All Chapters of Mendadak Kawin: Chapter 141 - Chapter 150
161 Chapters
BAB 141
“Yan ... selamat ya, mau jadi ayah.”Mata Brian seketika berkaca-kaca, biasanya papanya ingin menelepon untuk mengomel panjang kali lebar, terkadang malah dengan nada tinggi. Tapi sekarang ... Brian membiarkan air matanya menitik, ia menghirup udara banyak-banyak lalu tersenyum dengan begitu manis.“Makasih banyak, Pa. Brian sama Heni minta doanya ya, Pa?” mohon Brian dengan begitu tulus.“Nggak usah kamu minta, papa sudah pasti akan selalu mendoakan kalian, mendoakan cucu papa. Papa bener-bener bahagia denger kabar ini, Yan.”Brian menyeka air matanya, menahan agar isaknya tidak keluar dan ia bisa dengan jelas berkata-kata. Apakah Brian juga akan seperti ini besok ketika mendapat kabar hendak punya cucu? Ah ... agaknya terlalu jauh! Anaknya saja belum lahir, kenapa pikiran Brian sudah sampai sana?“Pa ... buat PPDS-nya, bagaimana kalau—““Papa mau kamu tetep lanjut, Yan. Kamu harus cepet sekolah lagi!” potong suara itu tegas.“Loh tapikan—““Yan ... kali ini saja, jangan membantah pa
Read more
BAB 142
“Jadi begitu ceritanya, Rin. Aku benar-benar minta maaf, sudah punya pikiran jelek ke kamu. Padahal kita ini apa sih, Rin? Tahun-tahunan kita sama-sama, berjuang bareng buat jadi dokter, tapi kenapa aku bisa punya pikiran kayak gitu sama kamu, Rin? Aku jahat, kan?” Kini gantian Heni yang terisak, ia begitu lega menceritakan kesalahpaham yang dulu pernah terjadi. Sebuah tuduhan yang dulu pernah dia tuduhkan pada Karina akan masa lalu suaminya. Kini Heni pasrah, apakah Karina mau memaafkan dia, atau persahabatan mereka selesai sampai di sini saja? “Hen ... kamu nggak salah kok. Wajar kalo kamu punya pikiran kayak gitu ke aku, toh aku juga nggak ada cerita apapun ke kamu soal ini. Tapi alasan aku nggak mau cerita bukan bermaksud mau ngejebak kamu, Hen. Bukan begitu.” Jawab suara itu lirih. “Aku nggak mau cerita apapun soal bang Brian karena aku merasa nggak ada yang perlu diceritakan, Hen. Antara aku dan dia nggak pernah ada hubungan apa-apa.” Heni mengangguk, ia masih sibuk menyeka a
Read more
BAB 143
“Yah, pindah ke puskesmas beneran, Mbak?” wajah Yana nampak ditekuk, ia mengekor di belakang Heni yang hendak melangkah ke kamar jaga.“Ya serius toh, masa iya aku bercanda sih?” Heni tersenyum, bukan hanya tempat magang Heni yang pindah, kost Heni pun pindah.“Yah ... syedih aku, Mbak!” desisinya yang terus mengekor hingga Heni masuk ke dalam kamar jaga.Tawa Heni kontan pecah, ia terbahak sambil merebahkan tubuh di atas kasur. Mendadak Heni melotot ketika merasakan perutnya seperti diaduk-aduk. Sekonyong-konyong Heni segera bangkit dan berlari masuk ke dalam kamar mandi, diikuti Yana yang panik setengah mati.“Mbak ... kenapa ih?” Yana memburu Heni sampai dalam kamar mandi, memijit tengkuk Heni yang tengah mengeluarkan isi perutnya ke dalam kloset.“Nggak ... aku nggak apa-apa, Yan. Serius!” Heni segera menyiram kloset, melangkah ke wastafel untuk berkumur-kumur.Yana mengerutkan keningnya, ia menatap Heni dari atas sampai bawah. Memperhatikan sosok itu dengan sangat serius sampai H
Read more
BAB 144
“Heni!”Heni yang tengah melangkah keluar dari gerbang rumah sakit kontan menoleh, ia melihat Jose nampak berlari kecil kearahnya. Setelah banyak sekali perbincangan yang terjadi di antara mereka, hubungan mereka membaik. Tapi perlu digarisbawahi hubungan rekan satu tim di IGD dan hubungan antara dokter dan pasien, tidak lebih dari itu apalagi kembali seperti dulu.“Kenapa, Bang? Lembar hasil follow up udah aku setor ke nurse station, Bang.” Lapor Heni kalau-kalau Jose memanggilnya karena hal itu.“Nih!” bukannya menjawab, Jose malah menyodorkan paper bag polos berwarna cokelat.Heni tidak langsung menerima paper bag itu, ia malah membulatkan mata dan menatap Jose dengan tatapan tidak mengerti. Ini apa? Heni belum sempat menjawab ketika Jose sudah terlebih dahulu menjejalkan benda itu ke tangan Heni.“Diterima, ya! Tenang, aku nggak ada niatan buruk sama sekali, Hen. Semua masih bersegel dan expired masih aman.”Kontan Heni membelalak, ia menepuk gemas lengan obgsyn itu dengan tatapan
Read more
BAB 145
Kini Ridwan mengerti kenapa istrinya itu menggerutu karena dia sekarang pun tengah menggerutu sambil menyapu rumah. Mana ada tamu disuruh beres-beres begini? Dan lihat debu ini! Banyak sekali! Apakah selama menantunya itu internship, Brian tidak pernah menyapu sama sekali?“Dasar ... lama-lama jadi pantai ini lantai penuh debu sama pasir!” gerutunya yang bersiap memindahkan sampah dan kotoran itu masuk ke dalam tong sampah.Ridwan baru saja hendak meraih vacum cleaner ketika suara mobil itu terdengar dan berhenti di depan gerbang. Seketika Ridwan langsung berkacak pinggang. Menatap sosok yang keluar dari mobil dan setengah berlari hendak masuk ke dalam rumah.“Ass—““Selama Heni nggak ada, kamu nggak pernah beberes rumah apa, Yan?” potong Ridwan dengan wajah gemas.Anak lelakinya itu kontan nyengir, memamerkan deretan gigi putih miliknya dan segera meraih tangan Ridwan guna diciumnya dengan pernuh hormat. Sudah Brian duga! Pasti begitu sampai di rumah, mama dan papanya akan mengomel p
Read more
BAB 146
“Gimana kabarnya, Bumil?” Heni tengah video call dengan Karina, pipi sahabatnya itu sudah nampak gembil. Padahal usia kandungan Karina dan Heni lebih tua kandungan Heni, dan gadis itu malah terlihat lebih membulat daripada dia? “Baik ... emak otw dua anak, apa kabarmu?” balas Heni sambil mengaduk susu cokelat di dalam gelas. Ia terpaksa membuka salah satu koper yang menyimpan semua peralatan makan yang selama ini dia bawa ke kost. Agaknya masih besok pagi dia pindah ke kost barunya. Bukannya menjawab, Karina malah tertawa terbahak-bahak. Nampak dia jauh lebih baik dan lebih tenang dari beberapa hari yang lalu saat Karina menelepon Heni dan mengabarkan bahwa dia sudah hamil lagi. Agaknya, Karina sudah bisa menerima kondisi dan takdir bahwa dia harus secepat ini hamil lagi. “Sialan!” gumam Karina setelah sukses menghentikan tawanya. “Loh ... kan kamu otw dua anak beneran, Rin. Di mana letak salahnya.” Bela Heni yang tidak terima Karina hendak meningkari kenyataan. “Dan jangan lupa .
Read more
BAB 147
“Mama? Papa?” Heni terkejut setengah mati melihat kedua mertuanya sudah berdiri di depan pintu kamar kostnya. Bagaimana bisa? Brian tadi tidak bilang apa-apa kecuali dia akan kemari guna mengantarkan Heni ke tempat kost baru.“Sureprise! Gimana udah siap semua?” Astrid tersenyum, ia berjalan mendekati Heni, mengulurkan tangan agar menantunya itu bisa meraih dan mencium tangannya dengan penuh hormat.“Sudah dari kemarin, mama sama papa kapan sampai?” kini Heni melangkah mendekati Ridwan, memberi salam hormat pada pemilik nomor yang diberi nama ‘Donatur Hidup’ oleh suaminya itu.“Siang tadi, gimana kabar cucu papa?”Wajah Heni memerah, senyumnya merekah sempurna. Bagaimana kabarnya? Tentu baik karena Heni menjaganya dengan begitu baik. Kedatangan Ridwan dan Astrid makin membuatnya tenang dan tidak lagi overthinking dengan kehamilan dan masa internshipnya.“Baik, Pa. Semua dalam kondisi baik.” Heni tersenyum, menatap Brian yang sejak tadi terpaku menatapnya tanpa kedip. Kenapa lagi suami
Read more
BAB 148
“Dua kamar kalo bisa jejeran ada, Mbak? Terserah deh mau tipe apa aja. Orang cuma buat semalem ini kok.” Pinta Brian pada petugas resepsionis hotel.“Mau ambil yang include breakfast, Pak?” tampak mata itu menatap ke arah Brian meskipun wajah wanita muda itu menatap layar komputer yang ada di depan.“Boleh sekalian. Untuk empat orang, Mbak.”Wanita itu mengangguk, kembali fokus pada layar komputernya sementara Brian merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Matanya membulat ketika secara kebetulan ada panggilan telepon masuk. Siapa lagi kalau bukan sahabat karibnya itu?“Apaan lagi sih? Mau nyuruh gue gantiin elu kawin?” semprot Brian kesal, bukan apa-apa akhir-akhir ini selalu itu yang Kelvin minta ketika meneleponnya begini.“Nggak kok! Tenang kenapa sih, Yan? Sentimen banget sama gue?” balas suara itu dengan segera.“Masalahnya otak lu dah geser, Vin. Gimana gue nggak jadi sentimen sih?” damprat Brian yang rasanya ingin sekali menemui lelaki itu untuk dia tonjok hidungnya sekali
Read more
BAB 149
“Hah, nginep?”Bukan hanya Ridwan yang terkejut dengan ide yang baru saja Brian sampaikan, Astrid dan Heni pun sama. Mereka semua kompak menatap Brian yang nampak begitu asyik menyantap makanan yang dia pesan.“Loh kita nggak ada agenda nginep loh, Yan!” protes Astrid yang gemas melihat anak lelakinya ini.“Emang. Tapi nggak ada salahnya nginep, kan, Ma? Semua pasti capek malam ini. Daripada nekat pulang, mending pulang subuh besok.”Semua kompak saling pandang, tidak ada yang mengajukan protes lagi karena merasa apa yang Brian katakan itu ada benarnya. Lelaki itu bahkan masih dengan begitu santai menyantap makanan yang dia pesan, tidak peduli dengan semua mata yang tertuju padanya saat ini.“Okelah, papa setuju!” Ridwan kembali bersuara, “Memang sudah dapat kamar?”Kini Brian mengangkat wajah, mulutnya masih penuh dengan makanan. Ia mengunyah dan menelan makanan itu dengan segera, matanya masih menatap Ridwan dengan saksama. Ia lantas mengangguk sebagai wujud jawaban dari apa yang ta
Read more
BAB 150
Brian berkeringat dua kali lebih banyak. Mereka memang tidak melakukan itu, cukup riskan di usia yang semuda ini dan Brian tentu tidak mau kalau sampai anaknya sampai kenapa-kenapa. Buah cinta dan bukti besar cinta Brian pada Heni adalah dia. Di mana Brian mempercayakan Heni sepenuhnya untuk jadi ibu dari anak-anaknya kelak. Satu-satunya wanita beruntung yang Brian percayai untuk jadi ibu anaknya.“Udah?” Heni muncul dari kamar mandi, tersenyum begitu manis lalu perlahan naik ke atas ranjang.“Udah! Makasih banyak, Sayang!” sebuah kecupan dia daratkan di sana. Kini rasanya tubuh Brian sudah tidak lagi bertenaga sama sekali.Bayangkan pulang jaga langsung membawa mobil guna menyusul istrinya, lalu perjalanan kemari dan aktivitas yang baru saja dia lakukan rasanya benar-benar membuat tenaga Brian habis tidak bersisa. Ia masih berusaha mentralkan napas, ketika tiba-tiba tangan itu memeluk tubuhnya erat-erat.“Mas ... serius deh, kita kayaknya beneran perlu bahas rencana Mas kedepannya ma
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status