All Chapters of A Wish: Chapter 21 - Chapter 30
61 Chapters
BAB XX
Hari-hari Violet lalui hanya dengan berdiam diri. Dia hanya mau berkomunikasi dengan psikiater nya. Kegiatan lainnya adalah dia makan teratur dan minum obat, lalu saat perawat sudah pergi dia muntahkan obat itu. Orangtuanya seperti yang sudah diberi tahu, tidak boleh menjenguknya. Selain itu kerjanya hanya melamunkan nasibnya.   Violet kini sudah menganggap kesepian itu sebagai bagian dari dirinya. Tidak ada suara misterius yang menemaninya, membuat Violet merasa lebih tenang daripada sebelumnya.    Dia masih tidak habis pikir mengapa El membantunya. Gadis itu yakin sekali kalau El tidak membantunya secara gratis. Rasa takut akan apa yang harus dia bayar menghantuinya sedikit.    Suara kunci yang terbuka membuat Violet mengalihkan pandangannya dari dinding. Langkah kaki terdengar mendekat, membuatnya melirik siapa yang memasuki ruangannya. Walau dia tahu siapa itu.   "Waktunya minum obat."
Read more
BAB XXI
Mobil sedan berwarna hitam itu melaju dengan pelan. Membelah jalanan yang dipenuhi hujan. Alam seolah tidak begitu senang menyambut kepulangan Violet dari rumah sakit. Karena begitu dia menginjakkan kakinya di teras rumah sakit, hujan begitu lebat pun turun membasahi bumi. Suasana di mobil ini sedikit canggung. Tapi Violet tidak peduli dan sibuk berkelana dengan pikirannya. Benar kata El, tepat 10 hari setelah mereka ciuman, tidak ada suara aneh yang menganggu serta dia benar-benar dipulangkan ke rumahnya.  "Vio mau makan apa?" Tanya Erik berusaha memecahkan keheningan yang membuat mereka makin canggung.  Tapi gadis itu enggan menjawab dan memilih melihat pemandangan dari kaca mobil. Jarinya memainkan embun yang ada di kaca jendela itu. Membuat pola abstrak di sana.  "Kenapa kalian nggak jenguk aku?" Tanya gadis itu akhirnya, masih membuat pola abstrak di kaca jendela. &nb
Read more
BAB XXII
Tepat beberapa saat setelah bel istirahat pertama berbunyi, Violet langsung menarik lengan El dari tempat duduk mereka tanpa berkata sepatah kata pun dengan raut wajah dingin. Teman-teman sekelas mereka masih sibuk menggoda status baru mereka, bahkan saat Violet yang menarik tangan El pun teman-teman sekelasnya heboh bukan main.  "Kamu mau ajak saya kemana?" Tanya El santai, masih mengikuti Violet yang menarik tangannya dengan terburu-buru.  Gadis itu hanya diam, tidak mau menjawab. Kepalanya sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri mencari tempat yang sepi. Lalu kembali berjalan ke arah gudang yang dulu menjadi tempat Andre bunuh diri.  Violet mendorong El ke dinding dan mengurung pria itu dengan kedua telapak tangan yang dia tempelkan di dinding, tepat di samping tubuh El. El tertawa keras melihat tampang serius Violet, dan sepertinya ada marahnya juga? "Apa tujuan lo yang sebenarnya?!" Be
Read more
BAB XXIII
"Lo keterlaluan!"    Anya berteriak marah pada Violet, dan bentakan itu membuat Violet merasa terkhianati. Bukankah seharusnya Anya lah yang paling tahu sebagai teman dekatnya kalau Violet tidak akan melakukan hal itu kalau tidak ada yang memulainya? Senyuman sinis terbit di bibir Violet.   Melihat senyum sinis itu pun Anya kian marah. Jari telunjuknya dia angkat untuk menunjuk Violet dengan marah, "Lo--"   "Apa?" Potong El cepat. Pria itu merangkul Violet, dan Violet sendiri entah mengapa tidak terkejut dengan hal itu. Sementara tangannya yang lain menepis jari telunjuk Anya.   Marah Anya semakin memuncak, jadi kini Violet ingin berlindung di balik punggung pacarnya? Anya mendengus geli, "Gue baru tahu sifat lo. Udah kayak ular aja lo."    Violet tertawa kecil. Ibu jari dan telunjuknya dia letakkan ke dagu, seperti sedang berpikir keras. "Hmm... Berarti gue kalau ngomo
Read more
BAB XXIV
Pagi ini terasa begitu tenang. Tidak ada suara ayam yang berkokok dan tidak ada suara burung yang berkicau di pagi hari, membuat Violet ingin terus mendengarkan keheningan ini.    Hatinya begitu tenang rasanya. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya Violet merasa begitu tenang semenjak kejadian 'itu'? Tapi hal ini juga membuat Violet risau, seolah-olah badai akan datang dengan tiba-tiba dan memporak-porandakan hatinya yang semula tenang. Seperti air sungai yang tenang, padahal ada buaya yang siap menerkam di bawahnya.   Suara ketukan pintu membuat Violet membuka matanya. Ya, yang pasti dia tidak akan bisa menikmati keheningan tadi untuk waktu yang lama, bukan?   "Sayang, yuk sarapan." Ajak Vina pada putrinya yang sudah siap dengan seragam sekolahnya sedari tadi.    Violet mengangguk sebagai jawaban dan langsung mengikuti langkah sang ibu ke ruang makan. Tapi langkah Violet berhenti di ten
Read more
BAB XXV
Memalukan. Memalukan sekali.Violet tidak tahu dia akan dibawa kemana oleh gadis-gadis yang berseragam sekolah seperti dirinya itu. Suara tawa menggema di sepanjang koridor gedung sekolah yang sudah lama tidak digunakan ini. Yang mana hal itu membuat suasana kian mencekam. Kuku-kuku para gadis itu menancap di kulit lengan Violet, membuat kulitnya mengeluarkan darah. Mereka terus menyeret paksa Violet sambil memaki dan sekaligus tertawa mengejek."Tolong! Gue mohon lepasin gue!" Mohon Violet pada gadis-gadis itu.Tapi respon mereka malah,"Lemah banget, sih!""Diem, lo! Jijik tahu denger lo ngerengek kayak bayi." "Biasanya aja belagu." Itu hanya beberapa cacian yang Violet dengar dari mereka. Dia sudah menangis dan memohon, tapi mereka masih terus menyeret Violet tidak tahu kemana. Violet takut. Tadi saat jam istirahat dan Violet sedang sendirian, tiba-tiba ada 4 orang gadis dari kelas 10 meminta b
Read more
BAB XXVI
"Lo kira gue nggak tahu lo ada di ruangan kosong tadi dari awal gue sama cewek-cewek sialan itu datang?" El membeku. Jadi gadis itu tahu kalau dia berada di sana sedari awal?  "Kenapa?" Mata Violet berkaca-kaca, memancarkan kekecewaannya yang  begitu kental di sana. "Lo kira gue sebego itu buat langsung percaya sama lo? Dengan semua kata-kata lo?"  Gadis itu menatap pergelangan tangannya yang terus mengeluarkan darah tanpa henti. Pandangannya mulai mengabur, tapi dia tetap ingin menyampaikan kata-kata yang selalu dia pendam di hatinya.  "Cewek-cewek sialan itu giniin gue juga karena lo! Keluarga gue hancur karena lo! Semuanya salah lo!" Violet tidak berteriak, tapi dia mengucapkan itu dengan pelan. Pelan namun menusuk.  El berjalan mendekat, "Nanti kita bicarakan. Kita harus mengobati luka kamu terlebih dahulu." Namun Violet melangkah mundur, ingin menjau
Read more
BAB XXVII
Anya menatap kursi kosong dihadapannya dalam diam. Rasa benci kian meluap di dadanya untuk Violet. Ya, dia sangat membenci Violet. Sangat.Anya selalu merasa segala hal yang dia inginkan ada pada diri Violet. Kecantikan, keluarga yang kaya dan harmonis, pintar, populer. Segalanya! Violet selalu memiliki segalanya! Sementara dirinya?Jujur saja, ketika dia melihat keadaan Violet yang kacau balau terselip rasa iba dan bahagia disaat yang bersamaan. Dia tahu dia tidak boleh begitu, tapi memangnya ada manusia yang dapat mengontrol perasaannya? Tentu tidak, bukan?Apalagi anak baru yang bernama Lucy itu menyukai El, tentu dia semakin bisa memanfaatkan situasi ini. Rencana pembullyan terhadap Violet ia rancang sedemikian rupa dengan menghasut Lucy serta orang-orang yang terobsesi pada El. Dan itu adalah hal yang mudah baginya. Dan juga, dia tidak merasa bersalah sama sekali. Sama sekali. Gadis itu mengotak-atik ponse
Read more
BAB XXVIII
Violet sudah tiba di sekolahnya. Seperti biasa anak-anak sekolahnya selalu menatap Violet seperti dia adalah makhluk langka dari dunia lain. Seperti objek dari planet mars yang tidak pernah mereka lihat. Sampai-sampai Violet sudah merasa terbiasa dengan tatapan-tatapan tidak sedap itu. Walau sebenarnya muak, dia harus tahan. Toh, lagi pula sebentar lagi dia akan naik ke kelas 12 dan akan segera lulus, wajah menjijikkan anak-anak itu pasti tidak akan dia lihat sebentar lagi. Jadi yang dia lakukan hanya harus bersabar. "Eh dia kan yang di mading itu?" "Iya dia! Ih, jadi dia beneran habis dari rumah sakit jiwa?"  "Pantas kayak orang gila!"  "Sayang, yah. Pinter dan cantik tapi gila." "Nggak nyangka rumornya benar." Langkah Violet terhenti mendengar perkataan-perkataan itu. Dia tidak salah dengar kan? Darah Violet tiba-tiba mendidih
Read more
BAB XXIX
Siulan itu terdengar begitu jelas di telinga gadis yang sedang terduduk ketakutan di atas rooftop sekolah itu. Tubuhnya gemetaran, bahkan untuk melihat wajah pria yang menekan bahunya dengan kaki panjangnya pun dia tidak berani.    "T-tolong..." Mohonnya untuk yang ke berapa kalinya. Suaranya terdengar gagap karena takut.   Kaki itu menekan bahu si gadis semakin kuat, membuat si empunya bahu meringis kesakitan. "Tidak, tidak. Kamu melakukan kerja yang bagus." Puji pria itu dengan bangganya. Masih dengan menginjakkan kakinya di bahu si gadis, pria itu mendekatkan wajahnya lalu berbisik. "Tapi kamu mau membuatnya mati kan?"    Seketika gadis itu langsung bergidik ngeri mendengar bisikannya. Dan nafasnya seolah tersumbat kala tangan kekar pria itu menarik dasinya dengan kuat, mencekik dirinya.    "Perjanjian kita dari awal tidak sampai membuatnya mati kan?"    "T
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status