Lahat ng Kabanata ng BABY SITTER PLUS-PLUS: Kabanata 11 - Kabanata 20
50 Kabanata
Bab 11
Bab 11Aku mundur satu langkah agak ke belakang, khawatir malah memperkeruh keadaan. Namun, ternyata khayalanku salah. "Usir laki-laki baji*gan ini, Mah!" cetus papa meskipun sambil memegang dadanya. Mama yang tadi sempat menyalahkan aku atas sakitnya papa pun terlihat kebingungan. Matanya menyipit ke arahku, kedua alisnya ditautkan bagai ulat bulu. "Mila, ke sinilah!" suruhnya. Aku menghampiri papa selangkah kembali, tapi papa meminta untuk terus mendekat. "Ada apa ini? Kenapa Papa malah memanggil istrimu dan mengusir kamu, Hendra!" cecar mama. Mas Hendra pun  mulai mengeluarkan keringat dingin, ia tampak gugup hingga melipat bibirnya ke dalam. "Mah, usir dia bersama wanita jalang yang bernama Tini, usir Mah!" sentak papa hingga terbatuk-batuk. "Pah, Papa tenang ya, maafkan Mila, Pah," lirihku pada papa. "Kamu tak perlu minta maaf, Mila, aku tak sudi memiliki anak peng
Magbasa pa
Bab 12
 Bab 12"Tini! Apa-apaan kamu bicara seperti itu dengan anakku," cetusku. "Sudah Mila, jangan ribut di rumah sakit!" cegah mama. "Iya, Mah.""Tini, saya pinta kamu pergi dari sini!" seru mama. "Tapi Bu, nanti Ayu sendirian," sahutnya. "Kamu pergi! Jangan kembali lagi ke rumah anak menantu saya!" tegas mama sekali lagi. Tini pun meraih tasnya, lalu ia pergi dengan cepat. Wanita yang sudah menghancurkan hubungan rumah tangga orang lain, menurutku dia bukan wanita baik. Jadi, jika dijadikan pengasuh pun tidak akan baik untuk Ayu. Aku bernapas lega, karena mama sudah mengusir wanita yang sengaja masuk dan hadir di tengah-tengah keluargaku. "Bu, Ayu saya bawa pulang ya!" celetuk Mbok Asih tiba-tiba. Aku yang sedang melamun terkejut hingga buyar semuanya. "Silahkan, Mbok. Oh ya, satu lagi, pastikan Tini sudah angkat kaki dari rumah," perintahku pad
Magbasa pa
Bab 13
Bab 13 "Aku percaya pada Mila, ketimbang kamu, Rika," ucap mama masih dengan tatapan nanar. Namun, ucapannya barusan membuatku bernapas lega. Jantungku yang tadi berdegup sangat kencang mulai normal kembali. "Mah, terima kasih telah mempercayaiku lagi," sahutku sambil mengelus-ngelus punggungnya. Kemudian, mama mengajakku duduk di sudut kursi tunggu. Kami melewati Mas Hendra yang sedang duduk menunggu kabar kondisi papa juga. Ia bangkit ketika kami lewat. "Mah, mau ke mana?" tanya Mas Hendra, tapi mama terdiam, tak menjawab pertanyaan Mas Hendra. "Bude, aku pamit ya," ucap Rika menghampiri. Aku rasa ini karena mama tak percaya ucapannya tadi. Rika mengecup punggung tangan mama, tapi tak ada respon senyuman yang terpancar di wajah mama untuk Rika. "Mas, aku balik ya, semoga Pakde lekas sembuh," sambung Rika. "Makasih, Rika," sahut Mas Hen
Magbasa pa
Bab 14
Bab 14 "Mah, Rika itu sepupu Mas Hendra, kan?" tanyaku. Kemudian mama mengangguk. "Iya, tapi mereka dekat, dari kecil sering main bareng," ucapnya. "Mah, kita tidur dulu, siapa tahu besok ada perubahan dengan kondisi Papa," ajakku ketika melihat kantong mata yang terpancar di wajah mama. Sedari tadi ia menangisi papa, sehingga kantong matanya membesar. Mama pun mengangguk, kami tidur di depan ruangan tempat papa diberikan perawatan intensif. Aku berharap besok Hermawan memberikan informasi lebih tentang Rika juga. Bukan hanya Tini yang mendapatkan balasan, Rika pun harus mendapatkannya. Sebab, awal mulanya pasti dari dia. Aku dan mama memejamkan mata, agar kami dapat melihat perkembangan kondisi papa esok hari. ***"Mah, bangun, sudah pagi," bisikku di telinga mama yang menyandar di pundakku. "Mila, apa suster sudah memberikan informasi?" tanya mama. "A
Magbasa pa
Bab 15
Bab 15 Aku ambil foto yang berukuran 3R itu, jantungku lemas seketika, ketika melihat sosok wanita yang bersebelahan dengan Tini alias Dini. "Della?" gumanku. Seketika wajah ini membeku melihat foto yang Hermawan berikan. "Apa Bu Mila kenal?" tanya Hermawan.Aku masih syok melihat wajah yang ternyata sudah meninggal akibat bunuh diri. "Itu artinya Dini sedang memainkan peran untuk membalas dendam ke suamiku?" tanyaku pada Hermawan. Ia mulai serius ketika mendengar penuturanku barusan. Kedua telapak tangannya sampai menyanggah di bawah dagu. "Jadi, Della itu suka dengan Pak Hendra? Lalu bunuh diri gara-gara Bu Mila nikah dengan Pak Hendra?" Hermawan mengurutkan dadanya pelan-pelan seraya tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Sama, aku juga masih tak percaya bahwa perselingkuhan ini dibuat dengan sengaja. "Ya, mereka dulu pasangan kekasih, entahlah apa yang membuat mereka
Magbasa pa
Bab 16
Bab 16 "Bu, kata Tini, ia hari ini terakhir kerja, makanya sedang beres-beres pakaian, di dalam ada sedang dibantu oleh Ayu," cetus Mbok Asih membuatku sontak mematikan mesin mobil. Tanpa bertanya lagi, aku pun mencabut kunci lalu turun dan melihat mereka. Aku langkahkan kaki ini setengah berlari, agar cepat sampai di kamar Tini. Setibanya di depan kamar, aku pun membuka pintunya. Namun, mereka tidak ada di tempat. Mbok Asih yang berada di sampingku pun  terheran. "Bu, tadi mereka di sini," ucap Mbok Asih. Aku rasa ia panik juga, karena ia yang ia informasikan salah. "Bantu cari, Mbok," sahutku sambil berlalu. "Ayu!" teriakku kencang. Kemudian, aku pun mencari ke kamarnya, tapi tidak ada. Mbok Asih pun menemui aku dan melaporkan bahwa tidak ada di sudut mana pun. Aku terdiam, mengatur napas agar bisa berpikir jernih. Kemudian, Mas Hendra
Magbasa pa
Bab 17
Bab 17Aku perlihatkan foto sosok dua wanita yang pernah singgah di hati Mas Hendra. "Ini Della dan Tini? Apa mereka sahabatan?" tanya Mas Hendra keheranan. "Ini biodata Tini, dia bukan Tini," tegasku. Kemudian, mama merampas foto mereka berdua. Mas Hendra masih fokus menelaah dan mencerna data Tini yang kuberikan. "Astaga, wanita ini, bukankah yang hadir dalam pernikahanmu hingga nangis-nangis?" tanya mama. Mas Hendra pun terdiam, ia seperti syok ketika membaca biodata Tini alias Dini. "Dini adik dari Della? Aku tidak pernah tahu tentang ini. Della nggak pernah cerita," sahut Mas Hendra. "Bukan hanya itu, Della sudah meninggal karena bunuh diri," ucapku membuat mama melempar foto tersebut. Mulutnya ditutup oleh kedua telapak tangannya. "Apa kamu bilang, Mila? Jangan becanda!" cetus Mas Hendra. Mungkin ia takut sekaligus tidak percaya, karena kini ia malah berhubungan gelap dengan
Magbasa pa
Bab 18
Bab 18 Pov HendraBaby sitter itu adalah selingkuhanku, aku dikenalkan oleh Rika ketika Mila sedang berada di luar kota. Meskipun wanita yang masih belia itu sudah tak per*wan lagi, tapi permainannya sungguh amat menggugah hati. Ia seakan memberikan kenikmatan hingga sampai pada puncaknya. Tini, wanita yang tiba-tiba masuk dalam rumah tanggaku itu seakan-akan sudah lihai dalam menghadapi pria yang sedang haus dan membuat kepuasan tersendiri. ***Flashback perkenalan"Hendra, kenalkan ini Tini, dia baru lulus SMA," ucap Rika mengenalkan wanita yang memakai rok mini baju seksi warna hitam, membuat jantungku seketika berdenyut amat cepat. Terlebih lagi ketika melihat dandanan Tini yang polos, dikunci dua bak gadis desa. "Kenalkan, nama saya Tini, senang berkenalan dengan Anda," ucapnya semakin membuatku penasaran, suara lembutnya itu pasti membuat laki-laki manapun klepek-klepek. 
Magbasa pa
Bab 19
Bab 19 Pov HendraNetraku tertuju pada dua wanita yang masuk tiba-tiba ke dalam rumah tangga aku dan Mila. "Jawablah, Dini!" tekanku lagi. "Dini?" tanya Rika sembari mengernyitkan dahi. Kemudian,aku menyorotnya tanpa kedip. Sebuah rahasia yang telah mereka sembunyikan dariku, biodata asli Tini. Untuk apa kalau tidak ada motif di dalamnya. Pasti ada udang di balik batu. Aku akan terus menyecar mereka, jika alasan Dini untuk membalas dendam, lalu kenapa ia menggoda dan mau ditidu*i? Lalu Rika juga untuk apa ia menyodorkan aku seorang wanita, kalau hanya untuk menginginkan harta, ia sudah memiliki itu semua, meskipun ada sebagian usaha yang berhasil dikembangkan dari modal yang aku berikan. "Jawab Dini, jawab! Kamu mau balas dendam atas kematian kakakmu? Aku tidak tahu mengenai hal itu, jadi salahku di mana hingga kau mau membalas dendam?" cecarku kesal. "Mas, jika aku
Magbasa pa
Bab 20
Bab 20 "Ya, kamu mengorbankan kakakku untuk itu," sanggah Dini. Wajahnya sudah sembab akibat menangis saat mengenang kakaknya. "Aku nggak tahu akan menjadi seperti ini, tolong jangan limpahkan kesalahan ini padaku!" pintaku padanya. "Siapa yang melimpahkan, kamu menuduhku balas dendam, aku tidak seperti itu. Cintaku ini hanya untukmu, Mas. Tolong, jangan sampai perlakukan aku sama seperti Kak Della!" lirihnya. Ia menggenggam tanganku. Rasanya tak adil untuk Mila, jika ia yang aku korbankan. Sedangkan dengan Dini, aku tak pernah mengikat janji dengannya. "Jadi, kakakmu meninggal karena Mas Hendra, hebat kamu, Mas, bisa membuat wanita sampai tergila-gila seperti Della!" cetus Rika yang mendengarkan percakapan kami. Tak ada yang merasa hebat jika ada yang cinta buta kepada dirinya hingga putus asa, justru rasa bersalah akan terus menerus menghantui. "Ri
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status