Semua Bab Unexpected Life: Bab 11 - Bab 20
92 Bab
11 | Hormon Bumil
Nathan bergerak cepat. Setelah dari Hospital City Center ia langsung melajukan mobilnya ke rumah Steven. Dengan semangat ia membelah jalanan yang masih dilanda kemacetan. Nathan tak hentinya tersenyum. Suasana hatinya gembira ria. Bahkan di tengah kemacetan ibu kota, ia menyempatkan diri untuk bekerja. Berkas yang dimasukan ke dalam tas kerjanya, ia keluarkan satu buah. Ia pun mulai bekerja, memeriksa rincian laporan dari divisi kantor. Pembaharuan dari hasil rapat terakhir kemarin. Nathan yang terlalu fokus ke berkas laporan mendapat teguran dari pengendara lain. Mobilnya kena semprot klakson. Bukan hanya sekali tapi beberapa kali. “Astaga, lampu sudah hijau ternyata!” Nathan menaruh berkas di kursi sebelah pengemudi. I
Baca selengkapnya
12 | Belinya Pake Motor Ya
Setelah di bujuk oleh Steven akhirnya Maria mau berkonsultasi dengan dokter Angela spesialis gizi. Ia juga mau didampingi oleh dokter Michelle ahli psikologi. Maria pun berbicara heart to heart dengan para dokter.Dia bercerita apa yang dirasakan, dulu yang biasanya dia suka sekarang jadi mual melihatnya. Maria juga mendapat terapi bagaimana mengontrol emosi, agar stabil dan tidak mengganggu proses kehamilannya.Steven tampaknya harus menaikan gaji Nathan, sekalian memperbanyak bonus untuk diberikan pada Nathan. Asisten pribadi yang sangat handal, cekatan, pintar dan juga tampan.……… Six months later!Hari menunjukkan pukul 1 dini hari. Dimana semua orang sudah pada tidur, beristirahat supaya besok bisa melakukan aktifitas dengan baik.
Baca selengkapnya
13 | Balada Sate Ayam
“Oh nyonya lagi ngidam tuan?”“Sepertinya begitu, nanti kalau gak saya ikutin anak saya bikin ibunya rusuh. Saya juga yang pusing nantinya.”Security pun mengulum senyum, lalu Steve mulai tertawa, hingga mereka tertawa bersama. Teringat akan keanehan bumil kalau lagi ngidam.“Tuan, biasanya jam segini sate ayam yang masih buka itu harus keluar komplek dulu. Terus jalan ke arah jalan soetomo, nah disitu ada sate ayam Pak Ndut dia mangkal pake tenda tuan. Kami pernah beli di sana terus makan disini, sambil jaga tuan.”Steve tersenyum, “Terimakasih untuk infonya. Nanti saya kasih bonus ke kalian kalau nyonya suka sama rekomendasi dari kalian!”Para security pun tersenyum senang, me
Baca selengkapnya
14 | Bucinnya Maria
Kandungan Maria semakin lama semakin berkembang dan membesar. Ia semakin sulit bergerak. Bahkan sekarang usia kandungan Maria sudah memasuki usia tujuh bulan lebih, jalan ke delapan. “Ya Tuhan, ternyata begini rasanya hamil ya. Nikmat sekali rasanya!” Maria teringat pada sang mama, “Ma, mama apa kabar di surga?” mata Maria mulai memerah. Ia selalu saja sedih kalau teringat dengan mamanya. “Ma, Maria minta maaf ya. Aku belum bisa bahagiin mama dulu. Maaf juga karena aku jarang ada waktu sama mama.” Ujar Maria disela—sela tangisannya. (Flashback) Mama Maria meninggal dua tahun yang lalu. Ia berjuang melawan kanker getah bening yang dideritanya, namun mama Maria memilih untuk berhenti berjuang. Mama Maria ingin berada dekat dengan Tuhan. Ia juga kasihan melihat suami dan anaknya yang bekerja keras mencari uang untuk biaya pengobatannya. “Mas, kankerku itu sudah menyebar. Kemungkinan sembuhnya juga susah. Aku berhenti aja ya berobatnya. Ki
Baca selengkapnya
15 | Si Keras Kepala
Maria mengelus—elus baby bump yang semakin membesar. Dia dan dua orang maids sedang dalam perjalanan menuju salah satu mall terbesar di tengah kota. Maria teringat akan obrolannya pada Steven tadi saat panggilan video call. Mengingatnya Maria tersenyum—senyum sendiri. (Flashback) “Sayang, aku nelpon kamu karena aku mau minta izin sama kamu mau keluar, ke mall.” Maria bicara sangat manja pada Steven. “Yaudah aku jemput kamu ya. Kamu siap—siap gih?!” titah Steven. “Ich… kamu ya, ampun aku sama kamu yang over protektif banget. Gini aja, kamu langsung samperin aku di mall. Aku perginya ditemenin maids kok. Biar efektif waktunya, gimana?” tawar Maria. “Hmmmm………”
Baca selengkapnya
16 | Musuh Modis!
Maria memasuki toko perlengkapan ibu dan anak—anak, Mom and Kiddy Care. Maids dengan setia mengekorinya. Mereka telah berkeliling khusus di lantai tiga mall ini.Nyonya besar itu tak hentinya bercerita, anything, bahkan terkesan curcol. Apalagi kalau bukan soal suaminya, Steven. Yang galak pada maids, tapi seketika berubah manis padanya.“Ini bagus nyonya?” maid mengeluarkan opininya. Maid itu suka dengan gambar yang ada di setelan baby boy dengan tema zoo, yang tercetak pada atasannya.“Iya, bagus ya. Saya juga suka nih nonton film Madagascar, pasti little champ juga suka. Ya kan sayang?” Maria mengelus perutnya. Ia mungkin membangunkan little champ agar bisa bereaksi.“Nyonya maaf, saya ke toilet sebentar ya. Saya udah gak tahan nyon
Baca selengkapnya
17 | Bangsal Obgyn
Ambulance berhenti di depan pintu instalasi gawat darurat. Brankar yang ditiduri Maria turun, lalu didorong dengan cepat. Maid mengikuti langkah petugas dengan terburu—buru.Dokter IGD langsung menyambut mereka, “Ibu ini kenapa?”“Beliau pingsan. Denyut nadinya lemah. Tekanan darah menurun. Kami langsung memberinya oksigen.” Papar petugas ambulance.“Baik,” dokter IGD beralih pada suster, “Suster, tolong panggil dokter Gilsha. Ibu ini harus diselamatkan beserta bayinya.”“Baik dokter,” suster langsung berlari mencari keberadaan dokter Gilsha, dokter ginekologi terbaik di hospital city center.Petugas ambulance pamit pada dokter IGD, menyerahkan keselamatan Mari
Baca selengkapnya
18 | Ijinkan Aku...
Mobil berhenti di lobby Hospital City Center, sesaat kemudian Steven langsung melompat, setelah pintu dibuka. Ia langsung berlari ke ruang IGD, tanpa memperdulikan Nathan.Semua isi pikiran hanya memuat Maria dan little champ panggilan untuk calon anak mereka. Steven terus berlari hingga ke pintu IGD rumah sakit. Ia melihat dua wanita yang tentu sangat dikenalnya.“Mana nyonya?”“Tuan? Nyonya ada di dalam tuan, ada sama dokter!” mereka menjawab dengan getir.Mimik wajah Steven memuat aura kemarahan, membuat wajahnya merah padam. Hidung mancungnya kembang kempis, menahan amarah yang ingin dikeluarkan. Layaknya gunung Merapi yang ingin memuntahkan lahar panasnya.“Urusan kita belum kelar, ingat itu
Baca selengkapnya
19 | Suara Terindah
Dokter Gilsha memberi izin pada Steven untuk ikut mendampingi Maria di ruang operasi.“Saya izinkan, tapi dengan syarat bapak harus bisa mengontrol diri, emosional bapak ya. Jangan sampai mengganggu jalannya operasi nanti.”“Apa pak Steven bersedia?” tanya dokter Gilsha sebelum memasuki ruang operasi.“Saya bisa dokter,” tutur Steven lugas.Kata sepakat sudah didapat, Steven dituntun oleh seorang perawat guna membersihkan tangannya, juga dibantu untuk mengenakan jubah kesehatan. Dokter Gilsha masuk ke dalam ruang operasi. Pisau bedah sudah ditangan, Steven menguatkan hati demi anak dan istri.Di luar ruangan, Nathan terus memperhatikan pada lampu yang menyala. Nathan juga berdoa demi kelanc
Baca selengkapnya
20 | Putra Tertampan
“Dokter, tekanan darah pasien naik. Jauh sekali dokter. Bagaimana ini dok?” pungkas seorang suster ketika melihat pada monitor sistem. Dokter Gilsha mendengarnya. Ia tak mampu untuk melihat juga, karena tangannya sedang sibuk untuk melakukan beberapa jahitan pada kulit perut Maria yang menganga. Sebagai dokter ia harus mampu menyatukan kembali kulit tersebut sampai benar. Ini adalah bagian yang riskan, karena kalau ada bagian kulit yang membuka walau sedikit maka bisa dipastikan si ibu akan terinfeksi. Lama kelamaan hal kecil tersebut membesar dan terburuknya adalah, nyawa si ibu akan terancam. Steven panik! Tangannya tremor. Ia berusaha untuk membangunkan Maria. Meneriakan nama sang istri kencang. Suasana operasi menjadi gaduh. Konsentrasi dokter Gilsha terganggu. I
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status