Share

Wanita Malam Sang Presdir
Wanita Malam Sang Presdir
Author: Lady_Rain

Kesucian Yang Terenggut.

“Jangan, Pak! Tolong sadarlah!”

Ellena berusaha keras untuk melepaskan cengkraman pria yang saat ini sedang bersamanya. Tubuhnya yang lebih mungil jika dibandingkan dengan Sean, tentu saja harus mengeluarkan tenaga ekstra agar pria itu bisa menjauh darinya.

Sean yang malam ini seperti orang yang sedang kesetanan itu tidak peduli atas penolakan Ellena dan serangan kecil Ellena di tubuhnya. Sean yang sudah dipenuhi oleh gairah itu ingin menuntaskan semuanya pada wanita yang saat ini ada dalam kuasanya itu.

Kraak!

Sean membuka paksa kemeja yang dikenakan oleh Ellena hingga kancing yang tadinya menempel kuat di depan dada Ellena kini harus terpelanting tak tentu arah. Ellena sudah menangis sesenggukkan sambil berusaha menjauhkan dirinya dari lingkungan Sean meski tenaganya sudah mulai habis.

“Pak, sadar, Pak. Sadar!” ucap Ellena yang lebih terdengar seperti sebuah teriakan.

“Diam kamu!” bentak Sean.

Aroma alkohol langsung memenuhi rongga hidung Ellena ketika Sean berbicara. Tampaknya pria muda nan tampan itu sudah dipengaruhi oleh alkohol yang membuatnya berubah menjadi serigala lapar malam ini.

Sean langsung menyeret Ellena dan membantingnya begitu saja ke atas peraduan. Tubuh Ellena sedikit terpental sehingga membuat kemejanya terbuka dan menampilkan pemandangan indah yang membuat Sean semakin lapar.

Ellena yang melihat tatapan liar Sean langsung menutup kemejanya dan berusaha untuk bangun. Tapi baru saja dia akan bangun, Sean sudah langsung mendidih tuh kecil dan kurusnya itu.

“Jangan, Pak. Jangan!” teriak Ellena sambil menangis saat bibir Sean kini menjamah lehernya.

Sean yang tidak peduli pada teriakan Ellena terus saja melakukan aktivitasnya. Yang ada dalam pikiran pria itu hanyalah ingin melepaskan hasrat yang menghubungkan tinggi secara tiba-tiba malam ini.

Sean bahkan sedikit melakukan pemaksaan pada Ellena ketika wanita itu berusaha untuk menghalangi Sean ngelucuti pakaiannya. Ellena yang sudah kehabisan tenaga kini hanya bisa menangis melihat Sean yang semakin beringas kepadanya.

Butiran bening itu terus mengalir membasahi pipi Ellena saat Sean sudah menguasainya. Keselamatan mahkota yang selama ini dia jaga sedang terancam, tapi Ellena sudah tidak lagi memiliki tenaga untuk melawan Sean.

Sakit. Kehormatannya yang direnggut paksa oleh Sean membuatnya sakit. Sakit yang dalam, secara fisik maupun mental. Ellena tidak menyangka kalau hidupnya akan dihancurkan oleh pria mabuk seperti Sean.

***

Ellena terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya terasa sangat panas dan kering sehingga membuatnya ingin segera mencari air untuk membasahi tenggorokannya itu.

Ellena menggeliat karena badannya terasa sangat sakit. Dia sampai merintih ketika dia berusaha bangun dari tidurnya.

“Aduuh! Sakit banget badanku,” gumam Ellena dengan suara serak.

Baru saja kesadaran Ellena kembali, bayangan akan kejadian tadi malam langsung terputar kembali dalam ingatannya. Ellena terbayang bagaimana penderitaan yang dia rasakan tadi malam di bawah kungkungan Sean.

Ellena melihat tubuhnya yang ada di bawah selimut. Dia berharap tadi malam hanyalah sebuah mimpi buruk yang menimpanya. Ellena berdoa sambil memejamkan matanya sebelum dia melihat keadaannya di bawah selimut tebal itu.

“Ya Tuhan!” Ellena hampir berteriak melihat tubuhnya tidak berpakaian di dalam selimut tebal itu.

Bulir air mata kembali menetes di pipi Ellena. Dadanya terasa sangat sesak karena hidupnya telah dihancurkan oleh seseorang begitu saja. Ellena mengantukkan keningnya ke lututnya yang saat ini sedang dia peluk.

Dengkuran lembut terdengar di telinga Ellena. Wanita yang sedang berlinang air mata itu menoleh ke samping dan mendapati seorang pria yang sedang tidur membelakanginya. Pria yang tadi malam merenggut kesuciannya dengan paksa.

Tidak sepatah kata pun yang bisa keluar dari mulut Ellena saat ini. Dadanya terasa kian sesak dan dipenuhi dengan luka yang ditorehkan oleh orang yang sempat dia sanjung karena menjadi panutannya dalam bekerja.

Dengan mengumpulkan sisa tenaganya, Ellena berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dia tidak ingin berlama-lama di sana, karena dia tidak ingin terlalu lama melihat paras tampan Sean yang sempat dia kagumi itu.

“Aww.” Ellena merintih pelan.

Dengan langkah kaki tertatih, Ellena memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia kemudian berjalan perlahan sambil menahan sakit di inti tubuhnya menuju ke kamar mandi. Perih dan terasa sangat nyeri, membuat pergerakan Ellena kian terbatas.

Ellena mengunci pintu kamar mandi. Dia ingin segera pergi dari tempat itu sebelum atasannya itu bangun. Ellena tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Sean.

Ellena segera membasuh wajahnya dengan air dingin di wastafel, lalu sedikit merapikan rambutnya yang sudah seperti singa itu.

Matanya bengkak, bahkan bukan hanya mata, tapi semua wajah Ellena bengkak setelah dia banyak menangis. Bayangan kejadian tadi malam, terus saja berputar di memori ingatannya. Membuat Ellena kian sedih dan terpuruk.

Ellena semakin kaget saat dia mendapati hampir semua kancing kemejanya terlepas. Dia semakin bingung, karena dia tidak akan mungkin keluar dengan pakaian terbuka seperti itu.

Ellena keluar dari kamar mandi sambil mengendap-endap. Dia ingin memastikan keadaan di luar, karena dia takut Sean sudah bangun.

“Aku harus cepat pergi dari sini. Aku gak mau terus di sini. Aku gak mau tampak lebih menyedihkan di depan Pak Sean.” Ellena menyambar jaket milik Sean yang tergeletak di lantai untuk dia kenakan.

Ellena pernah mendengar gosip beredar di kantor kalau atasannya itu sudah biasa menghabiskan malam dengan siapa saja. Dan kalau ada orang yang menuntut tanggung jawab, maka Sean akan membayarnya seperti seorang wanita malam.

Harga diri Ellena pasti akan lebih terluka jika itu sampai terjadi. Dia tidak mau terlihat lebih rendah dari orang yang telah menghancurkan kehidupannya.

Saat Ellena baru saja menutup pintu kamar, kilatan sinar mentari yang masuk melalui gorden kamar, menggoda mata Sean untuk terbuka. Dengan malas, pria yang masih bergelung dalam selimut hangat itu mulai membuka matanya secara perlahan.

Sean mengerjapkan matanya beberapa kali sambil mengumpulkan nyawanya. Dia mencoba mencari tahu di mana dia berada saat ini.

“Sakit banget kepalaku,” ucap Sean sambil menyugar rambutnya sambil sesekali menggerakkan lehernya yang terasa kaku.

Sekelebat kejadian tadi malam terlintas di pikiran Sean. Dia langsung membuka matanya dengan sempurna lalu melihat ke sebelah dia tidur.

“Sama siapa aku semalam?” ucap Sean yang tidak mengingat sosok wanita yang memberinya kepuasan tadi malam.

Sean tidak mendapati ada orang lain di kamar ini. Bahkan setelah dia mengedarkan pandangannya pun, tampaknya dia benar sendiri di kamar ini.

Tapi anehnya, kejadian itu terasa nyata. Bahkan Sean pun masih merasakan sisa kenikmatan itu pagi ini. Tidurnya juga terlalu pulas, padahal dia termasuk orang yang susah mendapatkan tidur nyenyak terlalu lama.

“Siapa dia? Aku harus cari tau siapa orangnya. Aku gak mau orang itu akan merusak reputasiku kalo dia ngomong sembarangan!” geram Sean sambil sedikit menyipitkan matanya.

Pagi ini Sean ada janji penting yang harus dia hadiri. Sean tidak ingin membuat kliennya itu menunggu terlalu lama, jadi dia harus segera membersihkan diri dan kembali bekerja.

Sean keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sean langsung mencari ponselnya untuk menghubungi sekretarisnya.

“Ke mana dia! Berani dia abaikan telponku!” geram Sean semakin kesal.

Sean segera memindah panggilannya ke asisten pribadinya. Dia tahu saat ini Bima sedang sakit, oleh karena itu, tadi malam dia ditemani oleh Lisa untuk bertemu dengan kliennya.

“Halo, Pak. Sel ....”

“Jemput saya di Hotel Cempaka, sekarang!” Sean langsung memutus panggilan teleponnya.

Setelah memberikan perintah pada asisten pribadinya, Sean segera memutus sambungan teleponnya. Dia ingin segera bersiap untuk bekerja, karena ini adalah salah satu kegiatan favorit Sean.

Sean mengambil pakaiannya yang ada di lantai hotel. Saat dia sudah memakai celana dan kemejanya, Sean teringat kalau tadi malam dia memakai jaket. Sean pun mencari-cari jaket itu, karena dia tidak melihatnya.

Sean menyibak tumpukan selimut di atas ranjang, “Darah?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status