All Chapters of Dear Joy: Chapter 11 - Chapter 20
88 Chapters
10. Sepenggal Kisah Lainnya
"Mut ...." Aku mencoba memanggilnya lagi. Kali ini dengan suara yang sedikit pelan."Aku mau boker," jawabnya tanpa merasa berdosa."Astaga, aku kira ada apa. Sana pergi! Jangan lupa nanti ceboknya yang bersih!" seruku. Muti melihatku dengan tatapan tajam. Suaraku yang besar membuat beberapa orang yang berada di sekitar kami meloleh padanya. Oke, sepertinya aku sedikit keterlaluan.Aku hanya bisa cengengesan setelah Muti berjalan menuju toilet dengan terburu-buru. Sakit perut dan juga sedikit rasa malu yang ditahannya setelah mendapat tatapan dari beberapa orang.***Seperti kisah yang sangat lama selesai, aku memikirkan lagi kalimat selanjutnya yang akan aku katakan tentang Joy. Setiap orang punya dua sisi, baik dan buruk. Aku, kamu, dia, mereka. Semua memiliki itu. Kita tentu tidak bisa menilai kepribadian seseorang hanya dari mendengar ceritanya saja, bukan? Ini adalah alasan mengapa aku harus menceritakan kisah Joy. Mungkin sebagian orang hanya
Read more
11. Ada Apa dengan KKN?
"Wait ... jadi saat KKN juga kamu belum pernah bertemu dengan 'gadis' yang dimaksud Budi?""Ya tentu saja. Tapi sejujurnya aku sempat sangat penasaran. Siapa dan seperti apa rupa gadis itu. Apa seperti Irene? Tsuyu?""Ngaoco! Perbandingannya sadis sekali," balasku dengan tawa kecil. "Jadi, bagaimana selanjutnya?""Memangnya apa selanjutnya? Tidak ada. Kisah itu lenyap bersamaan dengan selesainya KKN. Saat kembali, kami juga tidak pernah membahasnya lagi. Tidak kusangka gadis itu adalah Joy, kenalanmu. Apa dunia ini begitu sempit?""Lalu bagaimana dengan para mahasiswa dari kampus lain yang kamu temui? Apa ada yang menarik hati? Kita KKN-nya bersamaan loh dengan kampus lain.""Ha? Maksudnya?" Aku langsung tertawa sebesar-besarnya. Aku rasa aku mengingat sesuatu. Muti juga terjebak cinta lokasi saat KKN hanya saja berbeda dengan Joy. Bila Joy jatuh cinta pada sesama mhasiswa, beda ceritanya dengan Muti. Tidak tanggung-tanggung, gadis
Read more
12. Takdir?
Ada banyak hal yang terjadi di dunia ini. Ada yang masih dalam genggaman, kehendak atau keinginan kita. Namun, ada juga yang diluar kemampuan kita untuk mengatasinya. Aku percaya untuk segala sesuatu ada masanya. Ada saat untuk menangis, tertawa, datang, pergi, lahir dan akhirnya kembali kepada sang pemilik kehidupan. Aku harap selama aku masih diberi kesempatan berada di dunia ini, aku bisa berguna sebanyak-banyaknya."Tadi kamu bilang apa? Sorry aku tidak fokus," ucap Muti yang menanyakan ulang kalimat terakhirku sebelumnya."Perasaanku tidak enak ....""Oh, belum boker kayaknya itu.""Enak saja!""Jangan pake perasaan-perasaan deh, kayak bukan Amel saja. Setahu aku nih ya-"Ucapan Muti terhenti. Ia juga sama seperti aku yang melihat seorang perawat berlari ke arah kamar tempat Bibi Susana dirawat. Kami berdiri dari tempat duduk dan mengarahkan pandangan kami ke dalam. Perasaanku semakin tidak enak, ada apa semua ini?Beberapa saat
Read more
13. Mama
"Ayo jawab, Mel! Mau bagaimana? Kamu itu ya, kadang-kadang bikin Mama sama Papa kesel." Ibuku terus mengeluarkan kalimatnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Semua ini memang kesalahanku. Tapi walau bagaimanapun, bukankah yang aku lakukan ini baik?Aku mengumpulkan keberanianku untuk menjawabnya. Tentu saja setelah memilih rangkaian kata yang tepat."Ma, Amel tahu Amel salah tidak memberitahukan semuanya pada Mama. Amel sama sekali tidak bermaksud menyembunyikan semua ini. Bukankah Amel juga telah memeberitahukan tentang keadaan Joy tempo lalu?" Aku menggigit bibirku, info yang aku beri memang tidak lengkap kala itu."Bagaimana Mama bisa tahu kalau hanya setengah-setengah? Kamu hanya menelepon untuk mencari keberadaan Tante Carla. Lalu bagaimana Mama bisa menebak kalau yang kamu maksudkan ada hubungannya dengan Joy. Untung ada Muti dan Cintia yang mau menceritakan semuanya. Sudah, kamu diam aja. Mami kesal banget sama kamu. Sok jadi pahlawan gini. Ini persis sifa
Read more
14. Menuju Masa Lalu
"Enggak!" tangkis Cintia. "Yang benar saja, kita usah di sini loh, sudah di depan mata. Masa mau langsung pergi begitu aja. Ayo masuk," imbuhnya lagi sambil membuka pintu mobil dan berjalan menuju restoran itu. Aku dan Muti hanya berpandangan kemudian menyusulnya."Dia pasti sangat lapar. Dia kan tidak bisa jinak kalau lagi lapar.""Setuju," aku menimpali. "Kalau dipikir sih harusnya kita sih yang lebih lapar. Bayangkan dari malam kita mengurus ini.""Emangnya kita mengurus apa?""Mut ....""Iya, iya bercanda."Kami lalu masuk dalam restoran itu dan mulai memesan. Mata Cintia menjelajah setiap sudut untuk memastikan ada tempat bagi kami. Cintia terlihat seperti mata-mata yang mengawasi setiap tempat para pengunjung. Ia melihat sebuah meja, sebuah 'target' katanya."Di sana sepertinya sudah mau selesai, aku akan duduk di sana untuk menjaga tempat itu," bisiknya padaku."Good job! sana, sana," balasku menyetujui. Cintia
Read more
15. Apa ini?
Suara dan wajah itu ..."Kamu baik-baik saja? Hei! Sini aku bantu," ucap gadis itu lagi padaku.Aku mengucek mataku memastikan kejadian ini. Apa ini? Bagaimana mungkin?"Apa Mel? Kamu kenapa sih?" Gadis itu menarik tanganku dan membantuku berdiri. Aku bisa merasakan kulit halusnya yang bersentuhan denganku."J-Joy?""Hm,"sahutnya pelan. Ia sekarang sibuk menepuk-nepuk bajuku mengeluarkan beberapa daun yang masih menempel pada rok. Ia menatapku jengkel lalu berkata, "apa sih? Dari tadi lihat-lihat mulu? Iya, iya aku tahu aku cantik." Joy melanjutkan kalimatnya lagi."Terima kasih," ucapku. Ya, aku masih meyakinkan diriku apa benar gadis yang ada di depanku ini adalah Joy ataukah ..."Sudah ya, aku mau pergi. Lain kali hati-hati." Joy segera berlalu setelah mengucapkan itu. Ah, iya aku ingat kami memang tidak dekat. "Amel!"Aku menoleh ke asal suara. Muti? Kenapa rambutnya masih panjang?"Sudah pendaf
Read more
16. Sikap Joy
"Mel ... kamu sedang melihat apa?""Ah itu ...." Aku lalu mendekatkan diri dan berbisik, "Seorang kenalan yang cantik.""Oh ya? mana?""Sana," balasaku sambil menunjuk tepat ke arah Joy.Muti malah hendak bergerak menuju tempat itu. "Bagus kalau kenalanmu, kita bisa nyempil dan duduk di sana." Muti memang kadang bertindak spontan."Hei!" cegatku dengan cepat. Aku juga menarik tangannya. "Aku belum selesai bicara. Aku enggak dekat dengan dia," terangku lagi."Oalah. Tapi-" ucapannya terhenti. Aku menarik Muti keluar dari wilayah kantin utama."Makan di tempat lain saja, kantin ini terlalu penuh. Atau ... sambil menunggu, bagaimana kalau kita ke perpustakaan?"Muti hanya mengangguk sebagai respon. Kami lalu menuju perpustakaan. Anehnya, tempat ini sangat sunyi. Perbedaan yang sangat mencolok hanya melihat jumlah pengunjungnya."Sepi sekali ya.""Ya ialah, kan pengunjungnya lagi pada makan. Lihat, staff di perpustaka
Read more
17. Kalah Telak
"Dia memang sempurna," ucap Muti tepat di telingaku. "Yah, kan sudah aku bilang kami bagai langit dan bumi." "Kapan kamu bilang seperti itu?" "Aku pernah bilang." "Mana ada ... ngigau nih." Muti menjauhkan kembali ponselnya dari hadapanku. "Cantik dan berprestasi. Siapa yang menyangka ia akan mewakili provinsi kita dalam ajang itu. Eh tunggu dulu, bagaimana dengan KKN? Atau ... apa Joy akan menundanya?" Joy tetap akan KKN, aku benar kan? Aku tahu itu. Ini kejadian yang pernah aku alami. "Woy! Tuh kan ... mulai deh bengong. Dirasuki setan baru tahu rasa!" gerutu Muti. "Mau taruhan denganku? Joy tidak akan mengikuti ajang itu. Ia akan KKn bersama kita." Dengan lantang aku memproklamirkan kalimatku. "Kalau kamu salah bagaimana, hm?" tanya Muti menantang. "Aku akan jadi pembantumu selama satu bulan setelah kita selesai KKN, bagaimana?" tawarku. "Oke, deal!" Muti mengulurkan tanganya dan disambut den
Read more
18. Amel VS Joy
"Akhirnya tiba juga ke gedung keramat ini," ucapku sambil memandangi gedung dengan ciri khas warna merah bata itu.  "Jangan senang dulu. Dilihat dulu tuh banyak yang berkeliaran. Itu artinya ada antrean lagi." "Yang itu sih aku sudah tahu. Astaga ... kenapa hari ini penuh dengan antrean?! Arrrgghh!" keluhku dengan sangat kesal. Muti memicingkan matanya dan berkata, "Bisa aku ulang sekali lagi? Seandainya ada seseorang di sini yang tidak menunda-nunda pendaftaran, kejadian seperti ini pasti tidak akan terjadi."  "Uhuk! Aku jadi tersinggung." "Jelas!" Muti menunggu di luar gedung, sementara aku langsung masuk dan menyerahkan berkasku pada petugas di sana. Banyak sekali berkas yang terlihat dan juga beberapa siswi magang. Tebakanku, mereka adalah siswi SMA Elang. Seragamnyalah yang menandakan semua itu. SMA Elang adalah salah satu sekolah bergengsi di kota ini. Tidak semua orang bisa masuk di sana. Selain uang sekolahnya yang ma
Read more
19. Deja Vu
Mimpi yang panjang. Aku rasa aku sedang terjebak dalam sebuah dimensi atau mimpi yang panjang atau mungkinkah aku dibawa ke masa lalu? Aku harap ada orang yang mau membangunkanku. Ataukah ... ini cara yang diberikan Yang Maha Kuasa untuk mencegah kepergian Joy? Apa aku boleh mengubah takdir. Aku berada dalam situasi yang belum aku ketahui. Semua kejadian ini telah aku lewati persis dengan yang telah terjadi. Aku senyum-senyum sendiri mengingat bila nanti Muti akan berkencan dengan anak Kepala Desa. "Nah, kan mulai lagi ... kayaknya sebelum pulang aku benar-benar harus mengantarmu ke psikiater deh," ujar Muti."Aku bukan orang gila ya." Tegas, aku membalasnya."Ini nih! Salah kaprah. Psikiater itu bukan hanya untuk orang gila. Sebelum semuanya terlambat memang sudah harus diobati.""Memangnya aku sakit apa? Jangan sok Tahu!""Idih, emosian ...""Ya ialalah!""Lucu tahu, ah!"Aku tidak menanggapi lagi. Rasanya ingin sekali
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status