All Chapters of WAJAH ASLI ISTRI BARUKU : Chapter 31 - Chapter 40
135 Chapters
LUPA JALAN PULANG
ELA Kemarahan mas Adnan sempat menbuatku benar-benar takut. Apalagi saat ia mengatakan kami pisah rumah sementara.Kini, muncul sesal mengapa napsu ini tak pernah berhenti. Padahal cinta dan kekayaan telah ada di tangan. Harusnya menerima dan menjalani saja pernikahan Entahlah, mengapa aku bisa selemah ini di hadapannya. Kukira dia bodoh, nyatanya aku yang tolol telah bermain hati.Aku pernah berjanji untuk tak jatuh hati. Namun, semua itu terbantahkan saat pertama kali bertemu dengannya. Ya, aku telah jatuh hati pada seorang Adnan SaputraSepanjang aku mengenal lelaki, mas Adnanlah yang paling baik dan tulus menyayangi. Ia memperlakukanku bak ratu sesungguhnya. Pria itu menuruti semua keinginanku dan tak menuntut banyak. Dia hanya ingin aku ada saat dirinya di rumah. Untuk sekedar melepas lelah dan bercengkerama dengan istrinya. Sebenarnya itu permintaan wajar dari seorang suami. Past
Read more
ARUS KEHANCURAN
ADNANAku akan nekat pergi malam ini juga untuk menyusul Ela ke Bali. Namun, kondisi tubuh nyatanya tak memungkinkan. Kalaupun memaksakan penerbangan malam, rasanya takkan sanggup. Kutahan diri hingga esok pagi. Meski emosi ini sudah meledak-ledak, sekuat mungkin ditahan hingga nanti. Akhirnya kembali ke peraduan untuk merebahkan diri di sana. Aku sangat butuh istirahat agar tak ambruk. Baru merebahkan diri, pintu kamar diketuk. Aku tahu itu pasti bi Asih. Ingin marah sebab merasa terganggu, tapi diurungkan. Kasihanlah dia yang tak tak tahu apa-apa harus kena getahnya. “Tuan, maaf saya mau istirahat. Makan malamnya sudah saya rapikan kembali.” Aku mengangguk pada wanita yang seusia mama itu. Namun, sebelum ia membalikkan badan, aku menahannya dengan pertanyaan. “Bi, apa bibi tahu sesuatu tentang Nyonya?” Wanita itu terdiam. Ia menatapku sekilas, lalu menunduk. Aku tahu bibirnya bergerak, tapi belum juga keluar kata-kata. Seperti ketakutan untuk menyampaikan sesuatu. Kasihan juga
Read more
TELAH DIBALAS
ADNANSetelah urusan di ruang keamanan beres, aku menemui Ela. Ia ada di sebelah ruangan ini. Entah apa namanya. Ela tak berani menatap ke arahku. Ia hanya tertunduk dan bergetar. Aku pun tak ingin banyak bicara. Langsung mengajaknya pulang tanpa berpanjang kata. Amarah ini masih membuncah, tapi tak mungkin diluapkan di sini. Sekuat mungkin kutahan agar magma kemurkaan tak erupsi. Aku tak langsung pulang sebab pikiran masih kacau. Sebaiknya menenangkan diri dahulu agar kembali kewarasan. Kami duduk di atas batu karang di bibir pantai. Angin yang mulai kencang sedikit banyak membantu meredakan hawa panas yang membuncah di dada. Tak ada yang dilakukan selain menatap gulungan ombak berkejar-kejaran. Serta birunya air laut yang entah berapa kedalamannya. Jika ombak surut, la pun tenang. Apabila gelombang itu datang, maka hilanglah ketenangan. Seperti itulah kehidupanku. Tujuh tahun tanpa gelombang kujalani bersama Rida. Tenang dan menenangkan jiwa raga. Di sana hanya ada riak-riak
Read more
GUGUP
Hari ini Yanti melangsungkan pernikahan dengan mas Radit. Aku diminta menjadi salah satu bagian dari keluarga wanita. Katanya jadi adik atau kakak tak masalah. Aku tidak boleh mengurus apapun. Hanya tampil di depan dengan dandanan cetar membahana. Pakaian, clutch dan sepatu senada warnanya sudah disiapkan. Begitu juga dengan Azka dan Azkia, mereka pun didandani bak pangeran dan putri kecil. Sejak bercerai, aku tak pernah merias wajah. Rasanya tak berselera saja. Yanti kadang protes melihat tampilan kusamku. Katanya meski tak berhias, rawatlah kecantikan yang dianugerahkan Allah. Aku sih mengiyakan tanpa melaksanakan. Karena kesal, akhirnya Yanti membelikan skincare untuk perawatan. Dengan terpaksa kupakai juga seperlunya. “Seenggaknya dandanlah buat Mr Ganteng, Afgan, papi Azka dan Azkia “ goda Yanti kala itu. Aku membalas candaannya dengan cubitan kecil. Dasar Yanti, kalau sudah kumat jailnya selalu saja menghubungkanku dengan mas Afgan. Saat ini, hatiku masih beku. Rasanya kep
Read more
DEG-DEGAN
RIDAMas Afgan langsung menyambut uluran tangan Azkia. Ia kemudian mengecup pipi cubby putriku. “Putri Azkia cantik, deh!” pujinya. Sementara Azka tak mau lepas dari genggaman tangan satunya milik mas Afgan. Dipikir jadi seperti papa mereka saja. “Temani ke sana, boleh?” pintanya padaku. Ia mengarahkan pandangannya ke pelaminan. Aku mengiringi langkah mas Afgan. Saat mau meraih tangan Azka, anak itu menolak. Ya, ampun segitu nempelnya sama om baru dikenal. Mas afgan mengucapkan selamat dan melantunkan doa untuk pengantin. Ia bilang telah menyiapkan hadiah paket bulan madu untuk mereka. Tentu saja mata Yanti berbinar-binar. “Terima kasih, pak Afgan atas kedatangam, doa dan hadiahnya. Semoga cepat menyusul kami. Ditunggu undangannya, mba Rida!!” Sepertinya wajahku memerah kini. Kalau suhunya sih naik memang saat mendengar ungkapan mas Radit. Kenapa harua menyelipkan namaku coba. Suami istri ini memang sepertinya punya misi menyatukan kami. Harus lebih hati-hatilah pada sepak ter
Read more
PERMOHONAN HATI
AFGAN“Jadi gimana hubungan kakak sama mba Rida?” tanya Adela yang tak pernah bosan menginterogasi. Terlihat sekali rasa penasaran ibu muda ini. “His, ini gara-gara keseringan nonton gosip artis, bawaannya penasaran terus,” ledekku pada wanita yang sejak hamil dilarang terjun di perusahaan oleh suaminya. Katanya jadi ibu rumah tangga saja. Biar urusan bisnis ditangani kami. “Ini bukan gosiplah, tapi fakta, Akak!” rajuknya sambil menghalangi tanganku dari laptop. Sepertinya kalau tirak dijelaskan akan terus menganggu. Mungkin dia datang ke rumah memang niat mencari gosip ini. “Belum ada perkembangan. Rida menutup diri. Mungkin masih trauma dengan kegagalan pernikahan sebelumnya,” Adela manggut-manggut. Ia lalu mengetuk telunjuk pada bibirnya. Boal mata bergerak ke kanan dan kiri. “Wajarlah, Rida baru pisah beberapa bulan lalu. Kata temannya dia diceraikan tanpa ada kesalahan, lantas suaminya menikah lagi seminggu setelah perceraian. Nasibnya tak jauh beda denganku, dikhianati.” W
Read more
AMARAH AZKA
Aku terhenyak sejenak mendengar permohonan mas Afgan. Rasanya seperti sedang diserang bertubi-tubi dari arah depan. Lalu, tak sanggup melawan. Kepalaku tertunduk sebab tak sanggup bertemu pandang dengan tatapan penuh hasrat di depan sana. Jelas sekali binar cinta yang menguar dari dua bola matanya. Hati ini bahkan mampu merasakan getaran hatinya. Tak kupungkiri permohonan itu sempat melambungkan hati. Aku terbang hingga melayang. Namun, kembali menapak saat logika datang. Tak boleh, aku tak boleh semudah ini terbawa angan-angan. Ingatlah, lelaki tak bisa dipegang janjinya. Bukankah mas Adnan dulunya baik, sangat baik. Bagaimana sekarang? Nyatanya seorang pendusta. Tapi, alangkah tak elok jika langsung menolak permohonan seorang yang amat berharap. Baiknya kutunda hingga beberapa hari ke depan. Tapi lagi, bukankah mengulur-ulur juga akan membuat lebih sakit. Jika pada akhirnya tetap ditolak. Ya, Allah, hamba harus bagaimana? Keringat di telapak tanganku sudah membuat tak nyaman.
Read more
OM DATANG
“Azka main sama om Radit, mau?” Aku buru-buru menyeka air mata saat melihat Yanti dan mas Radit datang. Aku tak ingin terlihat cengeng di sisi mereka. “Dedek Azkia sini gendong sama Tante!” tawar Yanti. Dan Azkia langsung menyambutnya. Setelah Azkia pindah tangan, aku bergegas membuat minuman untuk dua sejoli itu. Sebenarnya penasaran ada apa gerangan mereka menyempatkan diri datang. Aku berharap tak akan membahas mas Afgan. Biar saja itu berlalu. Lagipula orang itu juga tak datang lagi, kecewa dan sakit hati juga mungkin. Kuletakkan minuman dan setoples kue kering di meja depan. Lalu, memerhatikan pengantin baru itu bermain dengan anak-anak. Yanti menghentikan permainan saat melihatku berdiri di ambang pintu. Ia lalu meninggalkan mas Radit yang masih asyik bermain dengan Azka dan Azkia. “Aku dan mas Radit akan ke Surabaya selama tiga bulan. Ada urusan bisnis dengan rekan kerjanya. Doain, ya semoga sukses proyek ini!” terang Yanti setelah kami duduk di sofa. Mendengar informas
Read more
KERINDUAN
Penolakan Rida adalah pukulan telak bagi perasaanku. Jawabannya telah mampu mematah-matahkan kepingan rasa yang susah payah kususun di atas reruntuhan masa lalu. Mungkin inilah jawaban dari keraguan bahwa dirinya akan menerima proposal cinta ini. Ternyata benar adanya, Rida belum siap menjalani kehidupan pernikahan baru. Salahku juga kenapa tak peka akan trauma masa lalunya. Aku saja yang lelaki pernah patah berkali – kali, apalagi perempuan yang punya sensitifitas perasaan lebih tinggi. Pasti akan sulit bangkit dari tragedi yang menyakiti. Aku pulang dalam rasa yang kacau balau. Persis seperti kereta tabrakan. Puingnya berserakan di mana-mana. Aku butuh sedkit dan waktu untuk mengembalikan kepingan hati yang berserak. Takkan larut terlalu lama sesakit apapun dada ini. Lagu unbreak my heart mengalun di sepanjang perjalanan pulang. Bait demi baitnya bersepakat dengan kondisi hatiku kini. Jadilah alunan nadanya menghanyutkan perasaan sendiri. * “Dia masih trauma kegagalan pernika
Read more
KUTUNGGU
Hari ini tepat sebulan aku tak menemui Rida. Kupikir menghindarinya akan melepas pelan-pelan rasa yang terlanjur disulam. Nyatanya tidak. Yang terjadi justru aku makin tersiksa. Tersiksa sebab rindu yang menggila. Siang tadi konsentrasiku bubar. Entah mengapa hari ini terus melintas bayangan mereka. Silih berganti hingga yang terlihat di laptop adalah senyum wanita itu dan anak-anaknya. Untung saja tak ada yang tahu bagimana kondisiku saat itu. Jika ada yang bisa menerawang pikiran pasti ditertawakan. Malam ini pun sama. Lepas makan, aku tak berselera menjamah tugas kantor yang akhirnya dibawa ke rumah. Lebih memilih duduk di balkon memandangi pekatnya malam. Di sana ada taburan bintang yang beredar mengelilingi bulan. Serupa dayang-dayang mengitari ratunya. Keasyikanku menikmati suasana malam terhenti oleh panggilan telpon. Ternyata dari Radit. Aku sengaja memberi nomor HP padanya untuk berjaga jika ada informasi penting terkait Rida. “Azka sakit, keadaannya kritis. Ia terus men
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status