Semua Bab MY FAVORITE BOY: Bab 21 - Bab 30
45 Bab
Gangguan
~Esoknya, Bintang tidak masuk sekolah. Katanya masih pusing dan badan sakit semua. Nara, Raffa, Erika, dan Rizki tertawa mengetahui itu. Biasalah, anak seperti Bintang sok berani, padahal penakut. Sekarang Raffa, Rizki, dan Dendi ada di kantin belakang sedang mengisi perut yang kosong. "Minta sambel ya, Raf." Aziz tiba-tiba ikut bergabung di meja, ia duduk di sebelah Raffa. Rizki menyentil tangan Aziz yang dengan joroknya sambel itu sampai bececeran. "Jorok anjir.""Sayang."Keempat cowok itu menoleh ke belakang, mendapati Thalia yang berjalan mendekati meja mereka. "Ayo, ke kantin sana aja." Perkataan Thalia membuat Raffa yang tengah mengunyah gorengan pun menoleh. "Bentar ya aku abisin ini dulu." Dia menunjukkan tangan kanannya yang memegang bakwan yang tinggal setengah. Thalia mendengus sebal. Kemudian, ia terbatuk karena asap rokok dari Aziz dan beberapa cowok lain yang ada di san
Baca selengkapnya
Nara Sakit
~ Laki-laki bersurai hitam itu dengan sekuat tenaga mengejar mobil yang menculik Mamanya. Kakinya lemas, namun dia tidak menyerah begitu saja. Suaranya sampai habis meneriakkan Sang Mama. "MAMA!""WOI ANJIR BERHENTI!" Bahu Raffa naik turun karena napas yang terengah-engah. Sudah tak kuat lagi, dia tersungkur ke aspal sampai kedua lututnya lecet. Lagi-lagi dia gagal menyelamatkan Tata. "Uhukk uhukk!""Ma!"Dia meninju aspal dengan tangannya. Rambutnya ia acak-acak, frustrasi dengan keadaan. Raffa benci menjadi lemah. "Mama!"Mata cowok itu terbuka lebar. Sedetik kemudian, dia menyadari kalau itu semua hanya mimpi. Tetapi, entah kenapa rasanya seperti nyata. Rasa lelah itu masih terasa. Selama lima menit mengumpulkan kesadaran, Raffa beringsut duduk. Diliriknya jam dinding yang kini menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ini bahkan masih terlalu gelap untuk per
Baca selengkapnya
Pertemuan Tak Disengaja
~ ~Di antara mereka semua, siapa pacar lu?~ Bakso yang baru saja akan dia masukkan ke mulut mendadak kembali ke dalam mangkuk. Cewek itu menatap malas ke layar ponselnya. Pesan dari orang itu lagi. Tanpa pikir panjang, Nara memblokir akun kosongan itu. Kemudian mematikan ponsel, lalu lanjut memakan bakso kuah. Hidup udah ribet, jadi bawa santai saja. Erika tengah kepedasan makan seblak. "Mantep banget njir. Hidup seblak!" Keringatnya mengucur dari pelipis dan wajah. "Welcome asam lambung. Hehe.""Yeee, Naraaa tega lu.""Bebiiiii. I'm coming." Nara menahan tawa saat Geovan datang dengan penampilan yang acak-acakan, rambut tak beraturan, baju tidak dimasukkan, tangan dipenuhi coretan pulpen. Anak itu tidak ada rapi-rapinya. Memang sudah klop dengan Erika yang selalu setia merapikannya, seperti sekarang. Lihatlah kedua orang itu, seakan sudah suami istri. 
Baca selengkapnya
Senja Sore
 Raffa sedang di kamar, duduk di meja belajar tepatnya depan layar laptop yang menyala. Ia dalam proses belajar adobe illusiator. Tangannya memegang ponsel, memvideo call, mendengarkan ocehan Thalia tentang hari-hari yang cewek itu lewati. Sesekali Raffa tertawa mendengar cerita lucu itu. "Btw, yang. Aku dapet tawaran main sinetron dan pasangannya David, lawan main aku yang di iklan sebelumnya. Menurut kamu gimana? Setuju kan?"Agak ragu, Raffa diam sebentar. Thalia terdengar sangat senang dengan tawaran itu. Mana mungkin Raffa tega melarangnya. Perihal David, dia agak takut mereka berdua terlalu dekat. "Gimana, yang?"Kemudian, Raffa mengangguk yakin. Membuat Thalia kegirangan sampai mencium layar ponsel. Raffa terkekeh. "Semangat kerjanya yang.""Iya sayang. Kamu itu pacar terbaik.""Aku mandi dulu ya yang, udah jam tiga sore nih." Sambung Thalia. Setelah itu, sambungan ditutup. Raffa mele
Baca selengkapnya
Penyebab Kekacauan
Penasaran dengan apa yang dibicarakan orang-orang tentang dirinya, Nara mempercepat langkah menuju mading sekolah.  Matanya membola begitu mendapati papan mading yang luas itu dipenuhi foto dirinya. Mulai dari foto-foto dia dan Papanya yang mengangkut buah-buahan pakai mobil, lalu Nara yang pergi sekolah naik angkot, bahkan foto rumah depannya pun ada.  Hal yang mengejutkan lainnya adalah, di bagian paling atas tertera tulisan "NARA AMANDA ADALAH PENYEBAB KERIBUTAN DAN PERTANDINGAN ILEGAL DI ANTARA SMA BAKTI DAN SMA HARAPAN" Nara mundur selangkah. Dia sungguh tidak tahu apapun tentang pertandingan basket itu. Kapan keributan terjadi? Ia benaran tidak tahu menahu soal itu.  Di bagian paling bawah terpampang nyata foto-foto bukti kericuhan yang terjadi. Beberapa anak basket yang bertanding wajahnya pada luka-luka. Ternyata mereka kalah lagi dalam pertandingan ulang kemarin. 
Baca selengkapnya
Broken ( LEWATI BAB INI )
"Nara, makannya pelan-pelan, Nak. Nanti tersedak," ucap Kiki-Mama Nara saat melihat anaknya memakan nasi goreng buatannya dengan terburu-buru.    Tak memedulikan ucapan Mamanya, Nara tetap melahap dengan sigap. Entah apa yang dikejarnya, padahal jam masih menunjukkan pukul 7 pagi dan Nara juga tidak piket kelas hari ini.    Iko datang sembari membawa tas ranselnya. Dia adalah kakak Rana. Baru saja menjadi mahasiswa. Dia pergi sepagi ini hanya untuk menjemput temannya dan pergi bersama ke kampus. Mengurusi hal-hal yang belum beres.    "Dek, lo potong rambut sependek ini?" Tanya Iko terkejut saat melihat penampilan baru adiknya. Tangannya menyentuh rambut pendek Rana yang sudah mirip seperti laki-laki.    Rana menyingkirkan tangan Iko. Dia cemberut. "Emang napa sih? Kan ga salah." Balasnya jutek.    "Ya ampun. Lo kan cewek, Ran. Jangan sependek inilah. Gak
Baca selengkapnya
Angel
Rana pulang dengan mengendarai motor maticnya. Dia tidak pulang Bersama Radit karena cowok itu ada jadwal latihan futsal Bersama teman-temannya. Biasanya mereka berdua berjalan beriringan dengan motor masing-masing menuju rumah. Dan Radit juga satu komplek dengannya, makanya mereka sering jumpa. Radit sering main ke rumah Rana, begitu pun sebaliknya. Sampai setengah perjalanan, motor Rana mogok karena habis bensin. “Sial banget gue kayanya. Haduh.” Rana turun dari motornya. “Pom bensin masih jauh lagi. Mau gak mau gue dorong dah nih kambing.” Rana memakai jaket hitam serta masker. Dia juga menutup kepalanya. Setidaknya dengan itu tidak begitu memalukan jika dilihat orang-orang. Sekitar satu meter berjalan, akhirnya Rana berhenti di pinggir jalan di mana penjual bensin eceran. “Bang, bensin.” “Iya, neng.” Abang-a
Baca selengkapnya
Angelic
Hari sudah gelap. Rana dan Radit akhirnya sampai di depan rumah Rana. Sebelum memasukkan motor ke garasi, Rana berhenti sebentar. "Masuk terus, gue juga buru-buru mau mandi, nih," perintah Radit.  "Ya udah gue masuk dulu ya. Nanti malem gue telepon lo. Bye." Rana membuka pagar dan memasukkan motor ke garasi. Lalu kembali menutup pagar, Radit sudah pergi. Rana menghela napas. Dia akan ceritakan semuanya pada Radit nanti.  Rana membuka sepatu, kemudian masuk ke dalam rumah. "Assalamu'alaikum. Rana pulang..." Papa, Mama, dan Iko sedang duduk bersantai di ruang keluarga. Papanya membaca koran sambil minum teh, Mamanya menonton sinetron, dan Iko sedang bermain games di ponsel. Mereka semua menoleh ketika Rana bersuara.  "Rana, baru pulang jam segini?" Wijayanto-papa Rana bertanya. Tidak ada kemarahan dalam nada suaranya, karena istrinya pun sudah memberi tahu sebelumnya
Baca selengkapnya
Friendship
Radit dan Rana akhirnya hampir menyelesaikan tiga puluh putaran. Namun, disaat akan mencapai angka tersebut, tiba-tiba tubuh Rana terjatuh dengan sendirinya. "RANA!" Radit panik. Dengan cepat dia menggendong Rana, membawanya ke UKS. "Ran, lo kenapa?" Mata Rana sedikit terbuka. Cewek itu setengah sadar. Membuka mulut saja rasanya susah.  Langkah Radit sampai di UKS. Tanpa butuh waktu lama lagi, dia segera memanggil penjaga UKS. "Kak, kasih dia obat sekarang!"  Rana berbaring di brankar yang ditutupi tirai hijau.  Kak Mia-Penjaga Uks langsung memeriksa keadaan Rana. Sementara itu, Radit duduk di kursi dekat brankar Rana. Menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi dahi Rana dengan khawatir. Bagaimana tidak, wajah Rana sangat pucat saat ini.  "Dia drop banget. Kalian habis olahraga, ya?" "Iya. Olahraganya dapet hukuman k
Baca selengkapnya
Friendzone
"Pulang, yuk dit." Rana berlari kecil menghampiri Radit yang sedang tertidur dalam posisi duduk. Dia tertawa melihat wajah Radit. Menggoyang-goyangkan bahunya agar cowok bertopi itu segera bangun.  Perlahan Radit membuka mata. Keningnya mengkerut menatap Rana yang sedang membereskan barang-barangnya. "Udah selesai? Kok udah pada pulang?"  Rana melambaikan tangan pada orang yang berpamitan dengannya, kemudian menoleh ke Radit. "Udah jam lima. Ayo pulang!" Dia menarik pergelangan tangan Radit, memaksa cowok itu untuk segera berdiri.  Radit menguap, merenggangkan tubuhnya yang pegal-pegal karena ketiduran di bangku. "Pegel cuy badan gue. Aduh." Lalu Radit berjalan duluan ke parkiran sekolah, meninggalkan Rana yang memasang muka sebal. "Tungguin gue oy!"  "Besok latihan lagi?" tanya Radit ketika mereka sedang mengendarai motor.  "Iya." Ra
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status