Semua Bab PENYESALAN: Bab 51 - Bab 60
93 Bab
51. Keluar dari Rumah Sakit
Tubuhku menggigil, semua anggota tubuhku terasa ngilu. Tak hanya itu, kurasakan tubuhku tak bebas bergerak, rasanya begitu kaku. Kulirik jam yang bertengger di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, kulirik juga angka yang tertera di pendingin ruangan, 30°C. Kalau orang normal, pasti suhu begitu takkan terasa dingin. Selimut yang membungkus badanku rasanya tak cukup menghangatkan. Aku menoleh ke samping, kulihat Nadia tengah tertidur dengan pulas. Ia menelungkupkan wajahnya di tepi ranjang pasien. Sedangkan satu tangannya tetap menggenggam erat tanganku. Kubelai kepalanya dengan lembut. Namun rupanya ia tersentak kaget ketika sentuhanku tanpa sadar membangunkannya. "Mas, kamu bangun? Apa ada yang kau inginkan?" tanyanya dengan nada khawatir. Walaupun baru bangun tidur, parasnya tetap terlihat ayu. Ia tengah mengenakan jilbab berwarna biru muda. Menambah kesan manis di wajahnya."Tubuhku terlalu dingin, Nadia," ujarku kemudian.
Baca selengkapnya
52. I Love You
  Tak ada respon apapun dari mbak Nisa, dia hanya bergeming tanpa suara maupun gerakan tubuh yang lain, yang terdengar hanya suara ventilator. Kugenggam tangan Mbak Nisa dengan erat. Sejak dulu dia yang selalu bersamaku dalam suka dan duka. Banyak kenangan indah yang terukir dengan Mbak Nisa. Satu-satunya keluarga kandung yang kupunya. Ya Allah, jangan biarkan Mbak Nisa pergi jauh dariku.  Entah sudah berapa lama aku terpekur duduk di ruangan Mbak Nisa. Nadia pun masih setia menemani. Sesekali ia mengusap punggungku maupun merangkul pundakku. Walaupun tak ada kata yang keluar dari bibirnya. "Mas, ini sudah sore. Kita pulang dulu ya. Besok-besok kita jenguk Mbak Nisa lagi. Kamu juga harus banyak istirahat kan?" ujar Nadia menghenyakkanku. Aku mengangguk dan bangkit berdiri. Aku mencium kening Mbak Nisa sembari memberikan kata-kata untuk menguatkannya. "Mbak, kami menunggu mbak Nisa sembuh. Putri, Seno bahkan Mas Gilang, mereka
Baca selengkapnya
53. Kehilangan
"Mas, bangun ... Udah hampir subuh," panggil sebuah suara dengan lembut.Kurasakan sebuah sentuhan jemarinya di wajahku. Aku mengerjap perlahan. Nadia tersenyum. Kulihat dia sudah segar kembali, rambutnya sudah basah dengan aroma wangi shampo yang menyerbak ke hidungku. Entah kenapa menciumnya membuatku tergoda lagi. Kuraih tangannya dan mengecupnya dengan lembut."Mandi dulu mas, aku udah siapin air hangat untukmu. Nanti kita sholat sama-sama," ajak istriku lagi."Iya sayang."Ah bisa-bisanya aku telat bangun seperti ini. Aku mengusap wajahku dengan kedua tangan, lalu bergegas ke kamar mandi.Nadia sudah menyiapkan baju ganti dan perlengkapan sholat pun sudah disediakan oleh Nadia. Kami sholat berjamaah bersama di rumah. "Mas, hari ini kamu berangkat ke kantor?" tanya Nadia sembari menyiapkan sarapan untukku. Dengan telaten ia menyendokkan nasi dan lauknya ke atas piring."Iya, sayang," jawabku. "Terima kasih," ucapku sambil te
Baca selengkapnya
54. Patah Hati
  Hatiku benar-benar patah saat melihat mereka bersanding bersama. Rasanya sangat sakit, remuk redam serasa ada yang hancur di ulu hatiku. Kupikir, Hasbi tidak akan datang ke pernikahannya, karena dia datang sangat terlambat dengan kondisi yang sangat menyedihkan. Cinta mereka benar-benar sangat kuat, hingga aku tak punya kesempatan untuk menikahi Nadia kembali, padahal hampir saja ... Pikiranku benar-benar kalut sekarang. Ckck, bisa-bisanya aku menangisi mantan, seseorang yang dulu pernah aku sia-siakan. Kini hidupnya jauh lebih baik dari pada aku yang pengangguran. Kupikir dengan kedatanganku ke pernikahannya, aku akan baik-baik saja. Nyatanya, aku bahkan jauh merasa lebih sakit lagi. Melihat Nadia menangis, ingin sekali kupeluk tubuhnya, tapi kini semuanya takkan pernah terjadi. Nadia sudah menjadi milik orang lain, tapi kenapa justru aku ingin sekali kembali padanya. Ingin seperti dulu lagi, Nadia menyambutku, memelukku dengan manja. Aaaarrrgghh ...
Baca selengkapnya
55. Ingin bertemu
Aku berlari menuju ke kamar, benar saja ibu terjatuh dari tempat tidurnya."Key, tolong bantu," tukasku. Dia mengangguk lalu merapikan kembali tempat tidur ibu. Ibu terlihat meringis kesakitan. Bulir-bulir bening luruh dari matanya yang sayu. Wajahnya terlihat begitu sendu."Bu, kenapa bisa jatuh? Ibu mau apa?" tanyaku dengan lembut, aku tidak ingin ibu makin banyak pikiran karena aku membentaknya.Ibu menggeleng perlahan. "Ibu mau makan? Aku suapin ya?" ujarku lagi.Ibu kembali menggeleng."Ibu mau disuapin sama aku?" tanya Keysha.Lagi-lagi ibu menggeleng, entahlah maunya apa."Na-na-na-di-di-a-a ..." Kudengar ibu mengucapkan sebuah kata dengan nada terbata."Ibu bisa bicara?" tanyaku lagi, mataku berbinar bahagia melihat ibu bisa berucap lagi meskipun tidak jelas."Na-na-na-di-di-a-a ..."Ibu terlihat sangat berusaha mengucapkan sesuatu. Kutajamkan kembali pendengaranku. Tadi sepertiny
Baca selengkapnya
56. Kepergian Ibu
  "Rizki, ada apa kesini?" tanya Hasbi. "Maaf kalau mengganggu waktu kalian," sahutku. "Ya, ada apa Rizki?" tanya Hasbi kembali. "Emmh begini Hasbi, Nadia, ibuku ingin bertemu Nadia. Akhir-akhir ini ibu bisa berbicara, tapi hanya kata Nadia yang diucapkan oleh ibu. Berkali-kali ibu juga mengigau menyebut nama Nadia. Aku pikir ibu pasti ingin bertemu denganmu, Nadia. Kalau kamu tidak keberatan, datanglah ke rumah untuk menemui ibu." Mereka terdiam dan saling pandang. "Aku gak memaksa kalian kok, kalau kalian tidak bisa datang, aku akan bilang sama ibu. Sebelumnya aku minta maaf, kalau sudah mengganggu waktu kalian." Aku berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban darinya. Aku merasa sangat malu terhadap mereka. "Tunggu, Mas!" Sebuah suara yang sangat kurindukan mencegah langkahku. Aku menoleh sambil berusaha tersenyum, menutupi kekalutanku sendiri. "Insyaallah kami akan kesana, menjenguk ibu. Apa ibu
Baca selengkapnya
57. Dendam
 "Aaarghhh ..."Teriakan suara seorang wanita menggema di seluruh ruangan. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Penampilannya berantakan. Pun dengan barang-barangnya terlihat pecah belah, berserakkan di lantai. Remuk redam. Ada yang patah jauh di lubuk hatinya."Kenapa kau tega sekali padaku, Mas?? Kau lebih memilih wanita udik itu dari pada aku?" pekiknya dengan histeris. Ia menangis tersedu, menangisi sesuatu yang bukan miliknya. Perasaannya tercabik-cabik seperti disayat sembilu. Rasa sesak memenuhi rongga dadanya.Ia mematut diri di depan cermin, memperhatikan wajah cantiknya. Sambil sesekali membelai pipinya sendiri. "Apa kurangku? Apa aku kurang cantik?""Apa aku kurang menarik?""Apa aku kurang seksi?""Atau jangan-jangan dia punya kelainan? Kenapa dia lebih memilih wanita udik itu dari pada aku?""Apa istimewanya wanita itu? Dia hanyalah seorang janda, pekerjaannya pun hanya penjual makanan! Apalagi kalau liha
Baca selengkapnya
58. Dia Pelakunya
 "Din, kamu mau ikut jenguk Pak Hasbi, gak?" tanya sebuah suara di seberang telepon."Hmmm ...""Mau ikut enggak, ini rencananya rombongan kantor mau nengokin Pak Hasbi, beliau sudah pulang ke rumah. Sekalian silaturahmi pengin kenalan sama istrinya.""Kapan?""Nanti malam Din, kalau mau ikut nanti kumpul dulu di Cafe Cinta ya, Din.""Oke."Wanita itu menutup panggilan teleponnya. Hatinya sangat sakit bila mengingat pria pujaannya sudah menikah dengan wanita udik.Aargghh ...! Dia melemparkan kosmetik dan skincare di meja riasnya, hingga jatuh berserakan ke lantai.Aku harus cari cara yang lain agar mereka bisa berpisah. Ya, aku harus cari cara yang lain. Siapapun tak boleh bersama dengan Mas Hasbi! Hanya aku yang boleh, aku adalah pasangan terbaiknya, bukan wanita itu. Batinnya meracau sendiri.Menjelang sore, wanita itu sudah bersiap-siap, membersihkan diri, memakai wewangian, memoles wajahnya dengan make
Baca selengkapnya
59. Pergi Bulan Madu
  "Pak, pelaku sudah tertangkap," ucap sebuah suara di seberang telepon.  "Sekarang ada dimana?" "Kantor polisi pak," jawabnya lagi. "Baik, saya segera kesana." Kututup panggilan telepon dari Johan, seseorang yang kusuruh menyelidiki kasus ini. Dia memang kompeten dalam bidangnya.  "Sayang, mas keluar sebentar ya," pamitku pada Nadia. Dia tengah sibuk membantu memasak. Wajahnya sedikit kemerahan karena kepanasan di dapur, tapi justru terlihat menggemaskan. Ia melepaskan apron yang melekat di tubuhnya. "Mau kemana, Mas?" tanyanya menghampiriku setelah ia mencuci tangan.  "Mas ke kantor polisi dulu ya," ucapku kemudian. "Oh oke, apa pelakunya sudah tertangkap?" tanya Nadia.  Aku mengangguk "Ya sudah hati-hati dijalan ya mas. Kamu kan baru sembuh, jangan ngebut ya," ucap istriku penuh perhatian. "Iya sayang." Aku mengecup keningnya dengan lembut lalu
Baca selengkapnya
60. Hari Yang Mendebarkan
  Ya ampun, aku benar-benar tak bisa menahan tawa melihat ekspresinya yang lucu. Aduhai Nadiaku. "I love you," ucapku sembari mengerlingkan mataku untuk menggodanya. "Ehem ehem. Kenapa diam aja, Sayang? aku ingin dengar suaramu yang merdu." Dia masih diam saja dengan rona pipinya terlihat memerah, tapi kuanggap itu sebagai bentuk persetujuannya. Ya sejauh ini aku hanya memeluk dan menciumnya saja. Tapi sepertinya malam ini bakal berbeda, aku akan menunaikan kewajibanku, memberikan nafkah batin untuk istriku. Meskipun sudah menikah beberapa hari yang lalu, tapi kami memang belum melakukannya. Hari-hari sebelumnya aku masih tahap pemulihan dari luka yang kudera. Dan sekarang aku merasa sudah benar-benar sehat setelah berhasil sembuh dari kecelakaan itu. Kecelakaan yang hampir saja merenggut kehidupanku. Namun dengan pertolongan dan perlindungan Allah, aku berhasil selamat. Alhamdulillah. Guyuran air shower membuat tubuhku kembali se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status