Все главы Takdir Cinta Sang Anak Koruptor: Глава 41 - Глава 50
99
bab empatpuluh - perihal trauma (1)
Rasanya seperti sudah lama sekali sejak Winena merasa benar-benar 'hidup'. Hari ini, bersama dengan Sena berkeliling kota Yogyakarta untuk menikmati cita rasa kuliner khas daerah istimewa itu serta mencicip makanan-makanan yang sedang populer di sana, berjalan-jalan santai di sekitar Malioboro hingga ke titik nol kilometer sembari mengobrol ringan di bawah matahari yang sudah tak begitu terik di penghujung sore, lalu ditutup dengan melihat pertunjukan musik jalanan sembari menyeruput es "Kamu serius dulu pernah menjadi atlet renang?" Ini sudah yang ke sekian kalinya Sena bertanya karena tidak percaya pada sosok wanita di sampingnya, yang tengah duduk bersila di antara penonton lain yang menikmati musik, pernah menjadi atlet renang hingga pernah sampai mengikuti kejuaraan nasional dan mendapatkan medali perak. "Hanya sampai level junior. Setelah lulus SMA saya berhenti." "Kenapa?" "Cedera punggung yang membuat saya harus istirahat dari banyak turnamen. Sampai akhirnya saya memilih
Читайте больше
bab empatpuluh satu - perihal trauma (2)
"Kamu sendiri... apa ada sesuatu hal yang membuat kamu trauma?" Sena menurunkan pandangan dan menatap kedua tangannya yang saling menggenggam lalu tiba-tiba tertawa. "Kamu nggak kesurupan, kan? Kenapa tiba-tiba ketawa?" Dan bukannya berhenti, tawa Sena justru semakin keras. Membuat orang-orang di sekelilingnya memberikan tatapan tak senang karena mengganggu pertunjukan musik yang sedang berlangsung. "Saya benar-benar kebalikan kamu. Saya nggak tahu ini bisa disebut trauma atau bukan, tapi saya nggak pernah lagi dekat-dekat dengan kolam renang, laut, pokoknya tempat-tempat yang banyak air karena saya pernah tenggelam." Winena tidak menyela karena Sena terlihat belum selesai bercerita. "Sejak kecil, karena tinggal di sini, saya dan teman-teman saya sering ke pantai. Saya cukup yakin kalau saya dan teman-teman saya sudah mengunjungi semua pantai di Gunung Kidul." "Bercanda kamu." "Coba saja sebutkan pantai-pantai yang kamu tahu atau pernah kamu kunjungi, saya pasti pernah ke sana
Читайте больше
bab empatpuluh dua - keras kepala
Winena baru ingat jika minggu depan adalah jadwalnya untuk pulang ke Jakarta seperti yang ia sepakati dengan Tante Elis kalau dirinya akan pulang setiap dua minggu sekali, setidaknya sampai Om Tirta benar-benar pulih, jika itu memungkinkan. Meski sesungguhnya Winena sendiri yang membuat janji itu dan jelas tidak akan mengingkarinya dengan mudah hanya untuk bisa hang out sekali lagi dengan Sena. "Sorry, Sena. Saya benar-benar lupa kalau minggu depan saya harus balik ke Jakarta buat nengokin Om dan Tante saya." Winena tampak sangat tak enak hati karena membatalkan rencana begitu saja saat mobil Sena yang mengantarkan dirinya pulang sudah hampir tiba di dekat warung mi ayam, di mana Sena menjemput Winena tadi pagi sesuai kesepakatan mereka beberapa waktu lalu. "Kenapa minta maaf, Win? Saya justru lega karena itu artinya waktu untuk bersiap-siap lebih banyak," Sena membalas dengan nada canda dalam suaranya. Winena pun mendesah lega. Untung saja Sena tidak mempermasalahkannya. "Minggu
Читайте больше
bab empatpuluh tiga - tidak tepat
"Biar saya bisa pulang dengan tenang, gimana kalau saya temani kamu jalan lewat telepon?" ucap Sena sebelum benar-benar mengizinkan Winena turun dari mobilnya.Winena mengerjap bingung. "Gimana?"Sena langsung membuka ponsel dan beberapa detik kemudian ponsel Winena menyala. Sena yang menghubunginya.Winena mengernyit menatap Sena. "Ini mau apa, sih?""Karena kamu berkeras nggak mau saya antar sampai depan kos kamu, satu-satunya pilihan biar saya tahu kalau kamu benar-benar selamat tanpa kurang suatu apa pun"Kamu berlebihan, Sena. Saya tuh udah sering jajan mi ayam situ kalau lapar malam-malam. Jalan kaki juga biasanya. Dan buktinya saya selalu aman, kok."Sena menggeleng tegas. "Angkat aja, Win. Semakin lama kamu bantah saya, semakin lama kamu tertahan di sini. Dan semakin nggak aman buat kamu kalau kamu balik ke kos terlalu malam."Desiran di dada Winena kian menggila dan Winena pun segera mengangkat telepon dari Sena."Udah, kan? Saya udah boleh turun sekarang?"Tanpa banyak berar
Читайте больше
bab empatpuluh empat - mimpi buruk itu datang lagi
Sepuluh hari berlalu. Namun, Winena seolah masih bisa merasakan kesenangan saat berjalan-jalan seraya kulineran bersama Sena. Sebab, seperti yang dijanjikan Sena, Winena bisa menikmati waktu yang dihabiskannya bersama laki-laki itu. Sena benar-benar totalitas saat berkata akan menjadi tour guide.Sejak hari itu Winena dan Sena belum bertemu lagi karena kesibukan masing-masing—bahkan untuk sekadar ngopi setalh jam pulang kantor pun tak sempat sebab Sena harus menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk—tetapi mereka menjadi cukup intens bertukar pesan dan beberapa kali berteleponan jika ada hal yang perlu didiskusikan. Mereka mengobrolkan banyak hal. Terutama tentang agenda berenang bersama yang sudah Sena setujui."Masih ada beberapa hari lagi. Apa saya perlu beli baju renang? Saya nggak punya soalnya," tanya Sena setelah mereka menentukan tempat berenang yang sekiranya nyaman—menurut review di Google dan atas rekomendasi teman Sena.Winena lega karena Sena selalu terdengar antusias mengena
Читайте больше
bab empatpuluh lima - pelipur lara
Di atas ranjang berukuran single di kamar kosnya yang tak begitu lebar, Winena tampak begitu kerdil ketika terbangun dari tidurnya dalam keadaan wajah bercucuran air mata, kepala pening, dan dadanya yang terasa sangat sesak. Meski sudah terbebas dari jerat mimpi buruk yang membuat Winena kembali diserang rasa sakit di hati dan di sekujur tubuhnya, wanita itu seakan masih bisa dengan jelas mengingat 'rasa' saat ia bertemu kembali dengan Ibu. Di dalam mimpinya, Ibu tampak sangat membenci Winena. Tak hanya dari tatapan mata yang menusuk tajam, pun juga dari cara Ibu bicara dengan begitu dingin. Tidak seperti Ibu saat masih hidup. Winena sama sekali belum pernah melihat Ibu dalam keadaan penuh benci seperti dalam mimpinya. Bahkan, dulu, saat mendapati sang suami mendua pun Ibu tidak menunjukkan amarah itu di depan Winena. Ibu begitu menjaga perasaan Winena agar anaknya itu tidak terluka. "Ibu...," lirih Winena seraya mencengkeram dadanya yang masih sangat sesak lalu memukul-mukulnya de
Читайте больше
bab empatpuluh enam - katanya teman?
Selama makan siang bersama Sena, Winena tidak banyak bicara seperti biasanya. Tidak seperti Winena yang Sena kenal selama beberapa minggu terakhir. Dan sebagai lelaki yang cukup peka, Sena siang itu tidak banyak bercanda. Tanpa perlu diberitahu, Sena mengerti bahwa ada sesuatu yang sedang atau telah terjadi pada Winena. Meski sudah berusaha disamarkan dengan sapuan make up di wajah, Sena masih bisa melihat bengkak pada kantung mata Winena. Wajah Winena pun tam sesegar biasanya. Laki-laki itu tidak bertanya karena menghargai Winena yang memang tak bercerita apa-apa dan memilih untuk menjaga momen agar makan siang mereka tidak berantakan. "Maaf ya, Sena. Kamu lasti kesal karena mood saya yang nggak terlalu bagus hari ini," Winena berucap dengan penuh sesal. Sena tersenyum tipis setelah meneguk habis es teh dari gelas besar yang es balok di dalamnya sudah nyaris mencair seluruhnya. "Santai aja, Win. Kamu nggak nolak saya ajak makan siang, itu artinya kamu butuh teman, kan?" Setelah l
Читайте больше
bab empatpuluh tujuh - pengingat
Memori adalah kutukan. Sejauh mana pun Winena melangkah, memori seolah memberati kedua kaki. Winena tidak bisa begitu saja lepas dari bayang-bayang masa lalu. Memori tentang Ayah. Memori tentang Ibu. Memori tentang Faris. Memori tentang calon anaknya yang belum sempat lahir menyapa dunia. Memori tentang masa-masa menyenangkan dengan teman-temannya dulu. Memori itu melekat seperti kutukan jahat meski semua orang-orang dalam memori itu telah meninggalkan Winena. Kehilangan yang paling menyakitkan adalah saat Winena harus melepaskan Ibu. Saat Ibu pergi, jiwa Winena seolah terperangkap pada hari itu. Mimpi yang sama berulang-ulang datang dan Winena dipaksa untuk kuat meski setiap saat ia ingin runtuh. Winena dipaksa untuk menggerakkan kaki, sebab hidup terus berjalan. Meski harus berdarah-darah, Winena tidak bisa berhenti di tempat. Sebab, berhenti artinya menyerah. Dan Winena tidak ingin menyerah. Tidak sekarang. Meski selama beberapa minggu terakhir ini Winena merasa baik-baik saja,
Читайте больше
bab empatpuluh delapan - kubangan penyesalan
Winena tahu bahwa dirinya tidak boleh begini. Terus-menerus memikirkan penyesalan-penyesalan besar maupun kecil dan remeh temeh dalam hidup yang menghantui.Winena menyesal karena tidak bersikap lebih baik kepada ibunya yang sakit-sakitan karena kelakuan ayahnya. Winena menyesal karena pernikahannya dengan Faris tidak bisa dipertahankan. Entah Winena yang kurang bisa menjadi istri yang layak atau karena Faris tidak menginginkan dirinya menjadi istri yang layak.Winena menyesal karena tidak bisa mempertahankan pertemanan dengan teman-temannya yang kini entah bagaimana kabarnya mereka semua. Winena menyesal karena pada satu titik ia pernah bersyukur telah ditinggalkan mereka sehingga tidak perlu bersusah payah melakukan sosialisasi yang menguras energi. Winena menyesal karena rasa syukurnya itu hanya mengarahkan Winena pada kesepian.Winena juga menyesal karena membenci ayahnya, yang meninggalkan surat bunuh diri—surat yang ditujukan untuk Winena—yang saat ini tersimpan di sebuah kotak
Читайте больше
bab empatpuluh sembilan - menerobos garis batas (1)
Ada yang salah dengan Winena. Sudah sejak beberapa hari yang lalu saat mereka makan siang bersama, Winena menunjukkan itu di depan Sena. Bahwa Winena sedang tidak baik-baik saja. Sama seperti kala subuh kemarin itu, ketika Sena mendengar suara Winena yang berbeda melalui pesan suara, hari ini Winena juga sama. Suaranya terdengar serak. Sena bisa membedakan mana yang serak karena bangun tidur dan karena tangis. Beberapa jam berlalu setelah Sena berteleponan dengan Winena pagi tadi. Nyaris setiap beberapa menit sekali Sena kepikiran soal Winena. Hari pun sudah semakin siang dan belum ada kabar terbaru dari wanita itu. Sebab, sesungguhnya memang Winena tidak punya kewajiban memberitahu Sena. Kepikiran untuk mengabarkan keadaan terbarunya kepada Sena pun mungkin juga tidak. Memangnya Sena siapa? Ia bukan siapa-siapa untuk Winena, kecuali label 'teman' yang tidak dekat-dekat amat. Satu jam selanjutnya Sena habiskan dengan lebih sering memikirkan Winena. Kekhawatirannya pun semakin meningk
Читайте больше
Предыдущий
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status