All Chapters of Behind The Entertainment: Chapter 1 - Chapter 10
13 Chapters
Kisah Semasa Kecil
Malam itu, angin berhembus sangat kencang di sekitar rumahku. Aku memandang lewat jendela kamar yang terbuka, seorang gadis tengah duduk di atas balkon rumah besar di depan rumahku yang hanya terhalang jalan raya. Ia duduk dengan mengenakan mantel tebal dan tengah memeluk sebuah boneka yang hampir seukuran tubuh mungilnya tersebut.Nama gadis itu Sara, Putri kedua dari orang tua seorang politikus terkenal di Bandung. Tak heran, berkat kekayaan kedua orang tuanya Sara bisa hidup nyaman dan berkecukupan.Aku hampir tidak pernah melihat raut ekspresi kesedihan dari wajah Sara, itulah yang entah kenapa sangat aku sukai, senyumnya, aku bicara soal senyumnya.Lalu aku sendiri? Namaku Rafael, aku hanya anak laki-laki biasa yang tumbuh di keluarga yang sederhana, Ayah seorang guru dan Ibu seorang pedagang. Kesederhanaan ini juga yang membuat aku tersadar, takdir dan alur hidup orang-orang ternyata berbeda.Tak jauh perbandingan tersebut, melihat kehidupan aku dengan
Read more
Impian darinya
***Lima tahun berlalu.Aku dan Sara masih dekat, seperti tidak ada yang berubah. Kami masih sering bertemu, meskipun aku sudah cukup jarang bermain di rumahnya. Ia lebih sering mengajakku main keluar, baik ke taman bermain atau timezone.“Apa kamu tahu kalau aku ikut lomba menyanyi?” tanya Sara, ia berjalan di dekatku sambil memakan eskrim di dalam cup.“Aku mengetahuinya dari Kak Margaret,” balasku datar.Informasi mengenai lomba menyanyi yang diikuti Sara memang sangat mengejutkan, pasalnya sejak kecil Sara tidak pernah tertarik dengan perlombaan menyanyi, ia hanya ingin menyanyi untuk menghibur dan membuat orang disekitarnya senang.“Benarkah? Lalu bagaimana pendapatmu?” tanya Sara.Dia terlihat lebih cantik dengan senyuman itu, aku ingin mempertahankan senyuman itu lebih lama lagi.“Bagus, itu bisa menjadi kesempatanmu untuk menunjukan kalau kamu yang terbaik,” balasku.Aku bersikap sebagai supporter bagi Sara, apa
Read more
Garis Baru
***Aku masih teringat dengan perpisahaan waktu itu, ketika Sara pergi ke Jakarta untuk meniti karir, teman semasa kecilku yang pergi dengan raut sayu. Aku penasaran, bagaimana keadaannya di Jakarta sana? Apa dia sudah dapat pekerjaan artis yang sedari dulu ia inginkan?“Rafael,” sapa seorang wanita.Wanita itu menepuk pelan bahuku membuat kepalaku langsung berbalik membalas sapaannya. Wanita itu tak lain adalah Siska, siswi jurusan IPA kelas 2 yang kukenal. Ia teman semasa SMP-ku yang kebetulan masuk SMA ini bersama.“Ada apa?” tanyaku datar.“Apa kamu sedang sibuk?”Seorang siswa laki-laki yang tengah berdiri dengan bertumpu pada tiang lorong, memandangi lapangan di bawah yang penuh dengan siswa yang sedang berolahraga. Tentu saja, aku tidak sibuk sama sekali, terkecuali jika aku pengamat sepakbola, itu beda cerita.Aku menggelengkan kepala dan ia kembali melanjutkan bicara, “Aku ingin memin
Read more
Hati dan Perasaan
Entah apa dia salah bicara atau bagaimana, ia justru mengatakan ada temannya yang menyukaiku. Kukira sikapnya yang aneh dan salah tingkah itu karena dia yang jatuh cinta padaku. Ah, maafkan diriku yang terlalu percaya diri ini.“Oh begitu, yah?” tanyaku, tentu saja pengakuan secara tidak langsung seseorang yang dikatakan teman Siska membuatku canggung.“Apa yang akan kamu lakukan, Rafael?”“Entahlah, aku juga tidak pandai dalam urusan seperti ini. Menurutmu, apa yang perlu kulakukan?” tanyaku dengan nada datar, kuraih gelas berukuran sedang dan menyeruputnya pelan melalui sendok putih yang tertancap di atas tumpukan keju parut tersebut.“Bagaimana jika kamu menjawabnya dengan perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang?” tanya Siska, wajahnya menunduk dan matanya sayu menatapku, perlahan ketika kubalas tatapan itu, ia terus menunduk dan memejam.Ah, moment ini sama saja dengan pengungkapan rasa yang kumiliki padanya. Minimal ia bisa tahu hasil yang kelua
Read more
Duka
*** Malam itu, karena tak ada lagi kegiatan yang harus kulakukan. Aku pergi ke ranjang dan mengistirahatkan kepalaku yang cukup penat, ternyata benar-benar sunyi jika Ayah dan Ibu pergi ke luar kota. Hari ini, tepat libur mingguan. Jika tidak ada kegiatan khusus di sekolah, aku pasti hanya terbaring di atas sini seharian, sembari membaca buku dan sesekali ke dapur untuk mengambil makanan. Sungguh heran. Ayah dan Ibu sudah pergi sejak kemarin pagi dan dijadwalkan akan datang sebelum siang. Namun, aku melihat jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Belum ada tanda-tanda mobil angkutan yang Ayah dan Ibu naiki datang. Pintu diketuk pelan, kubuka dengan rasa malas dan terkejutnya aku melihat Kak Margaret sudah berada di depan. Ia membawa makanan yang terbungkus rapi di dalam kotak, dan memberikannya kepadaku. “Apa ini, Kak?” tanyaku. “Ada makanan lebih di rumah, jadi aku memberikannya ke kamu,” ucap lembut Kak Margaret.
Read more
Hidup Dalam Kesendirian
*** Kedua jenazah Ayah dan ibuku segera dibawa ke rumah untuk dikebumikan dan disholatkan. Aku dan Kak Margaret ikut menaiki mobil jenazah yang membawakan kedua orang penting dalam hidupku, mereka berhenti tepat di depan rumah yang sudah terpasang bendera kuning. Aku melihat dari dalam rumah, Kakek dan Nenek yang keluar dengan wajah terisak. Pertemuan keluarga yang semula dilaksanakan entah kenapa berakhir tragis dengan kematian salah satu anggota keluarga. Mereka memelukku, mencoba berbagi kesedihan bersama. “Jangan bersedih, Rafa. Masih ada Kakek dan Nenek yang selalu bersamamu, juga dengan keluarga yang lain,” lirih Nenek dengan mata yang sembab dan napas yang tersengal. Kedua petugas rumah sakit mengangkut satu persatu jenazah yang tersimpan di dalam peti mati kayu yang berbeda. Pertama, mereka mengangkat jenazah ayahku, dan begitu juga dengan Ibu. Mereka berdua kini berada di ruang tengah dengan keadaan yang selalu berdampingan. Aku, hany
Read more
Garis Bertahan
*** Ajakan yang menjanjikan bagi pria pada umumnya, sebuah pelukan hangat dari seorang gadis SMA yang sudah puber dan dewasa. Mungkin mereka akan mengangguk dan langsung memeluk Siska dengan erat hingga beberapa menit lamanya. Namun, aku berbeda dengan yang lain, tindakan itu justru akan membuat aku seolah-olah memberikan kesempatan lain untuk hatinya. “Aku sudah lebih baik ketika kamu mengajakku keluar,” ucapku. Aku menolaknya dengan halus, bisa dibilang ini penolakan kedua kali yang Siska terima dariku, tapi ini secara langsung, berbeda dengan kejadian di kafe tempo hari. Ia menyunggingkan senyum halus seraya menatapku lekat-lekat. “Biar kutebak, apa kamu berusaha menghindariku?” Aku yang tengah menyantap menu makan malam seblak di alun-alun kota tersebut sontak tersedak akibat mendengar ucapan mengejutkan dari Siska, hingga berceceran di atas rumput membuat  orang-orang yang duduk membelakangiku di depan berbalik dan menatapku
Read more
Derita dan Kasih Sayang
Bel pulang sekolah terdengar nyaring. Siska secara tak terduga sudah menunggu di depan ruang kelasku, ia sudah mengenakan sweater panjang berwarna merah muda yang sangat cocok dengan sifatnya yang anggun. Ia segera bangkit ketika aku berdiri tepat di hadapannya. “Apa tidak ada yang ketinggalan?” Aku mengangguk. Pundak kananku dipukul pelan, tampak Riko datang sembari mengedipkan sebelah matanya kepadaku, tanda jika ia menunggu jawaban dari hasil pertemuan dengan Siska sepulang sekolah ini. “Kalau begitu ayo kita pergi.” “Kemana?” “Kemana saja, biar aku nanti yang antar kamu pulang,” ucap Siska, aku mendapatkan jaminan kalau dia akan mengantarkanku pulang. Berkatnya, aku bisa menghemat beberapa uang saku yang biasa kugunakan untuk ongkos pulang pergi. Kami berjalan berdampingan, ia merangkulkan tangannya di lenganku dengan mesra, seolah-olah menunjukan jika aku memang sudah menjadi milik Siska. Koridor yang kami lewati t
Read more
Kisah setelah esok
Malam itu, setelah beradu batin dengan Siska. Ia dengan senang hati mengantarkanku pulang, tak ada raut kesedihan atau kekecewaan dari wajahnya. Yang ada adalah Siska menyemangatiku agar impian cinta yang kuinginkan bisa tercapai, sungguh gadis yang kuat. “Apa dia sedang ada di rumah?” tanya Siska, ia melirik sinis ke rumah besar bak istana di depan rumahku, rumah Sara. “Entahlah, jika dia memang ada di rumah, sudah sewajarnya para wartawan mengerubungi rumah ini sedari tadi, kan?” “Benar juga apa yang kamu bilang.” Sama sekali tidak ada wartawan, rumah besar itu juga cukup redup dan sepi dari orang-orang. Aku berpikir, mungkin saja Sara mengajak keluarganya untuk bertemu sekalian berlibur di suatu tempat, hal itu bisa masuk akal bagiku. “Kalau begitu aku izin pamit. Apa kamu tidak keberatan?” tanya Siska. Aku menggeleng kepala, aku tidak bisa memaksanya menetap di sini lebih lama lagi. Jika itu kulakukan, aku khawatir keluarganya past
Read more
Tempat dan Suasana Baru
*** Selepas kelulusan, semua teman satu kelasku memilih jalan mereka masing-masing. Ada yang memutuskan bekerja di perusahaan ayahnya, ada juga yang memutuskan berkuliah. Contohnya aku. Dengan menggunakan kemampuan dan beasiswa pendidikan yang kudapatkan. Aku bisa dengan mudah masuk ke perguruan tinggi negeri favoritku, dan bergabung dengan jurusan kedokteran seperti keinginanku, entah kenapa semuanya terasa mudah bagiku. Pada saat itu juga, Siska memberitahuku kalau dia juga akan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi terkenal di Malang. Dari teman-teman yang kukenal, dialah yang paling “gigih” untuk ikut SBMPTN –Test masuk perguruan tinggi negeri– dibandingkan yang lain. Aku cukup bersyukur, ia berhasil mendapatkan keinginannya meski harus menunggu selama dua tahun. Hari pertama setelah beberapa bulan dari acara kelulusan, seperti biasa, aku dikejutkan oleh sapaan hangat dari Kak Margaret yang mendatangiku di pagi buta. Ia membawa makana
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status