All Chapters of Pembalasan Untuk Pengkhianatan Suami dan Mertua : Chapter 21 - Chapter 30
42 Chapters
Bab 21
Akhirnya kulajukan kendaraan kami masing-masing menuju rumah. Namun, saat kami sudah sampai, terlihat ada sosok perempuan, yang sebentar lagi akan menjadi mantan Ibu mertuaku, sedang duduk di teras rumah. Seketika berbagai pertanyaan mulai timbul memenuhi isi kepala. Untuk apa ia datang kemari? Apa dia akan berusaha membujukku, setelah anak lelakinya tak berhasil membawaku kembali?Dengan langkah malas, aku mendekat. Sedikitpun sudah tak ada lagi rasa hormat untuk perempuan yang selama lima tahun ini begitu kusayangi."Ada apa kemari?! Mau membawa Rumi?! Jangan harap!" sungut Ibuku. Terlihat Bapak mendekat ke arah kami. Sedangkan calon Mantan Ibu mertua hanya berdiri dengan wajah yang begitu terlihat sedih."Bapak dan Ibu masuk ke dalam dulu, ya. Biarkan kami bicara dua orang," pintaku kepada kedua orang tuaku."Jangan sampai kamu kembali ke rumah itu, Rum! Ibu tak terima kamu diperlakukan seperti itu!" sungut Ibuku. "Sudah, Bu. Biarkan mereka bicara dulu! Kita masuk yuk!" ajak Bapak.
Read more
Bab 22
POV Rohim6 bulan kemudian."Assalamualaikum," ucapku saat aku sudah berada di depan pintu rumah Ibu. "Waalaikum salam," jawab seseorang dari dalam rumah. Tak berselang lama, pintu mulai terbuka. Hingga menampilkan sosok perempuan yang selama ini kuminta untuk menemani Ibu. Bik Minah namanya."Bagaimana dengan keadaan Ibu, Bik?" tanyaku sambil berjalan menuju kamar Ibu. Terdengar Bik Minah menghembuskan napas kasar. "Ibu selalu mencari Mbak Rumi, Pak. Kalau tidur pun selalu memanggil nama Mbak Rumi," ucap Bik Minah yang membuatku menghembuskan napas panjang."Ya sudah. Rohim ke kamar Ibu dulu!" ucapku.Aku terus melangkah menuju kamar Ibu dengan perasaan tak karuan. Tak bisa dipungkiri jika Ibu memang begitu menyayangi Rumi. Perempuan itu begitu baik dan sayang dengan Ibu. Pasti berat sekali jika tiba-tiba harus berpisah. Apalagi selama ini, Ibu dan Rumi tinggal seatap.Dengan pelan, kubuka daun pintu agar tak menimbulkan suara. Saat pintu terbuka sempurna, terlihatlah Ibu yang sedan
Read more
Bab 23
Setelah selesai berbincang, kuputuskan untuk keluar dari rumah Ibu. Namun, saat kaki ini akan melangkah masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba ...."Pak ...." Terdengar suara Bik Minah memanggilku. Sontak kuurungkan niatku untuk masuk ke dalam mobil. Aku memutar tubuh. Terlihat Bik Minah berdiri terpaku dengan raut wajah khawatir sembari memainkan kesepuluh jemarinya. Kedua alisku saling bertautan. "Ada apa, Bik?" tanyaku. "Bisa bicara sebentar, Pak?" Dengan sedikit ragu, Bik Minah menjawab ucapanku. Aku mengangguk. "Diluar aja ya, Bik. Takut Ibu marah kalau masih melihatku disini.""Baik, Pak."Akhirnya aku melangkah kembali menuju teras rumah lalu kudaratkan tubuhku di kursi yang terbuat dari rotan yang ada di teras. Pun juga dengan Bik Minah."Ada apa, Bik?" ucapku memecah keheningan. Tadi katanya pengen bicara, tapi malah diam."Begini, Pak ...." "Katakanlah, Bik! Aku tak punya banyak waktu," ucapku. Wajah Bik Minah seperti enggan untuk mengatakan sesuatu. Membuat diri ini semakin bing
Read more
Bab 24
Butuh waktu tiga jam lamanya untuk sampai di rumah. Saat baru saja aku keluar dari mobil, kedua netraku melihat Ragil berdiri di depan pintu sembari kedua tangan yang bertolak pinggang. Raut wajahnya terlihat begitu murka."Ternyata masih punya takut juga kamu, Mas!" bentak Ragil. Tak kuhiraukan ucapannya. Aku terus melangkah. "Mas!" Dengan nada keras, Ragil memanggilku hingga membuat langkah ini seketika terhenti. "Ada apa?" ucapku dengan berusaha santai. "Kamu diajak ngomong malah ngeloyor pergi!" sungut Ragil dengan napas memburu. Kuhembuskan napas panjang. "Kemasi semua barangmu dan juga anak-anak!" Perintahku yang tak bisa di ganggu gugat. Mendengar perintahku, raut wajah yang sebelumnya terlihat bengis, berubah menjadi bingung. Bahkan kedua alisnya saling bertautan dengan kening berkerut tajam."Mulai saat ini kita akan tinggal di rumah Ibu!" Ragil membelalakkan kedua bola matanya. "Apa katamu, Mas?! Kau ingin mengajak kami akan tinggal di rumah Ibumu?!" "Ya! Mulai sekarang!
Read more
Bab 25
Jam terus berlalu, tak terasa aku sudah sampai di depan rumah. Dada ini bergemuruh dengan hebat, saat melihat pemandangan di depan mata.Bergegas kuparkir kendaraanku di bahu jalan, tak memungkinkan juga kubawa masuk ke halaman. Begitu banyak orang berkerumun di gerbang rumah. Ambulance terparkir dengan cantik di depan rumah dengan suara sirine yang berbunyi.Seketika dada bergemuruh dengan hebat. Pikiran terburuk menghantui pikiranku.Ibu ....Apa yang terjadi dengan Ibuku, Tuhan? Berikanlah aku kesempatan untuk membahagiakan Ibuku. Jangan biarkan aku hidup dihantui dengan rasa penuh penyesalan.Dengan tergopoh, bergegas aku keluar dari mobil. Dengan pikiran berkecamuk aku melangkah mendekat. Suara bisik-bisik terdengar. Saat tubuh ini terus melangkah hingga melewati kerumunan, kedua netraku menangkap tubuh ibu yang dibopong oleh orang-orang berpakaian medis.Langkahku terhenti. Tubuhku membeku. Dada bergemuruh dengan begitu hebatnya. Dengan pandangan nanar, kutatap mereka yang membo
Read more
Bab 26
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang begitu tak asing terbatuk-batuk. Lebih tepatnya pura-pura batuk. Bergegas kuurai pelukanku. Lalu menoleh ke arah sumber suara. Terlihat sosok lelaki itu berdiri tak jauh dari tempat kami."Sepertinya ada yang lagi ngomongin Bapak nih, Nak Rendra." Canda Bapak yang sedang berdiri di samping Rendra. Bergegas aku bangkit dari tempat duduk ku pun juga Ibu. Entah sejak kapan Kedua lelaki itu berdiri di sana."Loh, Nak Rendra ada disini?" tanya Ibu yang dibalas anggukan oleh Rendra."Ibu ini bagaimana sih, dari tadi ada kamu kok nggak denger. Untung tadi Bapak pulang dari kebun, kalau nggak ... mungkin Rendra sudah jamuran berada di di depan rumah. Tamu kok dibiarin di depan aja tanpa dibukakan pintu. Eh kalian malah sedang asyik di sini."Kan Ibu enggak dengar, Pak. Maaf ya Nak Rendra." Rendra mengangguk sembari bibir mengulas senyum."Tapi apa benar yang dikatakan oleh Bapak, kalau Nak Rendra sudah lama berada di depan?" tanya ibu yang memasang raut
Read more
Bab 27
"Dasar istri tak guna! Nyenengin mertua satu saja tak becus!"Plak!Tamparan keras dari seorang lelaki mendarat dengan sempurna di pipi sang istri. Hingga membuat tubuh perempuan itu terhuyung lalu terhempas ke lantai. Gadis kecil yang sedang bermain boneka kesayangannya, seketika melempar mainan itu ke sembarang arah. Langkah kakinya berlari ke pojok kamar lalu duduk meringkuk ketakutan. Tubuhnya gemetar. Ia ingin menangis, tapi gadis kecil itu merasa takut, jika sang ayah akan menghajarnya habis-habisan. "Kamu kenapa, Mas? Datang-datang kok marah-marah?!" tanya sang istri tanpa rasa takut. Ya, kekerasan yang di lakukan oleh suaminya itu menjadi makanan sehari-hari untuknya.Lelaki yang saat ini sedang dikuasai amarah, berjalan pelan mendekati sang istri dengan tatapan penuh murka. Namun yang di tatap masih terlihat tenang. Perempuan itu tak tahu, apa yang membuat suaminya begitu murka. Tapi ia yakin, kalau dirinya tak bersalah."Kau masih bertanya apa kesalahanmu?!" Dengan tatapan
Read more
Bab 28
POV Ragil.***Dua minggu sudah Mas Rohim pergi dari rumah ini. Kukira ia hanya main-main saja dan tak lama kemudian ia akan kembali. Namun dugaanku salah. Sampai detik ini Mas Rohim tak kunjung pulang.Rasanya kesal, kesal dan kesal sekali. Apa yang harus kulakukan? Apakah rumah tangga ini akan hancur begitu saja? Apa aku harus mengesampingkan egoku?Jika aku memilih tinggal bersama mertua, apa aku sanggup?Kusandarkan tubuhku di kepala sofa. Berkali-kali kuhembuskan napas panjang berharap mampu meredakan gemuruh di dalam dada. Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku langsung beranjak, aku yakin itu adalah Mas Rohim.Namun lagi-lagi harus kutelan rasa kecewa, saat suara salam terdengar. Suara perempuan yang begitu tak asing. Aku berdecak kesal dan kuhenyakkan kembali tubuhku di tempat semula, saat Bibik berjalan mendahului untuk membuka pintu."Hai, Sayang ...," ucap Mama saat baru saja masuk ke dalam rumah. Kuberikan senyum terpaksa ke arahnya. Entahlah, setelah keperg
Read more
Bab 29
POV Ragil.***Dua minggu sudah Mas Rohim pergi dari rumah ini. Kukira ia hanya main-main saja dan tak lama kemudian ia akan kembali. Namun dugaanku salah. Sampai detik ini Mas Rohim tak kunjung pulang.Rasanya kesal, kesal dan kesal sekali. Apa yang harus kulakukan? Apakah rumah tangga ini akan hancur begitu saja? Apa aku harus mengesampingkan egoku?Jika aku memilih tinggal bersama mertua, apa aku sanggup?Kusandarkan tubuhku di kepala sofa. Berkali-kali kuhembuskan napas panjang berharap mampu meredakan gemuruh di dalam dada. Namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku langsung beranjak, aku yakin itu adalah Mas Rohim.Namun lagi-lagi harus kutelan rasa kecewa, saat suara salam terdengar. Suara perempuan yang begitu tak asing. Aku berdecak kesal dan kuhenyakkan kembali tubuhku di tempat semula, saat Bibik berjalan mendahului untuk membuka pintu."Hai, Sayang ...," ucap Mama saat baru saja masuk ke dalam rumah. Kuberikan senyum terpaksa ke arahnya. Entahlah, setelah keperg
Read more
Bab 30
POV Rohim"Bu, kita keluar ya," ucapku. Sepertinya Ibu mengangguk. Bergegas kuangkat tubuh ibuku lalu kuletakkan di kursi roda. Bergegas kudorong dan kubawa menuju luar rumah.Aku duduk di kursi tepat di samping Ibu. "Apa Ibu merindukan Rumi?" tanyaku pada Ibu. Ibu mengangguk perlahan. Kedua netranya mulai berkaca-kaca. Kuhembuskan napas panjang. "Sama, Bu. Rohim sangat merindukan Rumi. Bagaimana keadaan Rumi sekarang ya, Bu?" Sungguh ... hati ini begitu sesak saat menceritakan kembali tentang kelembutan dan kebaikan Rumi. Biasanya di rumah ini, selalu terdengar suara tawanya. Namun sekarang, semua telah berubah menjadi hening. Bahkan hening itu ciptakan suasana yang begitu mencekam.Kutundukkan wajahku. Berkali-kali kuhela napas panjang dan ku keluarkan secara kasar. Aku menyesal telah jahat pada istri yang begitu baik seperti Rumi. Tuhan ... akankah ada kesempatan kedua untuk kembali pada Rumi?Aku rindu canda tawanya.Aku rindu suaranya, Tuhan ....Rum ... aku merindukanmu. ***
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status