All Chapters of Me and You: Chapter 11 - Chapter 19
19 Chapters
Malam Yang Panjang
Kaki kananku turun lebih dulu dari bus yang kuanggap sebagai bus terakhir bagi kebersamaan kami. Aku menyeberang jalan dengan setengah pikiran di mana-mana. Memiliki rasa yang sama dengan karib memang sangat menjengkelkan. Lebih-lebih, perasaanmu bertepuk sebelah tangan. Harga diri turun drastis ke jurang paling bawah.Aku melangkahkan kaki dengan setengah menyeret. Rasanya, hari ini sungguh melelahkan. Lebih melelahkan dari berolahraga. Lebih menyakitkan dari menerima pukulan. Lebih menyakitkan dari gagal ujian nasional. Kepalaku berusaha keras memainkan pikiran-pikiran yang tak berhubungan dengan Liana. Sementara itu, perasaan dalam diri ini terus mengusik dan menyakiti dirinya sendiri.Ketika kakiku menginjak halaman rumah, rasa lelah makin menjadi. Aku ingin segera tidur dan melupakan apa yang terjadi hari ini. Dengan perasaan kacau, aku menaiki anak tangga dan secepat mungkin menuju lantai atas, mengurung diri di kamar sampai waktu kembali pagi.***
Read more
Makan Bersama di Akhir Pekan
Pukul empat sore, kami mengatur janji agar bertemu di pintu pertama Mal ABC. Rumahku yang terletak cukup jauh dari mal tersebut, membuatku harus berangkat lebih awal. Sebetulnya, menunjuk mal tersebut sebagai destinasi makan kami disebabkan karena untuk mengambil jalan tengah. Rumah kami saling berjauhan. Hanya rumah Liana yang berjarak dekat, itu pun karena satu arah. Sementara yang lain, selisih jaraknya bisa sampai belasan kilometer.Aku melirik dompet. Di dalamnya, hanya tersisa beberapa lembar uang berwarna kehijauan. Sudah hampir satu minggu aksi gencatan senjata kulakukan di rumah. Jumlah uang yang kumiliki di dompet tersebut, tak akan cukup jika ada kejadian tak terduga. Akhirnya, aku meraih kaleng bekas makanan yang tersimpan rapi di dalam lemari.Hanya untuk jaga-jaga, aku mengambil selembar uang berwarna kemerahan. Jika nanti uang tersebut tidak terpakai, maka akan kukembalikan. Aku memiliki niat untuk membeli baju seragam silat dan sepatu olahraga yang cuku
Read more
Alasan yang Kuat dan Hal Paling Menyakitkan
Sebelum berangkat sekolah, aku mengintip sisa uang yang kupunya di dalam dompet. Uang tabunganku pasti akan habis jika digunakan terus menerus. Mimpi untuk membeli seragam silat dan sepatu olahraga, pasti akan sirna jika hubunganku dengan Ibu di rumah tetap tidak berbaikan.“Mungkin pulang nanti aku harus jalan kaki. Uang di dompet ini harus hemat sampai satu minggu.” Aku berceloteh sendirian. Uang lima puluh ribu yang terdiri dari dua lembar sepuluh ribuan, selembar duapuluh ribuan, dan lima lembar dua ribuan, harus bisa kugunakan sebaik mungkin. Setelah bertekad, aku turun ke bawah dan bersiap untuk menunggu bus.“Rian.” Ayah yang tengah sarapan bersama Ibu dan Randi memanggilku yang hampir membuka pintu depan.“Apa, Yah?” tanyaku sambil tangan memegang engsel pintu.“Ayo kita berangkat bersama.” Sarapan di piringnya yang belum habis setengah, ditinggalkan begitu saja.“Oke.” Aku mengang
Read more
Sebuah Jawaban
Malam ini, halaman gelanggang olahraga yang menjadi tempat latihan kami bersuasana beda. Biasanya, di pagar depan, beberapa penjual makanan seperti pedagang somay dan bakso arema mengharapkan pelanggan datang sepanjang malam.Tidak ada pedagang yang mengadu nasib. Jalan utama serta jalan setapak yang biasanya ramai pejalan kaki baik berpasangan atau dengan kawan, jarang kami lihat.      “Malam ini begitu sepi,” kataku pada Genta disela istirahat kami. Kebetulan, Kak Roni meminta kami untuk membeli minuman isotonik di minimarket yang jaraknya hampir tiga ratus meter. Kami menempuhnya dengan berjalan santai.“Iya, ya. Tumben sekali hari ini sepi. Biasanya di depan sana,” Beno menunjuk tempat duduk yang dibuat dari beton, “banyak pasangan yang berduaan.”Mendengar kata pasangan, aku jadi teringat tentang Liana dan Beno. “Gen, apa kau pernah menyukai seseorang?”“Perna
Read more
IBU
Mendapat kesempatan dari Kak Roni untuk mewakili sekolah di ajang O2SN merupakan hadiah yang sangat istimewa. Aku tidak akan mengecewakan Kak Roni yang sudah memberikan kepercayaan itu kepadaku.Aku tidak mau lagi menghabiskan banyak energi untuk meratapi kekalahan yang kualami sebelum berperang. Ya, aku belum sempat menyatakan perasaanku, dan jujur saja, memikirkannya membuat cukup sakit kepala.Minggu telah berganti. Hari ini aku akan mengatakan secara langsung bahwa aku siap menjadi atlit yang akan mewakili sekolah.Sebelum latihan malam ini dimulai, Kak Roni mempersilakan kami duduk di matras. Posisi duduk kami membentuk sebuah lingkaran kecil. Dari wajahnya, aku tahu kalau banyak hal yang ingin disampaikan Kak Roni.“Malam ini, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan.” Kak Roni membuka suaranya. “Selama kalian latihan, saya memperhatikan apa pun yang kalian lakukan. Selain Rina, saya ingin kamu,” Kak Roni menatap wajahku. &ldquo
Read more
MOVE ON
Aku berangkat ke sekolah dengan keadaan setengah sadar. Semalaman, tidurku tidak nyenyak. Bahu dan kedua lenganku terasa sakit untuk digerakkan. Tubuh ini ternyata benar-benar lemah. Padahal hanya melakukan empat kali push up––maksudku tiga setengah kali, efek pegal yang kurasakan sangat menyiksa.Karena tubuh bagian atasku terasa sakit, maka hal itu berdampak pula pada kedua kakiku. Saat meniti anak tangga menuju kelas, kakiku terasa sangat lemas. Terlebih kondisi tubuh yang saat ini tidak fit karena kurang tidur menyebabkan semuanya semakin berat.“Kamu kenapa, Rian?” tiba-tiba suara itu berada dekatku. Aku menoleh ke belakang, melihat Liana yang bergegas menyamakan langkah di sampingku.“T-tidak, aku baik-baik saja,” jawabku singkat. Tak ingin mengundang percakapan lagi, aku mempercepat langkah dan memunggunginya sebanyak tiga anak tangga.“Benar tidak apa-apa? Wajahmu terlihat sangat lelah,” lagi-lagi ia
Read more
MULAI FOKUS
“Bagaimana latihan hari ini?” Genta bertanya setelah kami selesai latihan.Aku tidak pernah berkeringat sebanyak ini sebelumnya. Benar-benar melelahkan. Sangat melelahkan. “Mengulang satu gerakan sebanyak seratus kali dengan kuda-kuda yang benar. Menurutmu bagaimana?”Ia tertawa kecil dan berkata : “Aku dengar, berlatih seni tunggal itu lebih berat daripada tanding. Bebannya dua kali lebih berat, katanya seperti itu.”“Benarkah?”“Iya, Rina juga mengakui hal yang sama. Apalagi kalau ganda, kau harus bisa terbang, guntingan, bantingan, kuncian, dan sebagainya.”“Aku tidak paham yang kau bicarakan.”“Ya, kau memang belum paham. Tapi nanti, kelak kau akan paham.”Kukira, latihan malam ini akan melanjutkan hafalan jurus yang kemarin. Padahal aku sudah menghafal 14 gerakan tersebut dua hari terakhir ini. Ternyata Kak Roni memiliki agenda lain yang mengagalk
Read more
KURUS
Berlatih selama sebulan lebih memberikan manfaat yang kurasakan sendiri di tubuhku. Aku jadi jarang terkena flu, dan tubuhku terasa kencang. Bobot tubuhku pun berkurang sebanyak enam kilogram. Beratku yang semula tujuh puluh kilogram, kini menyusut jadi enam puluh empat kilogram.Aku jadi menyesal baru mengenal olahraga. Kenapa tidak dari dulu? Olahraga membuat perasaan di hatiku sedikit lebih baik dan menganggap bahwa semua hari sama menyenangkannya.Latihan yang intens membuatku tidak terlalu dekat lagi dengan anak-anak. Di kelas, aku sering menghabiskan jam istirahatku untuk tidur atau menyalin catatan jika aku tak sengaja tertidur saat jam pelajaran berlangsung.“Ayo ke kantin bersama!” seru Rikky di depan kelas.“Kalian saja, ya. Aku ingin di kelas.”Lagi, mereka pergi ke kantin tanpa kehadiranku. Yang pasti, keengganan untuk sekedar ke kantin bersama mereka membuat fisik dan perasaanku seolah seimbang pada tempatnya.
Read more
TERLAMBAT
Mentari mulai memancarkan sinarnya dari celah kusen di kamarku. Akan tetapi, aku masih ingin berbaring di kasur. Aku tidak ingin beranjak dari bantal dan guling kesayanganku. Jika boleh, aku ingin tidur seharian dan tidak ingin berangkat ke sekolah.Semalaman, aku memikirkan ucapan Rikky dan Rina. Keduanya mengucapkan inti yang sama terhadap pergulatan emosi yang kualami. Selain itu, menuntaskan semua jurus semalam sangat menguras tenaga. Malam yang sudah berganti pagi belum mampu menghilangkan letih ini.“Rian... Bangunnn!!!” Ibu meneriakiku dari dapur.Aku mendengar panggilan itu. Tapi kuputuskan untuk kembali tidur lagi. Pikirku, lima menit lagi aku akan bangun.Aku terlelap. Sangat lelap, hingga aku menyadari tiba-tiba hujan lokal sedang menimpa kamarku.ByurrrAku terjaga dan melihat Ibu dengan gayung di genggamannya. “Bangunnn! Ini sudah pukul 06.30!”Mendengar waktu sudah sesiang itu, tubuhku la
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status