All Chapters of Aku Diabaikan Saat Setia: Chapter 11 - Chapter 20
32 Chapters
Hatiku Hancur
 “Ceritakan semua yang Teh Lisa tahu. Jangan ada yang ditutupi lagi,” pintaku dengan tatapan serius. Jujur saja, jantungku berdebar keras saat mengatakan permintaan itu. Hatiku dipenuhi prasangka sekaligus ketakutan akan hal yang mungkin aku dengar. Aku takut kecurigaanku terbukti bahwa Tisni telah... Ah, tak sanggup aku memikirkannya. Teh Lisa menoleh ke arah Mang Beben yang masih menjemur pakaian penyewa kos. Mang Beben balas memandang Teh Lisa, terlihat kepalanya mengangguk kecil sebagai tanda dukungan untuk istrinya. Teh Lisa memutar kepalanya kembali kepadaku. Ia mencondongnkan tubuhnya sedikit ke arahku sambil berbisik,  “Tisni sudah sering pergi berdua kemana-mana dengan Mas Rudi, Kang...” ujarnya pelan, tapi terdengar jelas di telingaku.  Aku terdiam. Sering pergi berdua? Kapan itu terjadi? Ke mana saja? Menga
Read more
Suami Bujangan
  “Aku mau dijemput pulang. Sekarang!” Kata Tisni tegas. Mataku melotot. Tiba-tiba sudut mataku melihat bayangan berjaket merah-hitam muncul dan mematikan mesin motor di depan rumah. Sosok itu sangat familiar, lantaran kelewat sering berkunjung. Rudi melepaskan helm dari kepala, menurunkan ritsleting jaket, kemudian menyampirkan jaket dan helm di atas sepeda motor. Sebelum beranjak, ia menyugar rambutnya beberapa kali sambil bercermin di kaca spion. Melihat gelagatnya, Rudi baru pulang dari kantor dan langsung ke rumahku. Aku mendapat ide. “Oke. Nanti Rudi yang jemput kamu pulang,” kataku senang, merasa sudah menemukan jalan keluar terbaik dari masalah. “Hah?” Hanya itu reaksi Tisni. Setelah itu ia terdiam. “Kamu tunggu saja di sana, sebentar lagi Rudi yang jemput,” tegasku lagi sebelum
Read more
Reaksi Bapak
  Hari berganti. “Mengapa usaha tas nggak jalan lagi, Pak?” Akhirnya kesampaian juga niatku untuk bertanya, saat Bapak duduk santai di depan rumah setelah bangun tidur. Ya, bangun tidur. Selepas shalat subuh tadi, Bapak tidur lagi. Alasannya mengantuk akibat bangun sebelum subuh. “Bapak kena tipu!” Jawab mertuaku langsung, kemudian mengembuskan napas sedih. Aku terkesiap. Mengapa aku tidak tahu kabar berita ini? Tepatnya, Tisni tidak bercerita apa-apa. “Apa ada toko yang ingkar bayar, Pak?” Telisikku lebih jauh. “Ceritanya cukup panjang,” Bapak membetulkan letak duduknya, kakinya yang semula terangkat satu di atas kursi kini diturunkan. “Enam bulan sebelum bangkrut ada kenalan yang menyarankan untuk menambah pemasaran tas sampai ke luar kota. Dia lalu menge
Read more
Reaksi Ibu
  “Tisni dan Oded sedang ada masalah,” kata Bapak memulai, mata beliau memandang Ibu lama. Ibu yang dipandangi seserius itu memiringkan sedikit kepalanya, kemudian memerhatikan ekspresi Bapak dengan dahi berkerut. “Serius ya, Pak? Bapak sampai muram begini,” sahut Ibu sambil terus mengamati ekspresi Bapak. “Kata Oded Tisni sudah melakukan... perbuatan jahat, Bu,” Bapak tersendat. Melihat gayanya, Bapak tampak tidak tega mengatakan kata “selingkuh”. “Perbuatan jahat apa, Pak? Bicaranya yang jelas, dong.” Ibu terlihat penasaran tingkat tinggi. Andai dewa dewi itu nyata, pasti rasa penasaran Ibu sudah sampai ke tempat tinggal para dewa di kahyangan. “Iya, maksud Bapak...” Kriettt! Bunyi pagar rumah yang dibuka memotong ucapan Bapak. Sontak kami
Read more
Buku Nikah
  “Bu!” Bapak meraih tubuh Ibu yang lunglai, kemudian membaringkan pada sofa panjang. “Cepat ambil minyak kayu putih, Tis,” perintah Bapak sembari menoleh ke arah Tisni. Tisni tergeragap, ia sadar dari sikap terbengong akibat terkejut melihat Ibu jatuh. Tergopoh-gopoh, Tisni memasuki kamarnya dan mencari barang yang diinginkan Bapak. Aku mematung di tempat, tak tahu apa yang harus dilakukan. Aku menatap ke arah Ibu yang tengah dikipasi oleh Bapak. “Ini minyak kayu putihnya, Pak,” Tisni datang setengah berlari, di tangannya teracung sebotol kecil minyak kayu putih dan sehelai tisu. Bapak menyambut botol yang diulurkan Tisni, lalu membuka tutupnya. Cairan beraroma kuat di dalam botol dituangkan sedikit ke tisu. Tisu yang sudah basah oleh minyak itu lalu digerak-gerakkan di depan hidung Ibu. Entah kar
Read more
Gugat Cerai
Di dalam kamar, di atas kasur, mataku terbuka tiba-tiba. Tak ada keributan yang membuat terjaga, tapi seolah ada yang membangunkanku dari mimpi. Tidurku tak nyenyak lantaran mimpi buruk yang tak jelas. Hawa dingin masih terasa menyiksa di kulit, bahkan azan Subuh belum berkumandang. Pertengkaran semalam dengan Kang Oded masih berbekas di jiwaku. Aku tak mengira Kang Oded bersikukuh tak mau menceraikan. Mengapa ia tak mau mengikhlaskan semua yang sudah terjadi agar kami dapat berpisah baik-baik? Aku tak habis pikir dengan keinginan Kang Oded. Apakah ia tak memikirkan perasaanku sama sekali? Apakah ia tak sadar bahwa aku sudah membencinya, hingga tak mungkin aku melayaninya sebagai istri. Masih segar dalam ingatan, mata merah Kang Oded saat mengatakan tak mau menceraikan aku. “Buku nikah ada padaku, kamu nggak akan bisa cerai dariku!” Astaga! Kang O
Read more
Kejutan Buat Kang Oded
Sudah seminggu aku kembali dari rumah Tisni. Setiap hari pekerjaanku hanya murung dan menyalahkan diri.  Rasanya semangat hidupku sudah pergi, sampai-sampai aku tak punya semangat lagi untuk menerima jahitan. Buat apa bekerja keras dan capai, bila tak ada istri yang bisa aku ajak berbagi susah dan senang. Ya Allah, aku patah hati! Untuk menghibur diri, aku sering mengunjungi Mang Beben di rumah kos yang diurusnya. “Lho, ini ada kamar kosong, Mang?” Mataku mengamati sebuah kamar terkunci di bagian depan, pintunya langsung terlihat jika seseorang melewati pagar. “Iya. Tadinya itu kamar Mirza, mahasiswa yang kuliah di politeknik sana. Seminggu yang lalu dia wisuda, lalu langsung pulang ke Aceh,” Mang Beben menerangkan tanpa memandang ke arahku. Tangannya sibuk menyirami tanaman seledri dan pakcoy milik Eyang Surti yang ditanam di belakang pagar, sedangka
Read more
Status
Rasa-rasanya tulang sudah lolos semua dari tubuhku, karena lemasnya tubuh ini. Tak sanggup kakiku menopang tegaknya badan, hingga aku jatuh terduduk di atas pot bunga besar dari semen. Di depan rumah jahit Paman Andi, aku terhenyak selama beberapa waktu.   Telepon dari Mang Beben membuat semangat hidupku rontok. Agaknya aku sudah tak menjejak di bumi, tapi melayang di awang-awang. Ingin rasa hatiku terbang ke rumah Tisni, lalu menanyakan kebenaran berita yang disampaikan Mang Beben.   “Kang... Kang... “ Sayup-sayup sebuah suara terdengar, tapi aku abaikan. Tak ada lagi hal penting di dunia ini. Semuanya hanya ilusi.   “Kang, Kang Oded.”   Mengapa suara itu semakin keras?   “Aduh!” Tanpa sadar aku menjerit, gara-gara lenganku ada yang mencubit.   Akhirnya aku pandangi lengan yang memerah akibat cubitan itu, lalu aku dongakkan kepala ke arah si pencubit. Seraut
Read more
Aku Sudah Bebas
Aku sedang berkutat dengan lengan sebuah gaun, ketika laci meja jahit bergetar lantaran sebuah benda pipih di dalamnya. Ponselku. Aku tak segera menghiraukan panggilan ponsel, sebab jahitanku sedang tanggung. Selepas satu lengan terjahit sempurna, barulah aku hentikan tekanan kaki pada pedal dinamo mesin jahit. Tanganku menarik pelan laci meja mesin, lalu mengambil benda terpenting dalam hidupku itu. Ya, terpenting sebab hanya melalui benda pipih itu aku berkomunikasi dengan keluarga, juga... Mas Rudi. Layar ponsel berkedip-kedip menampakkan nama Bapak di permukaannya. Seketika jantungku berdetak lebih cepat. Ada apakah? “Halo Bapak?... Alhamdulillah baik, Pak.” Aku menjawab pertanyaan Bapak tentang keadaanku. “Syukurlah, Nak. Oya, Bapak punya kabar gembira untukmu. Perceraianmu sudah diketuk palu oleh Pengadilan Agama. Sekarang kamu resmi bebas dari Oded,” kata Bapak di seber
Read more
Menagih Janji
20MENAGIH JANJI “Nonton. Kamu mau, kan?” Sahut Mas Rudi dari balik helm yang dikenakannya. Aku tersenyum dan mengangguk. Sepeda motor melaju membelah jalanan kota yang ramai. Dari atas jok, aku melihat geliat pemandangan sore menjelang malam di kota. Para pedagang kaki lima semakin ramai membuka lapak, pembeli tak kalah banyak. Penduduk kota ini memang terkenal royal dan doyan jajan. Tak heran bila kota ini dijuluki Kota Surganya Kuliner. Sore ini cerah dan indah. Matahari kemerahan menyemburatkan sinar jingga yang jatuh ke atas wajahku. Belum pernah aku merasa sesenang dan sebahagia ini sebelumnya, bahkan ketika masih bersama Kang Oded. Aku mengusapkan tangan ke wajah, berharap ingatan akan Kang Oded segera sirna. Buat apa lagi aku ingat lelaki tak peka itu. Boro-boro berharap Kang Oded mengambil inisiatif untuk pergi ke tempat bersuasana romantis, menonton f
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status