Kalau kamu pergi, bagaimana dengan Tante?” Tanya Sherly yang mendatanginya sesaat setelah Alana berbicara dengan papanya untuk pertama kali.Mereka duduk di tempat tidur Alana dengan Sherly yang merangkul bahunya. Mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Melihat itu Alana jadi makin sedih.“Apa kamu tidak betah tinggal dengan Tante?” Sherly bertanya dengan suara yang makin serak menahan air mata.Dia ingin menjawab betapa dia ingin tetap tinggal di sana dan menjadi bagian dari keluarga itu, namun nyatanya dia tidak bisa. Alana merasakan s
Read more
BAB 29 – Tempat Tinggal Baru  
Sejak pulang dari apartemen Alana langsung bersiap-siap. Dia mengemas baju-baju serta barang-barangnya yang tidak seberapa banyak. Ayahnya melarang Alana membawa banyak barang, untuk melihat sampai seberapa lama gadis itu akan bertahan tinggal sendirian.“Bawa barang seperlunya saja. Kita akan lihat sampai satu minggu ke depan. Kalau sekiranya kamu betah, kamu bisa ambil lebih banyak barang. Dan kalau kamu tidak betah, kamu bisa kembali ke rumah dengan barang-barangmu masih di sini.” Kata Steve yang menyangsikan putrinya.Yang dia tidak tahu, betah atau tidak betah, Alana akan tetap tinggal di sana. Alana bertekad tidak akan kembali tinggal di rumah papanya, apa pun yang terjadi.Jadi sejak pagi semua orang sibuk membantu Alana, kecuali Braden tentunya. Tidak seperti biasa pemuda itu ada di rumah pada hari minggu pagi. Dia bahkan bangun pagi seakan ingin memastikan Alana benar-benar pergi sesuai keinginannya.Sebuah mobil pick up berwarna silver dengan logo perusahaan keluarga mereka
Read more
BAB 30 – Rasa Hampa
Braden memijat pelipisnya yang berdenyut. Tidurnya tidak nyenyak, semalaman dia hanya berguling-guling gelisah di tempat tidur. Dia tidak tahu mengapa. Dia merasa resah.Sehari sebelumnya dia merasa sangat senang karena Alana, saudara tirinya, sudah pergi. Dia menikmati kesendiriannya di rumah, karena semua orang pergi untuk membantu kepindahan gadis itu. Dia tidak keberatan mereka semua pergi.Dia mengabaikan rasa gelisah yang pada saat itu mulai muncul. Dia juga mengabaikan ajakan teman-temannya untuk nongkrong dan lebih memilih untuk tidur. Saat dia bangun menjelang sore, ada perasaan aneh menyelimuti hatinya.Rasa hampa yang dirasakannya makin kuat. Sore itu juga rumah terasa jauh lebih sepi daripada biasanya. Tidak terdengar suara aktivitas apa pun. Dia bangun dan menyadari semua orang belum pulang.Dia hanya mendapati dua asisten rumah tangga mereka di dapur yang sedang membersihkan sayuran dengan hening. Padahal biasanya mereka akan bekerja dengan mulut yang terus berbicara, me
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status