All Chapters of After That Night: Chapter 31 - Chapter 40
135 Chapters
Bertemu Kembali
Vano dan Tira langsung menoleh ke arah sumber suara. Hati Tira bergemuruh kala melihat sosok yang selama ini ia cari. Sementara itu, Ayas yang masih panik, terus berlari ke arah Vano dan langsung memeluknya. “Ya Tuhan … Sayang, mami kan sudah bilang jangan pergi ke mana-mana. Kenapa kamu pergi, hem? Mami sangat khawatir,” ucap Ayas sambil memeluk erat Vano. Ia memejamkan matanya demi mengatur debaran jantung yang hampir meledak itu. Ia tak sadar di hadapannya ada seorang pria yang matanya sudah berkaca-kaca. Hatinya bergemuruh. Rasanya Tira sangat ingin memeluk mereka. Namun, ia berusaha mengendalikan emosinya. “Apa kabar, Laras?” tanya Tira dengan lembut. Deg! Ayas masih ingat suara itu. Suara yang sangat ia takuti. Sebab, mendengar suara Tira membuatnya teringat akan malam menakutkan yang membuatnya trauma
Read more
Menyembunyikan Vano
“Sayang, maafin mami, ya? Tapi ini demi keselamatan kita berdua. Kamu mau, kan?” tanya Ayas pada anaknya. Sebenarnya ia tidak tega melakukan hal itu pada Vano. Namun, Ayas tidak memiliki pilihan lain. Saat ini hanya itu yang paling aman untuk mereka. “Tapi nanti kalau aku gak bisa napas gimana, Mami?” tanya Vano dengan wajah memelas. “Mami gak akan tutup full resletingnya. Jadi nanti kamu masih bisa napas dan lihat cahaya. Mau ya, Sayang?” Ayas sedikit memohon. ‘Ya Tuhan … maafkan aku. Aku tau ini gila. Tapi aku akan lebih gila jika sampai anakku ditangkap oleh mereka,’ batin Ayas. “Ya udah, deh. Aku mau,” jawab Vano. Ia pun tidak tega melihat maminya khawatir seperti itu. Mendengar anaknya rela melakukan apa yang ia minta, Ayas bukannya bahagia, ia justru terharu dengan pengorbanan anaknya it
Read more
Disemprot
Bola mata Ayas hampir melompat. Jantungnya pun seolah berhenti berdetak saat Tira menyetopnya. Ia sangat khawatir ptia itu dapat mengenalinya atau mungkin melihat Alif yang ada di koper. ‘Ya Tuhan, apa dia mengenali aku?’ batin Ayas. Ia tidak berani menoleh ke belakang. Namun Ayas pun tidak melanjutkan langkahnya. “Itu kopernya terbuka. Nanti barangnya jatuh,” ucap Tira. Ia bahkan tidak melangkah ke arah Ayas. Namun ia cukup memerhatikan Ayas karena bentuk tubuhnya tidak terlalu asing. Beruntung saat itu Ayas tidak membawa anak. Sehingga ia pikir dia orang yang berbeda. “O-oh iya, terima kasih,” jawab Ayas, gugup. Ia pun segera menutup celah koper tersebut, dan bergegas pergi meninggalkan mall itu. ‘Maafin Mami ya, Vano,’ batin Ayas, sambil menarik resleting koper itu. Kali ini ia tidak mendorong koper tersebut. Sebab, Ayas khawtair
Read more
Pengertian
Ayas sangat terkejut saat melihat kedatangan mamah Yoga yang tiba-tiba itu. Berbeda dengannya, Yoga terlihat lebih santai. Ia justru ingin memanfaatkan momen ini untuk mengenalkan Ayas dengan mamahnya. Sebab, selama ini Ayas tidak pernah mau jika diajak bertemu dengan mamahnya secara langsung. “Mah, kok mau datang ke sini gak bilang-bilang?” tanya Yoga. Ia pun berdiri dan bersalaman dengan mamahnya. “Kamu tuh yang susah banget dibuhubungin. Kenapa sih telepon mamah gak diangkat?” keluh mamah Yoga. Sejak tadi ia berusaha menghubungi Yoga. Namun tidak satu pun panggilannya dijawab oleh anaknya tersebut. “Oh, maaf. Aku lagi gak pegang ponsel, Mah,” jawab Yoga. Jika sedang bersama Ayas, Yoga memang jarang memegang ponsel. Tujuan utamanya hanya pada Ayas. Setelah itu mamah Yoga melirik ke arah Ayas yang sedang bingung hendak mel
Read more
Anak Aku
Yoga langsung terlihat murung. Yang dikatakan oleh mamahnya memang benar, bahkan dirinya sudah mendekati Ayas sejak ia masih mengandung dan kini Vano sudah berusia 3 tahun. “Apa Mamah bisa bantu aku untuk meyakinkannya?” tanya Yoga. Ia terlihat seperti sudah sangat putus asa. Sehingga meminta bantuan mamahnya. Mamah Yoga tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ya ampun … punya anak satu-satunya kok miris sekali, ya? Sudah cukup umur masih belum menikah, tapi gak bisa naklukin satu wanita yang dia suka,” cibir mamah Yoga. “Mah, bukan seperti itu … masalahnya ini wanitanya gak biasa, Mah. Dia lain dari yang lain. Makanya aku udah klik banget sama dia. Mamah bisa lihat sendiri bagaimana sikap dia, kan? Bahkan anaknya manggil aku dengan sebutan daddy aja dia larang,” keluh Yoga. Ia seperti anak kecil yang sedang mengadu pada mamahnya. 
Read more
Cemburu pada Yoga
Ayas dan Yoga yang sedang melihat dokumen pun menoleh ke arah sumber suara. Deg! Jantung Ayas hampir lepas saat melihat Tira berdiri di ambang pintu. Tira pun tidak kalah terkejut ketika melihat Ayas duduk di sana. Satu sisi ia sangat bahagia. Sebab, dirinya seolah selalu ditakdirkan untuk bertemu dengan Ayas. Namun, di sisi lain Tira tidak senang melihat Ayas begitu dekat dengan Yoga. Melihat kedatangan Tira, Yoga pun langsung berdiri. Tak lupa ia mengajak Ayas berdiri dan membantu Ayas menarik kursinya agar ia tidak kerepotan. Tira pun melirik sinis ke arah tangan Yoga. Ia tidak rela jika pria itu menyentuh Ayas sedikit pun. “Wah, selamat datang, Tuan Yudistira,” ucap Yoga sambil mengulurkan tangan, tanpa dosa. “Terima kasih,” jawab Tira sambil menjabat tangan Yoga. Meski begitu, matanya teta
Read more
Keberadaan Vano
Yoga terkesiap saat Ayas mengatakan bahwa Tira adalah ayah kandung Vano. “Kamu serius?” tanyanya, lemas. Ia seolah menjebloskan Ayas ke lubang yang cukup dalam. Hingga wanita itu harus berhubungan dengan pria yang selama ini telah membuatnya trauma. Ayas mengangguk. “Iya, Mas. Makannya tadi aku gak konsen waktu presentasi. Jujur aja aku khawatir, gugup dan semua rasa bercampur jadi satu,” jelas Ayas sambil menatap kosong ke sembarang arah. “Ya Tuhan, Vi. Kamu kenapa gak bilang dari awal, sih? Kalau aku tau Tuan Tira adalah pria berengsek itu, mana mungkin aku menjerumuskan kamu seperti ini?” keluh Yoga. Ia sangat gemas karena Ayas tidak pernah mau memberi tahu siapa nama ayah Vano. “Maaf, Mas. Aku hanya khawatir akan keselamatan kamu. Aku pun gak nyangka kalau dia akan sampai di kota ini,” lirih Ayas. “Vi,
Read more
Perdebatan Alot
Ayas berusaha melepaskan genggaman tangan Tira. Namun tenaganya kalah kuat. Sebab, Tira menautkan jemari mereka. Sehingga tanpa perlu mengeluarkan tenaga yang cukup besar pun genggaman itu tidak mudah terlepas.   Tira membawa Ayas ke sebuah ruangan yang biasa ia gunakan sebagai ruang kerja.   “Mana anakku?” tanya Ayas saat mereka sudah berada di ruangan itu. Tira bahkan mengunci pintunya agar Ayas tidak dapat kabur.   “Duduk dulu, jangan langsung marah begitu,” ucap Tira, santai. Kemudian ia duduk di sofa sambil mengambil sebuah remote.   “Apa kamu sengaja ingin mempermainkan aku?” tanya Ayas.   Ia sudah tidak menghormati Tira lagi. Sehingga Ayas enggan memanggilnya dengan sebutan Tuan.   “Apa aku tidak salah dengar? Bukankah selama ini kamu yang mempermainkan aku?” tanya balik Tira. Memang selama ini dirinyalah yang merasa dipermainkan oleh Ayas. &nb
Read more
Mengusai Hati
“TIRA!” bentak Ayas. Tira ternganga mendengar Ayas berani menyebut namanya secara langsung. Namun ia justru senang akan hal itu. “Apa? Coba diulang!” tanya Tira sambil menunduk ke arah Ayas. Ia mengurungkan niatnya. Sebenarnya tadi ia hanya ingin bercanda. Ayas menggelengkan kepala. Ia sadar bahwa barusan dirinya kelepasan karena terlalu terkejut. “Aku gak akan marah. Justru aku senang jika kamu memanggil namaku secara langsung. Mulai sekarang, aku mau kamu manggil namaku, ya?” pinta Tira. Kemudian ia mengusap kepala Ayas. Ayas mengerutkan keningnya. Ia heran mengapa Tira tidak marah padanya. ‘Ni orang aneh banget, sih?’ batin Ayas. Tira berjalan memungut kaos yang tadi sempat iya lempar. Kemudian menggunakannya. Sebab ia tidak nyaman jika terus bertelanjang dada. Setela
Read more
Yoga Kecewa
“Tentu. Memangnya kamu pikir aku kurang kerjaan sampai mengedit foto Vano?” Tira balik bertanya. ‘Ya ampun, mirip sekali,’ batin Ayas. Ia mengakui kemiripan mereka. Sebenaranya apa yang Ayas ucapkan pada Tira hanya untuk mengetest seberapa yakin pria itu bahwa Vano adalah anaknya. Padahal hal itu tidak perlu ditanyakan lagi. Jangankan dengan Tira kecil, sekarang saja mereka masih terlihat mirip. “Aku harap kamu tidak mencari alasan untuk memisahkanku dengan Vano. Satu lagi, tolong jangan pernah melarikan diri dari aku. Aku sudah bersumpah tidak akan menyakiti kalian lagi. Semoga kamu mengerti bagaimana perasaanku,” pinta Tira. Ayas mengembalikan kembali ponsel Tira pada pemiliknya. Kemudian ia beranjak. “Kamu mau ke mana?” tanya Tira saat melihat Ayas berdiri. “Mau ajak Vano pulang,” sahut Ayas. Ia m
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status