Semua Bab Pewaris Tunggal Sang Presdir: Bab 31 - Bab 40
45 Bab
31. Hilang Tanpa Jejak
Brandon segera bangkit dari jongkok, kemudian berlari menyusuri jalan menuju sumber suara. Sedangkan Emily dan Jason juga terus mengikuti arah melangkah anak dari Camilia tersebut. Brandon tiba di depan rumah yang tampak rusak dengan napas tersengal-sengal. Rengekan sang Ibu yang tadi terdengar samar di telinga Brandon, kini menghilang. Bocah lelaki berusia 12 tahun itu lantas merangsek ke rumah yang tampak tidak berpenghuni itu. Nahas, sang ibu tidak berada di tempat itu. Tubuh bocah lelaki berusia 12 tahun itu kemudian luruh begitu saja di lantai yang masih berupa tanah. Dia berulangkali berteriak meratapi nasib ibunya. Sedangkan Emily dan Jason yang berdiri di belakangnya, hanya mampu terpaku dan membisu. Setelah beberapa lamanya menangis, Brandon lantas bangkit. Dia menyusuri ruang demi ruang yang tampak gelap di dalam bangunan rumah tak terawat itu. Nihil, tak ada jejak ibunya yang tertinggal di sana. 
Baca selengkapnya
32. Tuduhan Palsu
"Hei, apa yang membuatmu mengajak Jason pergi dari rumah? Dasar anak tak tau diri!" bentak Nyonya Agatha begitu berada di dekat Brandon. "Aku tidak mengajaknya, Ma. Jason sendiri yang ingin ikut bersamaku!" sahut Brandon mencoba membela diri. "Ibumu yang menyuruh mencuri perhiasan dan sejumlah uang untuk diberikan padanya. Ibumu sekarang kekurangan uang hingga menyuruhmu untuk mencuri dan mengantarkannya ke sana? Iya?" Nyonya Agatha berteriak, menuduh Brandon mencuri perhiasan dan sejumlah uang miliknya. "Apa?! Aku tidak mencurinya, Mama. Aku tidak akan melakukan hal memalukan seperti itu. Ibuku tidak pernah mengajarkannya kepadaku!" bela bocah lelaki berusia 12 tahun itu. "Apa yang kamu katakan? Kamu tidak mencurinya? Sebelum kamu tinggal di rumah ini, tak ada kejadian seseorang berani membuka lemari untuk mencuri dompet dan perhiasanku di dalam kotak. Jadi, siapa lagi kalau bukan kamu?" Nyonya Agat
Baca selengkapnya
33. Termakan Tipu Muslihat
"Tuan, apakah benar anda yang menyuruh seseorang untuk menculik ibuku? Katakan, Tuan! Kenapa Tuan berbuat seperti itu terhadap ibuku? Apa salah dia?" teriak Brandon saat mencecar Tuan Reinhard. "Seharusnya kamu bertanya, apakah ibumu baik-baik saja apa tidak!" sahut asisten pribadi kepercayaan Tuan Alfonso itu. "Oke. Sekarang aku tanya, apakah ibuku baik-baik saja, Tuan?" tanya Brandon kemudian. "Keselamatan ibumu tergantung pada dirimu. Percuma, Presiden Direktur berjanji akan mencarinya, karena semua aku yang mengendalikannya," kilah Tuan Reinhard membuat Brandon mengernyitkan dahi. Bocah lelaki berusia 12 tahun itu merasa bingung dengan ucapan asisten pribadi kepercayaan ayahnya itu. "Apa yang harus aku lakukan, agar ibuku baik-baik saja, Tuan?" "Ikuti perintahku! Pergilah dari sini! Jika kamu pergi dari sini, ibumu akan baik-baik saja." Tuan Reinhard mengancam anak dari Camil
Baca selengkapnya
34. Pencarian Tak Kenal Waktu
Bocah lelaki yang menyandang tas itu terus berlari kencang. Dia terus saja menoleh ke segala arah untuk memastikan gerombolan preman itu. Brandon kemudian berhenti berlari saat berada di bangunan seperti pabrik. Dia kemudian memanjat pagar dan merangsek ke pabrik tersebut. Brandon terbengong ketika mendapati seorang lelaki yang usianya diperkirakan lebih dari setengah abad. Lelaki itu sedang memeriksa batang kayu berbagai jenis. Bocah lelaki itu rupanya memasuki sebuah gudang yang menimbun kayu. "Jangan berdiri di situ! Cepatlah bersembunyi di sini! Aku akan menutup pintu gudangnya," ujar lelaki yang berada di gudang tersebut sambil melambaikan tangan. Brandon lantas mengikuti perintah lelaki yang terbilang tua itu. Bocah lelaki yang sedang mencari keberadaan ibunya tersebut, kemudian duduk di kursi meja kerja yang berada di sudut ruang gudang tersebut. Dia menunggu lelaki tua yang pantas dipanggilnya kakek yang sedang m
Baca selengkapnya
35. Pantang Menyerah
Brandon segera menghabiskan minumannya, kemudian meninggal satu lembar uang kertas kepada pemilik warung. Dia menghampirinya ayahnya Emily yang telah menyandar di tiang pinggir jalan. Lelaki tambun itu lantas ditanyai Brandon. Ayahnya Emily menjawab tiap pertanyaan Brandon meskipun dalam keadaan mabuk. Dia juga membisikkan suatu alamat kepada anak Camilia itu. Setelah mendapatkan informasi, Brandon segera kembali ke bedeng di proyek bangunan tempatnya bekerja. *** Waktu berlalu dengan cepat. Brandon tumbuh menjadi pemuda yang emosional. Namun, begitu dia bisa menempatkan diri. Dia hanya akan berbuat kasar kepada orang-orang yang menyenggol harga dirinya atau memulai pertengkaran. Brandon telah mengumpulkan banyak informasi tentang siapa saja orang yang terlibat dalam penculikan ibunya. Satu-satunya orang yang paling dicari Brandon adalah seseorang yang mempunyai gambar naga di bagian lengan. Namun, a
Baca selengkapnya
36. Misi Belum Usai
Brandon berjalan terhuyung dengan darah yang menetes  dari wajahnya. Sebelah tangannya memegangi perut. Anak lelaki Camilia itu berusaha sampai di tempat tujuannya, meskipun tubuhnya terasa tidak kuat lagi. Pandangan pemuda itu semakin kabur saat berjalan tertatih-tatih. Suasana jalanan yang tampak lengang, membuatnya susah meminta pertolongan. Tubuh kekarnya lantas terjatuh dan ia tidak sadarkan diri di depan sebuah rumah yang mirip sebuah kantor. *** "Ibu! Benarkah ini Ibuku?" tanya Brandon begitu dirinya terjaga dari tidur. "Ya jelas benar, aku ibumu," sahut Camilia sambil membaca sebuah majalah. "Tapi, Ibu ... aku tadi melihatmu diculik oleh seseorang. Ibu dibawa lari entah ke mana. Aku takut, Ibu," rengek Brandon sambil mengucek matanya. "Jangan bercanda, dari tadi Ibu ada di sini!" seru Camilia. "Ibu! Aku takut. Ibu jangan perg
Baca selengkapnya
37. Perdebatan Panjang
Brandon bangkit dari tersungkurnya, kemudian melawan lelaki bertubuh kekar itu lagi. Tak hanya adu fisik, anak Camilia yang niatnya merasa terhalangi terus saja menyerocos dengan nada emosional. Sang pemilik gudang pun tak terima dengan sikap Brandon yang ugal-ugalan. "Keluar dari gudang ini segera!" teriak lelaki yang baru saja melayangkan bogem mentah ke arah Brandon. "Aku tidak mau. Aku harus menemukan orang itu! Aku tadi melihatnya ada di sini!" bantah Brandon yang tidak merasa takut sedikitpun. "Sudah kubilang, tidak ada orang yang kamu cari di sini. Keluarlah segera, jika tidak ingin aku menghajarmu lagi!" hardik orang itu lagi kepada anak Camilia tersebut. "Aku tidak akan keluar dari sini sebelum menemukannya. Hayo siapa dari kalian yang mempunyai tato naga di lengan!" teriak Brandon lagi. "Rupanya kamu ingin melawanku, ya? Oke!" Lelaki yang menghardik itu kemudian mengham
Baca selengkapnya
38. Malaikat Penolong
"Tunggu, Kek!" teriak Brandon, sambil berlari mengejar lelaki tua tersebut. Lagi-lagi dirinya mengusap kasar air mata yang sempat membasahi pipinya. Lelaki lanjut usia itu tampak menghentikan langkah dan menoleh ke arah Brandon. "Kakek, sepertinya aku memilih jalan yang kedua. Tapi bagaimana caranya masuk ke rumah itu untuk menyampaikan pilihan itu, Kek?" tanya Brandon begitu telah sampai di dekat lelaki tua itu. Napasnya tampak tersengal-sengal, meskipun hanya berlari dengan jarak yang dekat. "Serius, kamu dengan pilihanmu?" tanya lelaki tua itu. Brandon mengangguk. Sejurus kemudian lelaki tua itu membalikkan badan dan berjalan ke arah rumah yang merangkap kantor konsultan property di seberang jalan. Anak dari Camilia itu lantas mengikuti langkah orang yang dipanggilnya kakek itu. "Maaf, Kakek, kenapa tidak langsung ke gudang? Orang itu berada di sana, Kek," protes Brandon yang merasa heran, karena
Baca selengkapnya
39. Dipaksa Kembali
Setelah beberapa lamanya mengikuti tes tertulis dan praktik tahap pertama, Brandon lolos dengan hasil yang cukup memuaskan. Dia yang hanya mengandalkan pengalaman belajarnya dengan sang ayah dan tidak mengikuti pendidikan formal khusus di bidang itu, wajar saja dengan hasil ujian yang dicapainya. Hari berganti Minggu, begitu seterusnya. Usai mengikuti beberapa tahapan ujian, Brandon dinyatakan lolos semuanya dan berhak diterima ikut bekerja di kantor konsultan sekaligus perusahaan property tersebut. Namun, sekian lama bekerja dan menimba ilmu di sana, orang yang dicarinya tak jua ketemu, hingga pemuda itu merasa frustrasi. Brandon mengemasi semua barang miliknya dan memasukkan ke dalam tas ransel. Sejenak, dirinya berpamitan kepada Tuan Josh beserta keluarganya, tak terkecuali dengan Angel. Tuan Josh, membujuk dan menghalangi Brandon agar tidak meninggalkan mess. Namun, dengan berat hati Brandon tetap ingin pergi. ***
Baca selengkapnya
40. Keributan di Gudang
Brandon terpaksa menerima keadaan untuk berbagi kamar dengan Jimmy. Walaupun dia sebenarnya kurang menyukai pemuda yang tampak sombong tersebut. Apalagi Jimmy juga menampakkan sikap kurang bersahabat dengannya. Kini, anak dari Camilia itu menghabiskan waktu lagi, untuk belajar sekaligus bekerja di kantor ayahnya Angel. Gadis yang terkadang membuat Brandon kesal. Selain belum diterima sepenuhnya oleh teman-teman untuk bergabung di perusahaan kontraktor tersebut, Brandon juga mendapat perlakuan tidak senang dari ayahnya Angel tersebut. Jika tidak karena Tuan Josh, mungkin pemuda itu tidak kembali ke tempat tersebut. Apalagi misinya untuk menemukan sang ibu belum juga berhasil. Jangankan menemukan sang ibu, menemukan orang bertato naga itu saja belum berhasil hingga kini. "Hai, sekarang kamu bantu pindahin kayu-kayu itu ke gudang!" perintah ayahnya Angel membuat lamunan Brandon buyar seketika. Sejenak d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status