Semua Bab Psychofagos: Pemakan Jiwa: Bab 31 - Bab 40
54 Bab
30. Avalon dan Ice (3)
Peperangan dibubarkan, keluarga Avalon dan Oya kembali ke tempat mereka masing-masing dan mempersiapkan seorang perwakilan untuk bertarung esoknya. Mereka tidak pulang dengan tangan kosong, melainkan membawa mayat dari keluarga-keluarga mereka yang telah gugur. Tidak jarang mayat yang sudah tidak lagi utuh, tapi mereka tetap membawanya demi memakamkan di tempat dan suasana yang layak, mereka akan diberi penghormatan terakhir.“Trysula! Kau yang akan maju!” pinta Pemimpin Keluarga Oya pada seorang pemuda yang baru saja datang setelah mengembara. Pemuda tersebut bernama Trysula, ia tidak ikut peperangan melawan Avalon karena saat itu masih dala perjalanan pulang dalam pengembaraannya.“Baik…” Trysula langsung meng-iya-kan setelah melihat kebanyakan keluarga Oya sedang dalam perawatan pasca peperangan hari ini. Pemakaman untuk prajurit yang gugur pun sedang dipersiapkan.Trysula mengembara ke negeri yang kebanyakan keluarganya tak ket
Baca selengkapnya
31. Avalon dan Ice (4)
Ry mengangkat pedang yang kini telah bebas dari sarungnya, ia merasakan ringan di tangan yang luar biasa, baru pertama kali sarung pedang itu terlepas selama hidupnya. Ry melesat dengan cepat, ke arah Trysula yang hanya berdiam diri di dalam dinding es sambil berkonsentrasi. Saat Ry datang, Trysula mengarahkan peluru es nya ke arah Ry datang. Namun, Ry lebih dulu datang di hadapan Trysula sebelum peluru-peluru es itu mulai menyerang. Ry lebih cepat, ia menebas dinding es yang melindungi lelaki dari keluarga Oya tersebut, dinding itu lekas hancur seketika saat tebasan pedang yang tajam sampai ke tanah. Trysula terdorong ke belakang karena tameng yang selama ini melindungi dirinya meledak pasca tebasan Ry.Trysula kini terduduk lemas, sisa tenaga di dalam dirinya hampir habis. Ry pun kini paham jika Trysula membutuhkan tenaga yang besar untuk mengeluarkan kekuatan berwujud es barusan.Ry tak berkata apa-apa, ia menjulurkan ujung pedang ke arah wajah Trysula, menandakan j
Baca selengkapnya
32. Eksperimen Chofa
Malam itu, Vee berhadapan dengan sesosok Chofa di sebuah lapangan bola yang tengah senyap karena jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Chofa itu masih tidak memiliki wujud, hanya berupa asap tebal hitam yang memiliki dua lengan padat. Vee tidak terlalu serius menghadapinya karena ia sudah berhadapan dengan banyak Chofa kuat yang sudah mendapatkan bentuk sebelumnya.Vee maju lebih dulu, membawa pedangnya yang selalu di dalam sarung itu di tangan kanan, kemudian melompat, angin yang berhembus berlawanan dengan arah gerak Vee membuat api biru di tengkoraknya berkibar ke belakang. Vee mengangkat pedang dengan kedua tangan, lalu mengayunkannya. Padahal Vee sudah yakin jika satu serangan itu sudah dapat memusnahkan Chofa di hadapannya dan sekaligus menghancurkan inti di dalam tubuh itu, namun tak disangka, serangan itu dapat ditahan oleh tangan hitam dari sang Chofa, Vee terpental ke belakang namun dapat mendarat dengan sempurna setelah beberapa kali berputar di udara.
Baca selengkapnya
33. Pusat Rehabilitasi Avalon
Pada malam selanjutnya, Vee mendengar suara tangisan perempuan. Tidak, bukan tangisan, lebih tepat disebut sebagai “jeritan”. Pastinya, Vee dengan wujud kepala tengkoraknya lekas menuju ke sumber suara yang memekakan telinga itu. Angin berkibar cukup kencang, hawa dingin menyelimuti di sekitar sebuah rumah yang kini sudah Vee temukan, di mana suara tangisan itu mulai mereda.Vee mengecek keadaan rumah tersebut, ia mengintip di balik setiap jendela yang sedikit terbuka. Kosong, lalu beralih ke jendela lainnya. Masih kosong, kemudian di jendela ketiga yang ia lihat, barulah ada suatu hal yang mengerikan. Chofa yang masih belum memiliki wujud sedang memakan seseorang, tanpa basa-basi Vee langsung memecahkan jendela di hadapannya. Chofa yang sedang menelan manusia itu terkejut serta mendengok ke arah Vee, namun Vee dengan cekatan memukul sang Chofa sebelum bereaksi. Namun tetap saja, terlambat, Chofa sudah menelan sepenuhnya manusia yang barusan tinggal kaki di mulutn
Baca selengkapnya
34. Fento
Vee mempunyai salah satu teman yang bekerja di pusat rehabilitasi ini, dia adalah Fento, anak lelaki yang pernah Vee selamatkan namun tidak dengan keluarganya. Saat itu, Vee hanya sempat untuk menyelamatkan Fento seorang, anak kecil itu sedang membawa pisau dan meringkuk di depan rumahnya sembari melihat Chofa melahap kedua orang tuanya. Pandangan anak tersebut amat kosong saat Vee pertama kali ke tempat itu.Namun saat ini, Fento sudah pulih, ia menghabiskan hari-harinya sebagai salah satu pekerja di pusat rehabilitasi milik keluarga Avalon ini. Meski hanya sebagai pendata pasien, ia senang bisa berguna. Begitulah salah satu potret pasien yang telah sembuh dari pusat rehabilitasi, jika mereka tidak memiliki keluarga, maka akan ditampung oleh keluarga Avalon sebagai pekerja di salah satu bidang apa pun yang dibutuhkan.Saat Vee berniat bertemu dengan Fento malam itu, ia tak ada di ruangan seperti biasa. Namun Vee tahu di mana Fento berada. Vee mengunjungi sebuah lapang
Baca selengkapnya
35. Fento 2
Sebulan berlalu tanpa ada kemunculan Chofa yang banyak, hanya beberapa yang Vee lawan juga teman-teman satu pemburu Chofa. Namun, tiga hari belakangan ini, kemunculan Chofa yang sangat kuat kian sering terjadi.“Mereka sudah mulai bergerak,” kata Fazl-Ayah Vee-pagi itu seperti biasa namun dengan suasana yang tidak biasa. “Chofa yang lebih kuat telah muncul. Sudah tiga hari kemunculan Chofa melonjak, bahkan beberapa pemburu merasa kewalahan menghadapi Chofa saat ini. Mereka bilang, jumlah Chofa meningkat, begitu pula dengan kekuatan mereka.”“Bagaimana dengan pasukan yang mencari pusat penelitian Chofa itu?” tanya Vee.“Mereka tak kunjung menghasilkan. Mereka sudah mencarinya ke hampir seluruh lautan di dunia ini, tapi yang mereka temukan hanya Chofa-Chofa pada umumnya,” jawab Fazl. “Bersiap saja, mungkin malam ini kau juga akan bertemu banyak Chofa kuat. Oh iya, untuk Feri, ayah akan ajak dia untuk kenal deng
Baca selengkapnya
36. Fento 3
Malam itu, saatnya Vee harus membawa Fento untuk berpatroli sesuai apa yang ia janjikan. Vee tak banyak bicara seperti biasanya, namun kali ini ia tak melompat dari atap ke atap rumah lainnya, melainkan hanya diam berdiri di sebuah menara yang tinggi karena Fento yang merupakan manusia biasa pasti tak dapat menyamai lompatan maupun kecepatan lari Vee.“Kita hanya diam di sini, Kak?” tanya Fento.“Ya, aku tidak bisa berjalan di jalanan umum dengan wujud seperti ini,” Vee merujuk pada kepalanya yang berupa tengkorak dengan api biru menyala.“Lalu… setiap malam… Kak Vee lompat-lompat di atap rumah?” tanya Fento setengah bercanda, tawa pun sedikit mencairkan malam itu meski hanya dunia bagian Fento.“Ya,” jawab Vee singkat dengan mata yang masih fokus melihat sekeliling.“Hah? Serius?” Fento sedikit terkejut. “Jadi… karena aku, Kak Vee tidak berkeliling desa ini?&rdq
Baca selengkapnya
37. Fento 4
“Kau… bisa mengendalikannya,” Azamy terkejut dengan Vee yang mampu mengendalikan amarahnya.Vee tidak berkutik, karena salah gerak sedikit saja konsentrasinya dalam mengendalikan sepuluh persen kekuatan iblis akan pecah. Vee mencoba perlahan berjalan ke arah Chofa yang masih terkapar nan berusaha untuk bangkit. Sepasang sayap Chofa itu mulai mengepak perlahan, tatapan matanya mengarah ke Vee dengan tajam.“Jika kau ingin aku membantumu mengendalikan kekuatan ini, lepaskan senjata jelekmu itu,” ujar Azamy.“Tolong.” Vee menuruti apa mau Azamy, ia menjatuhkan pedang di tangan kanannya. BUGK! Terdengar bunyi pedang bersarung membentur tanah dengan keras karena sangat berat. Vee merasakan bantuan kontrol kekuatan dari Azamy, kekhawatirannya atas kekuatan yang tak dapat dikendalikan itu pun berkurang.Vee berlari amat cepat, mendaratkan pukulan tepat di bagian perut Chofa dengan wujud manusia yang sedang terbang itu,
Baca selengkapnya
38. Feri
“Apa kau tidak percaya dengan adikmu itu?”Vee teringat dengan kemampuan adiknya, terutama pada kemampuan fisik yang memang di atas anak pada umur Feri. Saat ia masih di sekolah dasar, Feri menjuarai beberapa kejuaraan atletis yang berbeda, di antaranya adalah lari, lompat jauh,  atau bahkan olahraga yang untuk kesenangan seperti sepak bola. Namun Vee kembali berpikir, jika Chofa bukanlah makhluk yang bisa dikalahkan hanya dengan kekuatan fisik tersebut.Feri, saat ini akan beranjak ke usia empat belas tahun beberapa bulan ke depan. Anak yang periang, baik, juga sangat senang dengan olahraga. Dia selalu mengendarai sepeda ke sekolahnya yang berjarak sekitar tujuh kilo meter. Namun, dengan kekuatan yang ia miliki, hanya sekitar lima belas menit saja untuk sampai dengan mengendarai sepeda tersebut.“Bagaimana sekolahmu?” tanya Vee secara tiba-tiba saat Feri baru saja sampai sore itu. Feri merasa agak aneh karena kakaknya sangat jarang
Baca selengkapnya
39. Feri 2
“Jadi… apakah kau siap?” tanya Vee pada adiknya, Feri.Feri tak langsung menerimanya, ia memikirkan hal tersebut terlebih dahulu meski menjadi pemburu Chofa adalah hal yang wajib bagi seluruh keluarga Avalon, tidak memandang gender maupun kekuatan yang dimiliki. Hanya saja, Vee membuat itu semua menjadi pilihan agar Feri menjalaninya dengan kesungguhan dan berhati-hati dengan risiko yang ia hadapi. “Jika itu bisa menyelamatkan banyak orang, dan membuat mereka senang… berarti… aku bisa menjadi manusia yang berguna-”Vee tak pernah terpikirkan dengan itu, “menjadi manusia yang berguna” belum pernah terlintas dalam pikirannya.“Aku akan menerimanya, Kak.” *** Saat hari libur, tepatnya di hari sabtu itu, Vee mulai melatih adiknya dengan pelatihan fisik sederhana seperti push-up, lari, memegang pedang, dan sebagainya. Vee baru kali
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status