Semua Bab Rahasia Gadis Biasa: Bab 11 - Bab 20
57 Bab
Bab 11: Akses Istimewa
Pagi masih baru saja naik bersama sinar mentari yang menerobos bumi dengan hangat, menghalau dingin bekas hujan semalam. Anak-anak yang baru datang dengan wajah ceria mendapati majalah dinding menjadi lebih menarik karena ada suatu kertas yang tertempel di sana.  Sebuah pengumuman. Tidak menunggu waktu lama, gerombolan itu terbentuk di depan majalah dinding yang semakin ramai. "Akan ada study tour?" Seorang anak perempuan menaikkan alisnya. "Oh, khusus untuk kelas dua belas." Temannya menyahut, setelah itu mereka sama-sama melewatinya. Lain dengan gerombolan lelaki di sampingnya, "Ke Istana Wheels? Ini namanya jam pelajaran tambahan, cuma beda suasana saja." "Ah, malas, deh." Mereka saling sahut. "Sudah yuk, cabut." Bella baru saja menginjakkan kaki di lobi, matanya tertarik ke kerumunan yang ramai di depan majalah dinding langsung ikut memperhatikan dari jauh. Terllau sulit untuk menerobos ke depan, jadi dia berdiri mema
Baca selengkapnya
Bab 12: Teman-Teman Palsu
"Hei, dia bilang akan datang menyusul?" Mereka mulai berbisik satu sama lain. Beberapa anak bahkan mulai menaruh curiga kepada Bella yang terkesan selalu menghindari acara-acara yang diwajibkan untuk anak non-beasiswa seperti ini. Tetapi, Luna langsung bertanya kembali padanya, "Apa kamu ada acara hari itu?" "Emm, iya." Bella sadar dirinya dalam situasi yang serba sulit. Tidak bisa menghindar lagi seperi sebelumnya, namun juga tidak bisa mengatakan yang sebenarnya–bahwa dia akan menghadiri kelas pribadinya di Istana itu! "Apa itu?" Tanya yang lain. "Ehm, ada ..." Bella terlihat mulai berkelit. "Ada sesuatu yang harus kulakukan." "Eh, dia tidak ikut lagi?" Tiba-tiba saja Aiko menyambar percakapan mereka dengan tampang siap mencemooh. Luna berusaha mengabaikannya, "Oh, ya sudah. Tidak apa, yang penting kamu ikut, Bella." Bella mengangguk saja. "Hahaha." Tawa Aiko meledak, diiringi tertawaan gengnya, "Tidak mungkin. Kukira
Baca selengkapnya
Bab 13: 70 Juta Dolar?!
Siangnya, bosan karena tidak mengikuti jam pelajaran seperti biasa, Bella membuka-buku latihan soal sambil menuliskannya di catatan. Panasnya mulai turun dan kepalanya sudah tidak merasakan pusing. Dua sudah kembali segar setelah meminum ramuan khusus dari Ibu, yang bahannya dikirimkan oleh Istana ketika mengabarkan dia yang sedang sakit. "Nak, istirahat dulu," Ibu menepuk-nepuk pundaknya pelan ketika menghampirinya sejenak. "Iya Bu, setelah ini aku mau tidur siang." Dia baru saja akan menutup bukunya ketika ponselnya berdering di atas meja. Saat dilihat nama Kazem di layar, Ibu menyuruh untuk segera mengangkatnya karena bisa jadi itu hal yang penting.  "Ya, halo?" Selang beberapa detik kemudian dia menjerit tidak percaya, "Tu-tujuh puluh juta?!"  Ibu sampai ikut-ikutan terlonjak di tempatnya sambil mengelus dada, "Ada apa, sih? Kenapa kamu heboh sekali, Nak?" Sambil menutup telepon, Bella memandang dengan kosong ke jendela k
Baca selengkapnya
Bab 14: Pembelaan Miss Claire
Bella tidak berkedip mendapati perlakuan anak-anak sekelas yang terlewat cuek pada apa yang dialaminya. Mereka semua melihat dengan jelas kedua anak superior itu mencorat-coret mejanya, lalu memindahkan tempat duduknya ke sudut kelas yang sepi. Padahal kemarin mereka berlagak seperti teman baiknya. Terutama Luna. Gadis berjaket ungu lavender itu kini bersandar santai di bingkai jendela kelas, memandangi dengan sinis entah apa yang ada dalam gumamannya.  Sudah muak dengan semua ini, diarahkannya langkah panjang ke bangku barisan depan. Tempat aslinya duduk, daripada memilih kalah dengan duduk di pojok sana. Melihat itu, kedua anak perundung di dekatnya langsung bergerak mendekat dengan kepala panas. "Heh!" Bentak Luna sambil masih berjalan penuh emosi. "Siapa suruh kamu duduk di sini?!" Aiko ikut-ikutan memelototinya dari dekat. Berharap yang dipelototi sekarang membalasnya takut-takut seperti biasa. Namun tidak. Ekspektasinya telah goyah,
Baca selengkapnya
Bab 15: Jasa Ayah di Masa Lalu
"Satu hal lagi." Miss Claire hendak menutup sesi ceramah panjangnya di depan kelas, seraya menaikkan jari telunjuknya ke depan wajah, "Jangan pernah dipengaruhi orang lain untuk berbuat jahat ke teman kalian sendiri. Kalau saya dengar sekali lagi ada hal seperti ini terjadi, saya akan menghubungi orang tua kalian masing-masing." "Lalu, Anda ingin mengatakan apa?" Aiko rupanya tidak memiliki rasa takut sama sekali untuk mendengarkan seperti yang lain. "Anaknya tidak akan lulus dari ujian Bahasa Inggris!" Ujar Miss Claire membentaknya yang sontak membuat semua anak tambah tegang di dalam ruangan. Termasuk Aiko yang langsung kaku. "Saya tidak peduli siapa orang tua kalian karena mereka sendiri telah menyerahkan nilai kalian kepada saya. Ingat itu baik-baik." Seisi kelas masih mendengarkan dengan senyap tanpa ada yang berani berbicara. "Bella, kembali ke tempat dudukmu di depan. Tinggalkan meja penuh coretan itu!" Perintah Miss Claire sebelum membuka spid
Baca selengkapnya
Bab 16: Pembalasan Keempat
"Iya, anakku bercerita kalau Bella suka berbohong di sekolah, apakah itu benar?" Senyumnya masih menunjukkan cemoohan.  Sayangnya Bella tidak dapat melihat manik mata wanita sok kaya anaknya Wali Kota itu. Mungkin dia merasa dirinya diatas awan, sementara orang-orang biasa dianggapnya rakyat rendahan yang tidak ubahnya seperti sampah. "Tidak." Bella langsung menyahutnya. "Maaf Bu, saya berbohong soal apa, ya?"  "Ah, sepertinya ..." Ibunya Nazar seolah menyapu pandangan ke sekeliling toko, enggan langsung menjawab, "Kamu menyebarkan rumor tentang dirimu sebagai pewaris Starfront. Apa itu benar? Hahaha." Suaranya dibesarkan seolah ingin agar orang lain mendengarnya. Benar saja para karyawan toko lantas memperhatikan mereka. Apalagi karyawan yang tadi sempat menanyakan apakah Bella benar-benar akan membeli tasnya. Bella sampai membeku di tempat. "Memang itu benar." Tidak diduga, Ibu membelanya. Bella terkejut sendiri. Padahal it
Baca selengkapnya
Bab 17: Pura-Pura Miskin
"Nak." Malamnya, Ibu memanggil sekalian untuk makan malam.  Ketika mereka sudah duduk berhadapan di meja makan, Ibu memulai percakapan dengan "mau diapakan semua tas yang dibelinya tadi." Bella terkikik malu. Dia sangat emosional sampai-sampai tidak lagi memikirkan hal lain diluar pembalasannya terhadap perlakuan mereka ke Ibunya. Bahkan angka 175.000 dolar yang melayang di kepalanya masih membuatnya geli. "Aku tidak menyangka akan melakukan hal seperti itu," Gumamnya pelan. "Bella." Ibu mulai serius, "Kamu tidak boleh membeli barang-barang dengan mubazir, Nak! Ingat kata Ayah, kamu adalah anaknya yang dermawan dan pandai menghemat uang." Bella tertunduk saja. Ditariknya nafas panjang, "Bu, tadi aku sangat tersinggung melihat Ibu diperlakukan seperti itu oleh mereka. Kalau itu aku sendiri, aku tidak akan sampai melakukan semua ini ..." Ibu bersiap menyelanya, namun Bella langsung melanjutkan, "Tapi, aku bahagia bisa membel
Baca selengkapnya
Bab 18: Pelajaran Pertama
"Hei, bagaimana ini???" Luna langsung bereaksi panik. Bukan karena apa, tetapi dia sudah berjanji kepada pengikutnya di media sosial bahwa dia menerima tantangan untuk berfoto di ruangan khusus Istana itu. "Ah, tidak berguna." Sahut anak laki-laki lain menunjuk Aiko. "Hei! Jangan sembarangan, ya!" Omel Aiko tidak terima. "Aku masih harus menunjukkan siapa Ayahku, mungkin saja mereka lupa atau tidak mengenalinya." "Itu sih, parah." Balas Era. Grup masih terus berlanjut ramai dengan saling tuduh, mengejek, bahkan bertengkar virtual karena masing-masing memiliki gengsi yang tinggi. Bella, seperti biasanya, diam saja menyaksikan tulisan-tulisan itu semua di layar. Kali ini sambil meminum dari gelasnya dan duduk santai menikmati perjalanan. "Benar, kan." Gumamnya. "Tidak ada dari kalian yang tulus dalam pertemanan." Dia melamunkan hal itu cukup lama hingga kalimat Luna terngiang di pikirannya. Bahwa Ilham sebenarnya telah memendam rasa pada
Baca selengkapnya
Bab 19: Tamu Istimewa
"Huh." Para gadis turun dari lift sambil misuh-misuh, saling berbisik tidak mengenakkan satu sama lain. Beberapa dari mereka berjalan menjauh dari Aiko setibanya di lantai dasar atau lobi Istana yang ramai. "Aiko." Luna sudah hampir hilang kesabaran, berkata dengan mata tertutup dan kedua mata terlipat didepannya, "Mau berapa kali kamu mempermainkan kami, hah? Kamu pikir itu lucu, membuat kami bolak-balik seperti orang bodoh begini?""Nng ..." Aiko masih berusaha menghubungi lewat ponselnya yang tidak juga diangkat sedari tadi. Sejak saat seorang pelayan di lantai atas menolak akses mereka dan segera menyuruh mereka untuk turun dengan tegas."Sudahlah," Era melewatinya, "Tidak berguna." Lalu menggandeng yang lain berjalan keluar, melewati deretan lukisan berpigura emas dibalik tiang-tiang emas yang menjulang puluhan meter keatas langit-langit yang digantungi lampu kristal.Aiko menahan geraman diantara grahamnya. Menyimpan ponsel di tas, kemudian be
Baca selengkapnya
Bab 20: Déjà vu
Bella tercekat mendengarnya. Sampai-sampai dia membeku tanpa bisa bereaksi apapun.Celaka! Benar juga, waktu itu mungkin saja pegawai toko memberitahu Mamanya Nazar tentang siapa aku sebenarnya.Merasakan bahwa Bella sendiri langsung tergagap dan kikuk, Ilham langsung paham dengan situasi yang sebenarnya, "Bella. Aku tidak bermaksud mencari tahu, tapi Nazar yang memberitahunya padaku. Aku sungguh tidak apa-apa kalau–""Benar." Bella mengangguk pada akhirnya. "Tapi, diamlah, Ilham.""Eh?" Ilham terkesiap di tempat. Begitu juga Nazar yang juga menarik napas panjang. "Kalian berdua harus diam. Jika sampai yang lain tahu, maka kalian bedua," Bella menggerakkan manik mata cokelatnya, mengawasi kedua orang di hadapannya dengan serius, "Akan terkena masalah oleh Istana."Keduanya langsung menurunkan pandangan. Menunduk seraya berkata, "Baik ... Yang Mulia.""Sekarang bersikaplah seperti biasa. Terutama kamu, Nazar." Bell
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status