Share

Chapter 6

Saiful mondar-mandir di dalam sel nya, pria itu sangat bingung dan ketakutan. Ini sudah hari ke 3 sejak Ratih memberikannya penawaran kebebasan, ke-dua temannya hanya diam sembari saling menatap penasaran.

Suara langkah kaki dari kejauhan terdengar menggema, itu adalah pengawas penjara dan menghampiri sel Saiful. Pria buncit berseragam polisi membuka kunci gembok dan menatap tajam tiga orang didalamnya.

"Atas nama Saifullah, ada yang ingin menemui Anda." Ucapan sang pengawas itu membuat Saiful tercekat sejenak, pria itu mengangguk lemas dan bersiap keluar.

Tangannya di borgol sembari di tuntun berjalan ke ruang pertemuan, di kursi sana sudah duduk seorang gadis dengan aura gelap yang mencekam.

Ratih memandang rendah Saiful didepannya, gadis itu mengulas senyum manis palsu sebagai ungkapan sambutan dengan telepon penghubung yang sudah ia angkat.

Saiful mengangkat telepon penghubung dengan gemetaran, keringat dingin membasahi tubuhnya bagian dalam.

"Apa jawaban mu?" Tanya Ratih membuka percakapan.

Saiful terdiam di seberang sana, pria itu sudah memikirkan jawabannya sejak tadi. Gelengan kecil nan pelan pria itu sudah menjawab pertanyaan Ratih barusan, membuat gadis itu tersenyum manis karena sudah menduga jawabannya.

"Ah, nampaknya kau meragukan ku."

Ratih perlahan mengambil ponselnya dan menunjukkan gambar yang membuat Saiful berteriak kesetanan.

Pria itu berlari mendekati kaca pembatas dan menggedor-gedor kaca itu hingga sedikit retakan terjadi di sana. Napasnya memburu hebat dengan wajah memerah.

Ratih masih duduk tenang memandangi Saiful, pengawas datang dan mengamankan Saiful. Pria itu dibawa kembali kedalam sel tahanan meninggalkan Ratih yang masih diam tenang di sana.

***

Tak ada yang tahu siapa dalang di balik penghilangan nyawa ibu dan anak itu, kabar yang beredar hanya penemuannya tanpa jejak pembunuhan yang tertinggal.

Adam yang masih dalam masa hukumannya yaitu di pasung sebulan pun ikut menangis mendengar berita duka, ia menyalahkan diri sendiri seolah ia penyebab semuanya terjadi.

"Ya Allah kasihan sekali, apa kau sudah melihat bekas sayatan di tubuh wanita itu?"

"Iya aku melihatnya dengan jelas, aku tidak bisa makan setelahnya."

"Ku dengar pak RT juga mendapatkan teror dari pembunuh nya, beliau di tinggali satu keresek berisi daging sapi yang masih berdarah-darah."

"Astaga mengerikan sekali, ada apa dengan desa kita?"

"Pasti karma akibat zina itu!"

Sudah mati saja masih difitnah, betapa malangnya nasib wanita satu itu. Para warga yang berkerumun di area sekitar tempat ditemukannya Sarah dan Rama masih berceloteh mengemukakan pendapat masing-masing.

"Bagaimana kita memandikannya?"

"Bungkus saja langsung, merepotkan."

Keduanya ditemukan dalam keadaan mengenaskan, baju robek-robek dengan luka sayatan yang dalam. Di area kemaluan Sarah itu juga ditemukan seperti bekas dimasuki benda tajam yang menyebabkan darah mengucur deras. Sedangkan Rama, bocah itu seperti di cekik kuat hingga napasnya berhenti sebelum disayat pelaku.

Proses penyemayaman jenazah keduanya berlangsung dalam diam, beberapa warga takut untuk sekedar menyentuhnya. Jadinya jenazah tak dimandikan hanya di balut kain kafan kemudian dikuburkan di hutan nan jauh dari pemakaman umum.

***

Reva sedang bersiap-siap didalam kamarnya, gadis itu mengangkat baju-bajunya untuk disesuaikan dengan dirinya sendiri didepan cermin.

"Cantik-cantik, jarang-jarang diajak liburan. Sekali liburan ke tempat yang jauh nan menawan, hihi."

Deringan telepon masuk mengalihkan perhatiannya, Reva meletakkan bajunya sebelum mengambil ponselnya.

Message (2)

Regina : Hei, sudah bersiap-siap?

Regina : Ayah tidak ikut ada kerjaan mendadak, jadi hanya kau dan aku. Bagaimana jika kita mengajak Ratih?

Revalina : Oh begitu? Coba kau chat dia, aku masih berkemas-kemas.

Regina : Baiklah

Di lain tempat Ratih sedang makan di warung yang tampak sepi di siang ini, soto didepannya ia santap dalam diam beberapa lelaki di tempat duduk lain memperhatikan dirinya kagum. Ratih tampak mencolok dengan jaket hitam dan celana jeans-nya, membuatnya terlihat sangat keren.

Ting!

Notifikasi masuk membuatnya berhenti makan sejenak.

Tiga Dara Menggoda (3)

Regina : Ratih ayo kita liburan, kau senggang tidak?

Regina : Kita berlibur 2 hari, tenang saja nanti aku yang izinkan ke wali kelas.

Revalina : Ayolah Rat, ikut ya!

Weningratih : Kemana?

Regina : Ke pantai Lakadeksa dan gunung Rajawarta. Ayo!

Ratih berpikir sejenak, ia memiliki rencana besar untuk hari esok jika ia liburan maka rencananya akan tertunda.

Weningratih : Aku tidak bisa, ada kerjaan.

Revalina : Yah! Ayolah sekali-kali, ayah Gina yang akan membiayai kau tinggal berangkat saja.

Regina : Iya, ayahku yang akan membayar semuanya.

Weningratih : Tidak bisa, kalian saja yang berlibur.

Regina : Yah, ya sudah kalau begitu.

Revalina : :')

Ratih menutup ponselnya melanjutkan makannya, ia sedikit waspada di sini sejak tadi ia merasa ada yang mengawasi dari kejauhan.

Mempercepat makannya Ratih bergegas menghabiskan soto dan minumannya, berlalu membayar dan pergi dari sana.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, gadis itu di buntuti dua lelaki besar yang tampak seperti preman. Ratih membelokkan arah ke gang sempit di kiri dan berjongkok di belakang pohon mangga besar.

"Kemana tuh cewe?" Salah satu di antara lelaki itu bertanya, badannya terlihat seperti preman kasar dengan gigi kawatnya.

"Cari, jangan sampe ilang!"

Keduanya berpencar mencari Ratih, sedangkan Ratih berpikir keras haruskah ia melawan keduanya. Ia tak mungkin menang dengan mudah jika tangan kosong, ia harus membuat rencana.

Ratih mengambil korek api dan mengendap-endap mendekati salah satu yang sedang dekat di areanya. Posisinya aman karena semak belukar menutupi tubuhnya, didepan sana preman itu berdiri membelakangi.

Dengan pelan Ratih menyulut api ke arah celana pria itu hingga perlahan apinya merambat ke atas. Setelahnya Ratih berpindah dan mendekati yang satunya lagi, si botak itu sedang mencari-cari dibelakang tumpukan kayu.

"Bau apa nih?"

"Kaya ada yang gosong," ungkap salah satunya.

Bruak!

Ratih menendang perut tengah si botak kemudian menindihnya, lalu dengan kuat ia siku dada si botak dari atas. Setelahnya ia tonjok beberapa kali wajahnya hingga jeritan pilu menggema, sedangkan di sisi lain si preman itu berlarian kebingungan.

"Argh! Panas, panas!"

Ia segera melepaskan celananya dan membuangnya sejauh mungkin, melepaskan juga pakaiannya hingga hanya memakai dalaman tanpa baju. Seperti tuyul dewasa dilihat-lihat membuat Ratih tertawa ngakak, ia bangun dari si botak dengan cepat menghentakkan kakinya keras di area kemaluannya.

"Arghhhh! Cewe gila!"

"Hahha, sudah tahu gila kok di kejar juga! Goblok!"

Tak puas hanya begitu saja Ratih mendekati salah satunya yang masih mengipasi dirinya, betapa menyedihkannya pria itu kena luka bakar menjalar dari kaki hingga pupu dalamnya.

"Masih kurang?" Tanya Ratih sembari mengangkat korek apinya.

Si preman hanya bisa menggelengkan kepalanya, rasanya ia ingin menangis gila. Malu dan takut menjadi satu, ia telanjang hanya dengan celana dalam berwarna merahnya.

"Hahahha, dah tahu kecil kok pecicilan!"

Tatapan Ratih remeh menuju arah selakangan pria itu, menggeleng sejenak gadis itu berjongkok mendekat.

"Siapa yang nyuruh?"

Si preman masih diam, pandangannya ke arah temannya yang masih berbaring lemah di jauh sana.

"Aku bisa saja menghabisi kalian sekarang, hm?"

Ratih mengeluarkan besi kecil dari tasnya bentuknya seperti linggis, itu buatannya sendiri. Dengan bentuk runcing di bagian ujung kemudian di ujung satunya tumpul bagai palu.

"Mau bagian mana dulu nih?" Tawar Ratih senang.

"A-ampun, kami cuma nurutin kemauan orang."

Ratih mengangkat besi itu ke depan wajah si preman.

"A-ampun, maafkan kami! Kami cuma suruhan, kami tidak tahu apa-apa!" Suaranya yang cempreng membuat Ratih murka, dengan kejam gadis itu memukul kening si preman.

"Siapa?" Lanjutnya setelah kening si preman lecet dipukulnya.

"Tu-tuan Herdian, iya! Kami mohon ampun!"

Mengerutkan keningnya dan menatap tajam lawan bicara, Ratih mendekatkan besinya ke mulut si preman.

"Herdian siapa ha?"

"Tu-tuan Herdian Gairelo."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status