Semua Bab Everything Happens For A Reason: Bab 31 - Bab 40
60 Bab
31. Just Friends
Untuk kedua kalinya setelah yang semalam, Andrew tertawa mengakak mendengar kata 'Olivia'. "Janice, really? Jadi hanya karena itu kau menghindariku sejak semalam?"  "Kau keterlaluan Andrew! Aku benci padamu!" pekik Janice yang merasa kecewa. Lantas memalingkan badan, berniat untuk lari dari situ.  "Janice, tunggu! Dengarkan aku dulu! Ini …, aaahhh! Hahaha!" Andrew terlihat tak bisa mengendalikan diri. Tawanya makin pecah saat itu.  Janice yang merasa tidak dihargai karena terus-terusan ditertawai Andrew merontak agak Andrew segera melepaskan tangannya dari cengkeraman tanga Andrew yang terlalu kuat.  "Lepaskan aku!"  "Dengarkan aku dulu!" Andrew menekankan kata-katanya. "Olivia itu anjing poodle pemberian pamanku! Kenapa kau cemburu dengan seeker anjing?"  Sontak Janice terce
Baca selengkapnya
32. Knows You Better 1
Sekarang sudah pukul delapan lebih lima belas menit. Aku masih tengkurap di atas sofa yang nyamannya minta ampun jika sedang merasa lelah. Sebelum pulang, aku dan Andrew mengantar 'princess' Janice dulu. Mereka belum saling menegur, tapi ada sedikit titik terang yang mencuat. Entahlah, mungkin mereka masih merasa kaku atau malu.  Aku merayap ke lantai berniat mengambil ponsel yang tadi sudah ku isi dayanya. Kemarin aku lupa membalas chat Damon. Sepertinya aku telpon secara conference saja. Aku berniat ingin menyampaikan apa yang ku dapat kemarin. Bunga-bungaan yang memusingkan kepala.  "Hey, Dude! Sombong sekali kau tidak membalas pesanku kemarin? Plis, jangan sok sibuk!" ujar Damon.  Aku tertawa mengakak seperti biasa. Kataku, "well, actually aku hanya membalas pesan orang-orang yang penting saja, jadi, sorry not sorry, bro!"  "Sialan kau! Hahaha!
Baca selengkapnya
33. Knows You Better 2
Ketika tiba di Coffeetoria, kebetulan saat itu suasananya memang sedang ramai. Itu bisa terlihat dari luar sini. Aku langsung keluar dan bergegas membukakan pintu mobil untuk Abby.  "Apa sih kamu? Aku bisa membuka pintu sendiri. Ada-ada saja," akunya sambil tersipu malu.  Saat keluar dari mobil, secara tak sengaja, sinar dari lampu mobil yang lewat menyoroti wajahnya. Pipinya terlihat memerah dihiasi senyum kecil yang terlihat canggung. Kami pun langsung bersicepat agar bisa mendapatkan tempat duduk.  Ketika memasuki pintu, disana berdiri seorang pelayan yang langsung mengarahkan kami ke meja yang masih kosong di lantai dua. Kami pun mengikutinya sampai ke atas. Begitu sampai di meja, sang pelayan langsung memberikan menu dan mencatat pesanan kami. Tak perlu berlama-lama lagi karena kami memang sudah kelaparan setengah mati.  Malam itu kami berdua m
Baca selengkapnya
34. New Manager
Sepanjang hari aku mendapati diriku berpikir soal kejadian yang semalam. Beberapa kali kucoba meyakinkan bahwa itu tidak disengage. Tapi, entah mengapa di sudut lain bagian otakku berkata itu memang keinginanku. Entah kenapa sekarang itu terasa menjadi begitu rumit dan membingungkan. Aku tidak tahu pasti apa yang ku rasakan, namun di sudut hatiku yang paling dalam, aku sangat merindukan kebersamaan kami yang seperti dulu.  "Sydney, ini masih pagi dan kau sudah melamun! Ayo kerja!" ujar Sebastian si manajer baruku sambil berlalu dengan menyeruput kopi.  Seumur-umur aku bekerja disini, pak Daniel tidak pernah sekalipun berjalan kesana-kemari membawa cangkir di depan customer. Pak Daniel pun tidak pernah menegurku seperti itu. Atau mungkin aku saja yang sedang sensi? Entahlah.  Ini baru jam setengah dua belas, tapi entah kenapa rasanya aku ingin segera cepat pulang. Aku pun melanjutkan
Baca selengkapnya
35. Bastian
Pukul 3:45  Aku hampir selesai dengan mengelap semua cangkir dan gelas yang baru diantar. Tinggal lima menit lagi dan aku bebas.  "Oke! It's done!" ujarku sambil meletakkan kain lap yang sudah kulipat di atas meja bar. "Hey, ayo! Saatnya pergantian shift," kataku kepada Andrew yang sedang mengutak-atik ponselnya.  Biasanya di jam-jam seperti ini, kami sudah sedikit leluasa karena memang pergantian jam kerja adalah sepuluh menit sebelum jam pulang. Namun tiba-tiba kami berdua terkejut ketika Bastian menghampiri kami dan berkata, "hey, letakkan ponselmu di loker jika masih sementara bekerja! Ini belum genap jam empat!"  Aku dan Andrew hanya saling menatap dengan keheranan. Karena sebelumnya pak Daniel tidak pernah menegur sampai seperti itu. Dan biasanya memang sepuluh menit sebelum pulang, kami sudah bebas dari tugas asalkan sudah selesai menyiapkan
Baca selengkapnya
36. Hot Chocolate
"Abigail Godfrey!" teriak Damon yang tiba-tiba muncul di depan pintu kedai.     Ia kemudian menghampiri Abby dan memeluknya sambil berkata, "aku tak menyangka bisa bertemu denganmu hari ini," katanya sambil melepaskan pelukan kemudian menggenggam erat kedua pundak Abby. "Kau tau, aku bahkan sudah lupa berapa lama kita tidak berjumpa."     Abby yang terkejut hanya bisa pasrah sambil tertawa. Katanya, "aku juga senang bisa berkumpul bersama kalian berdua disini."     Tak bisa kupungkiri, apa yang dilihat oleh kedua mataku saat ini adalah momen yang bisa dikatakan membuatku bahagia. Kami bertiga sudah berteman sejak masa SMA dan baru sekarang kami berkumpul lagi.     "Sudah, hentikan drama berlebihanmu itu," seruku kepada Damon. "Kau mau pesan apa? Dan Abby?"     "Kebetulan aku baru saja selesai makan, jadi aku pesan a
Baca selengkapnya
37. Tiba-tiba Hujan Lebat
Sungguh tak bisa kubayangkan, sekarang aku sedang duduk di atas sofa empuk berwarna krem, di dalam apartemen seseorang yang dulu pernah sangat kucintai dengan segenap jiwa dan raga. Seseorang yang kayaking adalah cinta sejatiku, yang sekarang hanya sebatas teman yang datang dari masa lalu yang entah di mana ia meletakan mesin waktunya.  Abby kembali dari arah dapur dan menghampiriku sambil membawa dua cangkir berisi cokelat panas.  "Ini, Syd. Minumlah selagi masih hangat," ucapnya dengan lembut seperti biasa.  Pembawaan Abby memang seperti itu dari dulu. Tutur bahasanya yang lembut dengan mimik wajah yang bisa membuatmu merasa nyaman. Sekalipun ia sedang marah, ia tak pernah mengeluarkan kata tak pantas ataupun tak sopan. Justru jika ia sedang emosi, aku paling senang mengejeknya. Itu seperti sebuah kepuasan tersendiri jika melihat seseorang yang kau cintai makin 'ngambek' karena ke
Baca selengkapnya
38. You like it, Baby?
Dengan cepat kuangkat tubuhnya kemudian ku naikan ke atas meja wastafel berwarna cokelat muda yang terbuat dari bahan marmer. Kuciumi setiap lekuk tubuhnya dari atas sampai bawah, tak ada satupun yang kulewati. Aku berhenti sebentar di antara selangkangannya. Abby terlihat sangat menikmati, sambil kedua tangannya meraih kepala dan mencengkram rambutku. Tubuhnya menggelinjang dengan hebat ketika dengan paksa aku menaikan kedua kakinya diatas meja sehingga kini terbuka lebar.     "Sydney, don't stop! Aaaaaahhh!" erangnya dengan nyaring.     Abby memang termasuk orang yang sangat ribut jika sedang dalam keadaan seperti ini. Suara desahan dan erangannya bisa membuatku makin menggila. Untung saja kami di dalam kamar mandi, sementara di luar sedang hujan deras. Jadi ku rasa, tak ada yang bisa mendengar suara kami.     Dengan cekatan aku terus melangsungkan aksiku hingga Abby menjerit samb
Baca selengkapnya
39. I miss you
"Oh, iya aku ingat. Yang waktu itu di mall, kan?" tanyaku kembali. "Jadi kau sudah kembali ke apartemenmu?"  "Iya, aku sudah kembali. Kapan kita bisa bertemu, Syd? Aku kangen." Virgie merengek.  "Kebetulan hari ini aku tidak masuk kerja karena bangun kesiangan. Tapi, nanti akan kuusahakan ke tempatmu, ya?"  "Kok hanya diusahakan sih? Kau tidak kangen padaku, ya?" ucapnya dengan nada manja.  "Tentu saja aku kangen, rasanya sudah seperti setahun tidak bertemu denganmu."  "Makanya kalau kangen ya datang, Syd …." pintanya.  "Iya …, sore saja aku ke sana, ya?"  "Oke, Syd. Awas ya kalau tidak datang, kita putus pokoknya," ancamnya.  Tak pernah terlintas di benakku gadis ini akan membuang kata seperti itu. Ak
Baca selengkapnya
40. Lelaki Yang tak Bertanggung Jawab
Sebenarnya, apa yang kupikirkan? Semalam aku bersama Abby, dan sekarang bersama dengan wanita lain. Apa aku sebrengsek ini? Gumamku dalam hati sembari masih menciumi Virgie. Ketika sedang asyik bercengkrama, tiba-tiba ponsel yang ada dalam kantong celanaku bergetar tak henti-hentinya. Sempat kuabaikan, tapi ponselku terus saja bergetar.  "Sebentar, Vi. Aku harus mengangkat ini. Seperti ini telpon penting, makanya benda ini tak berhenti 'mengoceh' di dalam kantong celanaku daritadi," ujarku mencoba meyakinkan Virgie sambil merogoh ke dalam kantong celana untu mengeluarkan ponsel.  Ternyata Mommy yang menghubungiku. Tanpa mengindahkan wanita yang ada di depanku sekarang, aku langsung berlalu tanpa bicara untuk menjawab panggilan itu.  "Halo, Mom? Maaf tadi aku agak sibuk, jadi tidak bisa menjawab telpon Mommy."  "Tidak apa-apa, nak. Apa sekarang masih
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status