All Chapters of Murid Kesayangan: Chapter 21 - Chapter 30
135 Chapters
Bab 21. Buku Rahasia
Aku kaget, benar-benar kaget, Resti menyerahkan buku rahasia Josie padaku. "Kamu apa-apaan?" tanyaku dengan mata setengah melotot. "Pak, kalau ga gini, ga tahu kita yang terjadi. Dan ga ada bukti. Kecuali Josie mau bicara dengan tantenya. Kalaupun tantenya datang, apa iya dia akan ngaku, di rumah tempat dia dan Josie tinggal dipakai untuk adegan dewasa?" Resti memandangku. Aku menghela napas. Resti benar. "Aku tahu ini salah. Aku mencuri buku Josie. Tapi ... tiba-tiba saja aku punya pikiran dan waktu lihat buku itu aku ambil." Resti merasa bersalah juga tampaknya. "Baiklah. Yang penting kita bantu Josie tetap stay di sekolah. Itu dulu," ujarku. "Kamu cepat ke kelas sana." "Iya, Pak," kata Resti. Segera gadis itu meninggalkan aku, bergegas ke kelasnya. Aku menoleh lagi ke arah asrama. Sepi, tidak tampak siapapun. Aku membalikkan badan dan melangkah menuju ke kantor. Bu Rani, aku harus menemuinya, tapi setelah aku mendapat sesuatu dari buku harian Josie. Di kantor sudah lumayan b
Read more
Bab 22. Aku Tetap Sama Pak Avin
"Pak Avin!" Panggilan itu terdengar. Suaranya berat, bukan suara Josie. "Pak Avin!" Sekali lagi kudengar. Segera kesadaranku pulih. Ternyata salah satu murid kelas yang memanggilku. Kenapa aku bisa membayangkan begitu jauh tentang Josie? Apa benar, yang Bang Edo bilang, aku suka sama Josie? Aku mulai ada hati untuk muridku itu? "Oh, ya, gimana?" Aku segera menengok pada murid dengan rambut cepak itu. "Udah betul belum, Pak?" Tangan murid itu menyodorkan buku latihannya. Aku kembali konsentrasi, memperhatikan pekerjaan muridku. Tidak lama lagi. Hanya sekian menit lagi, sabarlah. Aku berusaha menenangkan diri sendiri. Begitu bel usai kelas, aku segera meminta murid-murid mengumpulkan tugas mereka di meja. Lalu aku membereskan semuanya dan bergegas meninggalkan kelas. Tujuanku adalah mencari Josie dan Resti. Apakah Josie sudah bertemu dengan Ibu Kepala dan Wali Kelasnya? Apa yang terjadi kemudian? Apa benar, Bu Rani bisa meyakinkan Ibu Kepala agar membiarkan Josie tetap meneruskan s
Read more
Bab 23. Kejutan di Hutan Kota
Kami yang di dalam bis melongok keluar, mengikuti arah tangan murid itu. Aku tidak melihat jelas apa yang dia tunjuk. Segera aku mendekat ke sisi kanan dan menengok keluar agar lebih jelas ada apa. "Josie, Pak!" Suara yang lain menyahut. Tampak Josie berjalan bergegas ke arah bis. Dia mendekati pintu. Aku tak menunggu lagi, segera membuka pintu bis. "Josephine?" tanyaku sambil memandang Josie yang melangkah masuk. "Maaf, Pak, Bu Ertis minta aku ke bis. Dia masuk di mobil empat. Masih cukup kan, di sini?" Josie berdiri di depanku. Ah, lagi-lagi debaran girang menghampiri hatiku. "Bu Ertis? Kok tiba-tiba?" Aku jujur saja terkejut, tapi senang. Bu Ertis seharusnya tidak akan ikut dalam rombongan field trip. Tapi kenapa ... "Bu Ertis ada urusan di kantor pemerintahan ga jauh dari lokasi field trip. Jadi sekalian bareng." Josie menjelaskan. "Well, oke ..." Aku menoleh ke seluruh bis. Sebenarnya bis sudah penuh. Karena memang semua sudah dihitung. "Kamu duduk di sini." Aku mengambil
Read more
Bab 24. Kejutan Lain yang Menyusul
Ranting pohon itu lepas dari pangkalnya. Di bawahnya Josie sedang melintas. Seperti auto-pilot, kakiku terangkat, melangkah cepat, dan melompat ke arah Josie. Aku menarik Josie sekuat mungkin agar menjauh dari patahan ranting pohon yang terjun terarah padanya. Di sekelilingku terdengar teriakan terkejut dan panik dengan kejadian mengerikan yang tiba-tiba itu. Sementara Josie sudah ada dalam dekapanku. Dan kurasa di bahu kiriku, ranting pohon menimpa, membuat rasa sakit dan ngilu yang sangat kuat. "Pak Avin! Josie! Ya ampun!! Astaga!!" Entah teriakan apa lagi yang masuk ke telingaku. Aku tidak memperhatikan di sekitarku. Aku hanya mau yakin Josie baik-baik saja. Merasa yakin, bahaya sudah lewat, perlahan aku lepaskan dekapanku dari Josie. Wajah Josie tampak sangat tegang dan bingung. Antara pucat dan merah menghiasi wajahnya. Josie menatapku dengan heran sedangkan tangannya masih erat memegang lenganku. "Josie! Kamu ga apa-apa?" Resti sudah berdiri di belakang Josie. Dua gadis lain
Read more
Bab 25. It Is Over!
Melihat pemandangan luar biasa di depanku, aku seperti orang bodoh. Tapi aku tidak mau terlihat bodoh. "Silakan lanjutkan, aku salah jalan!" tandasku dan berbalik. Aku tidak tahu apa reaksi Lola saat tahu aku memergoki dia dengan pria lain. Aku tidak ingin menoleh lagi. Kejutan luar biasa kembali kuterima hari ini. Langkahku tidak jelas lagi ke mana. Tidak kupikirkan apakah aku menuju rombongan murid atau tidak. Aku hanya ingin keluar dari area kampung wisata itu dan kembali ke bis. Pak Harjo sedang duduk di dalam bis sendirian, di kursi sopir. Dia memperhatikanku yang masuk bis dengan tergesa dengan wajah kesal. "Pak Avin?! Kok sudah balik? Ah, Pak Avin sakit?" Pak Harjo bertanya dengan tatapan cemas. Aku menyandarkan punggung, sedikit miring, agar bahuku tidak menyentuh sandaran kursi. "Mulai terasa, Pak. Makanya aku balik ke bis saja. Pulang baru aku cek kondisi seperti apa." Aku menjawab sambil perlahan tangan kananku meraba bahuku. "Boleh saya lihat, Pak? Maaf, kalau ga keb
Read more
Bab 26. Hati Tak Mungkin Bohong
Tatapan mata sayu itu membuat aku tak bisa mengalihkan pandanganku ke arah lain. Beberapa saat mataku dan mata Josie masih saling menatap. Josie mengerjap beberapa kali, lalu dia menunduk dan kembali memperhatikan ponselnya. Aku menghela nafas dalam, menoleh lagi keluar jendela bis. "Ya Tuhan, ada apa denganku? Aku makin ga bisa kontrol hatiku. Kenapa jadi begini?" Degupan mulai melanda di dada ini. Benar-benar tidak masuk di akalku. Aku suka muridku sendiri? Gila! Ting! Ponselku kembali berteriak menunjukkan ada pesan masuk. Dengan cepat aku mengeluarkannya dan membuka pesan itu. Aku makin degdegan, yakin pesan itu dari Josie. Ah, ternyata ... Lola ... - Avin, aku tunggu di rumah. Kita harus bicara. Aku tersenyum getir. Aku tahu apa yang Lola inginkan. Dia pasti akan klarifikasi kejadian di lorong kampung wisata itu. Aku tidak ingin sama sekali menjawab pesan Lola. Aku memegang ponselku dengan tangan kanan, sementara pandanganku balik ke jalanan di luar bis yang tidak bisa terlal
Read more
Bab 27. Berakhir Tapi Tidak Selesai
Rasanya tak bisa kupercaya apa yang aku dengar dari Lola. Dia tidak mau putus? Lalu apa arti semua yang dia lakukan di belakangku? Apa artinya aku buat dia? Kalau boleh, aku ingin menampar pipinya dan menjambak rambut pirangnya! Kedua tanganku terkepal. Dan sayang sekali, tangan kiriku terasa lemah, mengepal saja tidak mampu dengan benar. Aku sudah habis kata-kata membalas Lola. "Kalau memang putus, aku yang akan melakukannya, bukan kamu! Jadi, aku ga terima kamu putusin aku, tanpa mendengar penjelasan dariku!" Lola menatapku dengan kedua mata menyala. Aku tidak bereaksi. Mau menjawab, tidak ada gunanya, mau mengiyakan sudah tidak mungkin. Aku memilih duduk di sofa dan meletakkan ransel di sebelahku. Aku mengeluarkan ponsel dari saku ranselku. "Sekarang, kamu harus dengar semua yang harus kamu dengar." Lola maju beberapa langkah dan duduk di depanku. Aku masih tidak ingin menjawab. Ponselku menyala, ada panggilan masuk di sana dari Kak Lili. "Ya, Kak?" Aku menerima panggilan kaka
Read more
Bab 28. Para Gadis di Rumah
Sebuah gambar dengan diri Josie. Josie memegang selembar kertas di tangan, sedang senyum manis mengembang di bibirnya. Tulisan di kertas yang Josie pegang membuat aku makin lebar tersenyum. 'You're the hero for me, Sir. Thank you.' Aku segera mengirim balasan ke nomor Josie. - lagi ngapain? Sempat bikin foto gini, ya? Aku tak bosan memandangi wajah Josie. Sangat berbeda dengan saat pertama aku mengenalnya. Wajah tegang, cuek, dan tak peduli apapun hampir tak terlihat lagi di sana. Semakin terbayang wajah Josie yang dihiasi senyum, meskipun matanya masih saja sayu. Namun sayu yang dia tunjukkan bukan menyimpan kesedihan. Ting! Jawaban masuk lagi dari Josie. Tak sabar aku membaca pesannya. - Mau belajar malam, Pak. Semangat, cepat sehat lagi. Ada project kelas musik, kan? Pingin cepat mulai. Oh, tidak ... Ini penghiburan yang aku harapkan. Secepat itukah Tuhan menjawab doaku? Semua kekesalan karena Lola seperti tidak ada artinya. Kalimat biasa dari seorang murid yang menyukai pela
Read more
Bab 29. Menenangkan Hati
"Hetty, teman-teman kamu benar. Pulang saja, jangan sampai telat balik asrama. Makasih sudah berkunjung. Ya?" Aku menengahi. Lebih baik mereka segera pergi. Aku tidak ingin drama Lola akan lebih panjang lagi. "Baiklah. Pak Avin janji, kalau ada apa-apa, tinggal bilang minta bantuan saja." Hetty masih menegaskan kata-kata yang sama. "Oke, thank you. Hati-hati di jalan." Aku mengangguk dan tersenyum. "Oh, jadi ga usah minum, nih!?" Lola menimpali. Kembali senyum manis dia lemparkan. "Ga usah, Tan. Ga haus juga, kok!" Lagi-lagi Doan menarik kedua temannya agar bergegas. "Ih, kok aku dipanggil Tante? Aku setua itu?" Lola cemberut sambil terus memperhatikan ketiga muridku yang beranjak keluar rumah. Aku tidak menjawab. Aku sangat ingin hari ini tidak terjadi. Sampai kapan aku akan berurusan dengan Lola? Aku mulai muak dengan semua yang terjadi di antara aku dan mantanku itu. "Avin, aku ga bisa nunggu lebih lama. Aku harus jelaskan apa yang tertunda yang aku mau bilang hari itu. Besok
Read more
Bab 30. Insiden yang Menyenangkan
"Jangan jual mahal. Aku akan ajak kamu bersenang-senang, Neng!" Salah satu pria itu , yang bertato di kedua tangannya, berkata dengan nada sinis dan terkesan mengejek. "Aku akan teriak kalau kamu ga pergi," sahut di gadis, dengan suara medok. "Hei, sok alim banget. Cewek kalau udah masuk kafe ini, Neng, pasti tujuannya mau happy-happy. Aku dengan senang hati lo, ngajakin kamu, hee ... hee ..." Pria yang satu lagi, yang sedikit gondrong ikut bicara. Dadaku seketika terasa penuh, seperti mau meledak. Aku belok ke sisi kiri dan dengan cepat menghampiri mereka. "Kalian ngapain di sini?" Aku menatap tajam kepada kedua pria itu. Tanganku terkepal di sisi badanku, bersiap kalau terjadi sesuatu. Kulihat dengan jelas, si rada gondrong masih memegang kuat lengan si gadis. Mendengar pertanyaanku yang bernada marah, keduanya menoleh padaku. Si gadis pun melihat ke arahku dengan mata yang langsung melebar. "Kak Avin!?" Kedua pria itu menyebut namaku serempak. Wajah mereka jelas sangat terkeju
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status