"Gak ngrepotin kok, biar kalian betah disini hehe." Ibu Fafa terlihat bersemangat menyajikan masakannya.
"Kamu kenapa nduk?" Setelah ibunya pergi, Fafa berani bertanya pada Lula. Lula menceritakan semua kejadian yang ia alami padanya."Dia punya pikiran gak sih? Orang lagi hamil kok di kasarin. Tega banget mau nyelakain darah dagingnya sendiri." Fafa sangat geram mengetahui kelakuan Jaka."Banci tuh dia! beraninya kasar sama perempuan. Mana lagi hamil anaknya sendiri lagi." Bi yang sangat geram ikut menimpali."Kemarin aja sok sok an di depan Lula, eeeh taunya di depan keluarganya mlempem kayak krupuk di rendem minyak. Perjuangin darah dagingnya sendiri aja gak berani. Dihh apaan laki banci begitu.""Apa kabar tuh kalau temen - temennya tau mentalnya kayak tempe begitu. Malu - maluin kepolisian aja.""Mending kamu visum deh La buat jaga - jaga kalau Jaka berani nyelakain kamu lagi.""Nanti kalau mereka mojoDrrrt Drrrrt DrrrrtLula terbangun dari tidurnya lantaran mendengar suara bising yang berasal dari ponselnya. Ia segera meraih ponselnya dengan sedikit menyipitkan mata karena terkena pantulan cahaya yang sangat silau dari layar ponsel. Terlihat angka 06.00 saat ia mengusap layar pada ponselnya."Siapa pagi-pagi begini?" karena masih sangat ngantuk, mulutnya otomatis bergumam. Ia mendapati pesan dengan nomor baru di notifikasi ponselnya."Hallo Lula, ini aku Lina. Kita harus ketemu, sekarang aku ada di dekat rumahmu." ~LinaLula segera menemui Lina setelah ia memberitahukan lokasinya. Ia berada di taman yang tak jauh dari rumah Lula. Saat Lula perhatikan, ia terlihat duduk di kursi taman seorang diri."Ada perlu apa?" Lula langsung melemparkan pertanyaan tanpa basa-basi."Kamu sehat kan La?" Lina yang sebelumnya duduk seketika berdiri setelah melihat kedatangan Lula."Iya.""La, aku paham posisi
Hari ini Lula tertidur hingga sore, mungkin karena terlalu lelah menangis. Atau karena lelah memikirkan semua masalah yang sedang ia hadapi, apalagi hari sebelumnya banyak kejadian yang mengganggu pikirannya."La bangun La!""Iya ada apa buk?""Jaka dateng tuh.""Hah? sama siapa?""Gak tahu, belum turun dari mobil. Coba kamu liat deh!"Lula segera keluar dari kamarnya menuju ruang tamu dan melihat keluar jendela. Jaka terlihat keluar dari dalam mobilnya seorang diri. Ia berjalan mendekat ke pintu rumah Lula. Lula segera membukakan pintu sebelum ia mengetuk. Lula masih menyambutnya dengan baik dan mencium punggung tangannya selayaknya seorang istri."Ini bawa masuk!" Jaka memberikan tasnya kepada Lula yang kemudian ia masukkan kedalam kamar.Lula kembali menemaninya duduk diruang tamu setelah kedua orang tua Lula selesai menyapanya dan kembali lagi kedalam meninggalkan mereka berdua."K
"Kami mau memberi penawaran untuk Lula, kamu mau tetap tinggal dikos kami rawat dan biayai selama hamil setelah anaknya lahir serahkan pada kami, atau kalau tidak mau menyerahkan anak ini yasudah kami lepas tangan tidak akan membantu apapun dan tidak mau tahu menahu lagi dengan kehidupan kalian." Bagi Lula, Ayah Jaka memberi penawaran yang tidak manusiawi."Saya memilih untuk merawat anak ini sendiri tanpa gangguan kalian sama sekali!""Sebentar mba, apa mba Lula sudah yakin? coba pikirkan lagi gimana kedepannya. Apa mba Lula benar - benar sanggup merawatnya sendiri?" Bima memastikan lagi jawabannya."Emang kamu gak malu apa kalau nanti tetangga taunya kamu hamil gak ada suaminya?" Tari melemparkan pertanyaan lagi."Enggak! Kenapa harus malu? Saya tanggung jawab merawat anak ini. Untuk apa saya mempertahankan lelaki kasar kayak Jaka yang bermental pengecut dan gak bertanggung jawab?""Kasar gimana maksud mba Lula?" Bima bertanya
Setelah ayah Jaka keluar, bapak Lula segera menutup pintu dengan keras. Sedangkan mereka masih ada di teras rumah, bapak tidak peduli tanpa menunggu kepergian mereka semua. Lula segera masuk kedalam kamar dan menangis sejadinya."Udah gak usah di tangisin!" bapak terlihat geram. Ibu memeluk dan menenangkan Lula.Lula menangis bukan karena patah hati pada Jaka, tapi ia sedih karena mengingat anaknya yang kini ada didalam rahimnya. Anak yang tak berdosa dan terjadi atas dasar cinta, harus ditolak oleh ayah kandungnya nya sendiri. Bahkan, diusianya yang masih 4 bulan dan masih didalam perut dia sudah tidak diterima oleh ayahnya dan keluarga ayahnya. Betapa malangnya anak ini.Bahkan, Lula lebih beruntung waktu seusianya dulu. Tapi kenapa ia membuat anaknya tidak beruntung seperti dirinya? Lula mengutuki dirinya sendiri merasa bersalah pada anaknya.Bagaimana bisa ada manusia yang tega menolak darah dagingnya sendiri dan sangat egois hanya mem
Beberapa bulan berlalu hanya Lula habiskan di rumah. Perutnya yang semakin hari kian membesar membuat gerak geriknya sangat terbatas karena tak mau mengundang perhatian tetangga. Jika hanya Lula yang dapat makian dari tetangga, tak masalah. Namun, jika orang tuanya yang harus mendengar ocehan pedas tetangga, Lula tak bisa membiarkannya.Sudah berhari-hari Lula memikirkan untuk tinggal ditempat lain agar orang tuanya tak harus menanggung malu, setidaknya hanya untuk saat ini. Lula merasa ingin pergi sejauh mungkin dari orang-orang yang berhubungan dengan Jaka. Ingin melupakan semuanya dan mulai kehidupan baru yang bahagia bersama anaknya tanpa ada gangguan."Pak, bu, kalau misal untuk sementara Lula tinggal diluar kota dulu gimana?" Akhirnya Lula memberanikan diri meminta pendapat kepada kedua orang tuanya saat makan malam bersama setelah semalaman tak bisa tidur memikirkannya."Kenapa? perut besar begitu memangnya mau pergi kemana La?" raut wajah ibu
"Hallo La?""Hallo kak Ayya, kenapa?""Kamu udah di Jawa Timur sekarang?""Iya nih kak.""Kebetulan banget, aku juga ditugaskan dikantor cabang Jatim nih.""Eh beneran kak? Serius?""Iya, kirim alamat kamu deh! nanti aku kesitu.""Oke kak, wa ya.""Sip bye, see ya."Lula merasa sangat senang karena tanpa diduga akhirnya ada juga teman di kota rantau ini. Rasanya lebih tenang, jika ada sesuatu bisa saling berbagi tak ia pendam sendiri lagi.***Lula sedang sibuk mencari informasi alamat bidan praktik terdekat melalui mesin pencarian yang ada di ponselnya. Selain dari itu, ia juga sempat bertanya pada beberapa tetangga yang lebih tahu daerah yang ia tempati saat ini. Karena sudah waktunya untuk Lula periksa kondisi kehamilannya.Setelah mendapatkan beberapa informasi, Lula berencana untuk segera pergi ke bidan praktik tersebut.Tok tok tok.
"Hahaha gak papa La, ayo aku temenin!" Ayya masih dengan sangat sabar menemaninya suntik Hb. Demi apa badan Lula gemetar bukan main saking takutnya. Tangan kirinya terus memegang erat lengan Ayya, sedangkan tangan kanannya ia letakkan di atas meja bersiap untuk bertempur dengan jarum suntik.Setelah mendapatkan hasil tesnya, Lula menyerahkan hasil tes Hbnya pada perawat yang bertugas tadi, kemudian ia kembali menunggu antrian lagi cukup lama.Sekitar pukul 21.00 akhirnya nomornya dipanggil. Dengan langkah cepat Lula segera masuk ke ruang dokter. Ia sudah tidak sabar ingin mengetahui kondisi janinnya."Silahkan rebahkan tubuh ibu!" titah seorang perawat yang mendampingi dokter tersebut.Ia mengoles perut Lula dengan cairan berbentuk gel yang terasa dingin di atas perutnya. Dokter kemudian menekan perutnya dengan bantuan alat yang bisa terlihat dari layar monitor yang diletakkan menggantung di atas Lula. Ia menggerak-nggerakkan alat itu diperut Lu
"Lula gak papa kok bu. Ayya juga tinggal di deket sini sekarang.""Iya, ibu tahu Ayya disini. Tapi kan dia kerja, dia punya urusan sendiri. Kamu gak mungkin ngrepotin dia terus kan?""Iya sih bu, maksudku biar ibu gak terlalu khawatir. Aku sih sebenernya juga seneng banget kalau ibu disini hehe.""Senenglah! ada yang masakin. Iya kan?""Betul bu! hahaha."***"Bapak pulang dulu ya! Kalian hati - hati disini. Nanti bapak sering kesini." Paginya bapak harus kembali karena beliau harus bekerja. Sedangkan ibu tidak harus dirumah karena jualan onlinenya bisa ia pegang dari ponsel, dan lagipula ada karyawan yang bisa mengurus packing dan pengirimannya."Kamu kalau pagi sering jalan kaki La! Biar lahirannya gampang.""Iya bu, habis subuh Lula biasanya jalan keliling perumahan kok.""Bagus kalau gitu. Makannya juga dijaga lho! Kamu gak makan aneh - aneh kan kemaren - kemaren?""Enggaklah