Sebuah pohon di atas bukit dengan rerumputan yang hijau dan pemandangan yang indah terlihat dari atas gunung. Di bawah pohon tersebut terdapat suatu sosok laki-laki tua berjubah putih yang duduk sambil memandang pemandangan di bawahnya.
Di bawahnya terdapat hutan yang mengelilingi bukit itu, hutan yang sangat gelap dan beberapa dari mereka memunculkan aura yang menakutkan. Sungguh sangat kontras sekali dengan pemandangan yang indah di atas bukit itu.
Di sela-sela pohon di hutan itu terdapat banyak sekali sepasang mata yang saling mengawasi satu sama lain, mata yang berwarna merah terang seperti memberi isyarat bahwa hutan tersebut adalah wilayahnya dan mereka seperti tidak akan membiarkan siapapun yang menginjakan kaki di sana.
Tapi yang dilakukan oleh kakek-kakek itu hanya terdiam duduk menyandarkan tubuhnya ke
Aku terbangun dari mimpiku siang itu, dengan keringat yang membanjiri seluruh tubuhku dan belakang kepala yang panas seperti seseorang yang baru sembuh dari kesurupan. Kulihat mencoba duduk dan bersandar di dinding kamar, memikirkan arti dari mimpi itu. Semuanya terlihat sangat nyata seperti memutar waktu kembali ke masa lalu, masa di mana kampung ini masih hutan belantara. Aku kembali melihat sekeliling kamar yang tampak kosong pada siang itu, hanya angin berhembus dari jendela kamar menggerakan tirai jendela merah tua yang sudah lama dipasang. Aku lalu berdiri menuju ruang tengah mencoba mencari tahu sosok yang ada di mimpi itu dengan mencarinya di arsip-arsip keluargaku yang disimpan oleh almarhum Bapak di lemari kamarnya. Ketika aku keluar ternyata Ibuku sudah menungguku, dia duduk terdiam seperti menungguku bangun. Di sampingnya ada tas carrier yang sepe
Aki Karma sosok yang dituakan di Kampung Sepuh saat ini, dia adalah sosok yang sering diminta untuk menjadi penasehat apabila ada musyawarah di kampung. Selain itu Aki Karma adalah teman dekat Bapak. Sepeninggal Bapak, Aki Karma sering membantu Ibu apabila Ibu kehabisan stok dagangan. Dengan menyewakan satu-satunya kendaraan pick up miliknya dan berangkat ke kota untuk membeli barang dagangan untuk stock di warung. Aki Karma sebenarnya bukan penduduk asli Kampung Sepuh, dia adalah penduduk asli salah satu kampung di utara kota Bandung. dan ketika dia memutuskan untuk tinggal di Kampung Sepuh satu-satunya teman Aki Karma pada waktu itu adalah Bapak. Karena Bapak yang dulu membantunya dan akhirnya Aki Karma pun seperti mempunyai hutang budi kepada Bapak. Aki Karma dulunya adalah pemimpin salah satu kelompok pa
Rombongan itu berjalan dengan barang bawaan yang banyak, salah satunya adalah domba hidup. Beberapa ayam cemani berwarna hitam, serta tak lupa satu set lengkap perlengkapan wayang karena sebagai persyaratan ritual. Mereka berjalan diterangi senter sebagai penerangan perjalanan mereka. Mereka berjalan beriringan dengan posisi Aki Karma di depan dan anggota grupnya di belakangnya, Aki Karma sudah diberitahu oleh sahabatnya itu untuk rute dan jarak yang ditempuh dari kampung menuju tempat pelaksanaan ritual di atas gunung. Tak lupa sahabatnya juga memberi tahu mantra-mantra khusus untuk memanggil para makhluk gunung dan melakukan perjanjian dengan nya. Hingga akhirnya mereka sampai di ujung jalan kampung, disana terlihat dua pohon beringin rindang di kiri kanan jalan dan jalan setapak kecil di tengahnya. Pohon beringin itu menjulang tinggi di kiri dan kanan jala
Sore itu nampak ramai seperti biasanya di Kampung Sepuh, nampak beberapa orang berjalan pulang dari sawah menuju rumahnya. Terlihat dari pakaianya yang kotor dengan lumpur dan beberapa dari mereka membawa bekal yang nampak kosong, sebagian lagi membawa kerbau melewati jalan menuju kandang, dengan alat untuk membajak sawah yang dia panggul di pundaknya. Warung Bapak ramai seperti biasanya, Bapak terlihat sedang menyeduh kopi untuk para petani yang pulang dari sawah, biasanya para petani beristirahat sejenak di warung, sambil mengobrol tentang keseharian mereka di sawah. Tak jarang mereka membahas hal-hal mengenai kejadian-kejadian di kampung. Terutama apabila ada kejadian diluar nalar yang terjadi di kampung atau di Gunung Sepuh, karena hal tersebut adalah hal yang biasa bagi mereka. Membicarakan tentang mahluk-mahluk tersebut bukan menjadi hal-hal yang tabu.
“Tok, tok, tok.” Dalang memukul kotak yang ada di sebelahnya sebanyak tiga kali, menandakan bahwa pertunjukan wayang akan dimulai. Tak lama para pemain gamelan memainkan musiknya, musik yang beriringan dan saling melengkapi satu sama lain. Terdengar juga riuh penonton yang sedang menonton pagelaran di malam itu mereka menonton pagelaran wayang itu dengan sangat antusias, karena sudah lama mereka tidak melihat pagelaran wayang. Sinden pun mulai menyanyi, menyanyi lagu-lagu sunda dengan nada tinggi. Nyanyian itu menggema ke setiap sudut, membuat para penonton terpana oleh nyanyian sinden itu. Pertunjukan wayang itu berlangsung meriah, para penonton yang hadir pun datang dari segala arah mereka sengaja datang untuk melihat pertunjukan. Sang dalang mengangkat wayang yang dia mainkan peran wayang dengan gagah
Hamparan lapangan yang diisi oleh makam-makam yang berjajar rapi dengan pohon beringin di tengahnya membuat suasana tenang untuk para manusia yang berbaring untuk beristirahat selamanya disana. Angin yang berhembus di sekitar pepohonan makam membuat suasana semakin sejuk, terlihat daun-daun yang berguguran diterpa angin, dan daun itu turun ke atas makam-makam yang terlihat usang maupun makam yang masih baru. Terlihat disana dua orang yang sedang bercengkrama satu sama lain di sebuah makam, sesosok paruh baya dan seorang pemuda. Sesosok paruh baya itu Aki Karma dan sesosok pemuda itu adalah Ujang. Di depan makam Bapak Aki Karma bercerita tentang dirinya dan Bapak ketika hidup, dia juga menceritakan awal mula dia bertemu dengan Bapak hingga akhirnya Aki Karma menetap di Kampung Sepuh. Aki Karma mengambil dompet di saku belakang nya, dompet yang terlihat lusuh.
Beberapa orang terlihat berjalan menyusuri hutan tanpa diterangi oleh satu pun penerangan, mereka berjalan beriringan yang dipandu oleh cahaya bulan. Di dalam rombongan itu terdapat satu wanita cantik dengan pakaian layakna penari. Dia terlihat sangat cantik dengan selendang yang berwarna merah terang yang dipakai di pinggangnya dan baju berwarna hijau gelap dengan sarung batik berwarna kecoklatan. Wanita itu berangkat bersama beberapa orang lainya di tengah hutan, menyelusuri setiap langkahnya dengan hanya ditemani oleh cahaya bulan. Di kiri kanan nya terdapat beberapa sosok mata yang mengawasi mereka, dengan mata merah menyala dan sesekali mereka menyeringai seakan-akan yang mereka lihat adalah makanan yang siap untuk disantap. Rombongan itu kemudian tiba di salah satu mulut gua, mulut gua yang terlihat besar menganga ditengah hutan. Mereka kemudian menghentikan langkahnya, dan mulai berunding antara satu dan lainya. Akhirnya ada dua orang yang memberanikan
Mbrummm.... Terdengar suara mobil yang mendekati Kampung Sepuh di malam ini, mobil mini van berwarna hitam dengan tulisan MISTERI MALAM CHANNEL di body mobilnya. Mobil itu berhenti di gerbang masuk kampung, terlihat empat orang di mobil dan mereka turun dari mobilnya untuk mengambil gambar gerbang masuk yang bertuliskan WILUJENG SUMPING DI KAMPUNG SEPUH. “Mas, coba lu shoot gerbang itu dan suasana kampung ya, mau gua jadiin bahan buat nanti editing,” kata salah seorang dari mereka. “Iye, iye gue juga ngerti,” jawabnya sambil dia memegang kamera untuk mengambil gambar gebrang masuk dan suasana kampung. “Yu, Coba lu sorot dengan senter tulisan di gerbangnya, biar jelas gua ambil gambar,” katanya sambil memegang kamera Terlihat mereka mulai merekam suasana di depan gerbang masuk itu. Hanya bertiga yang terlihat sibuk dengan paralatanya, sedangkan salah seorang dari mereka terlihat hanya