Hamparan lapangan yang diisi oleh makam-makam yang berjajar rapi dengan pohon beringin di tengahnya membuat suasana tenang untuk para manusia yang berbaring untuk beristirahat selamanya disana. Angin yang berhembus di sekitar pepohonan makam membuat suasana semakin sejuk, terlihat daun-daun yang berguguran diterpa angin, dan daun itu turun ke atas makam-makam yang terlihat usang maupun makam yang masih baru.
Terlihat disana dua orang yang sedang bercengkrama satu sama lain di sebuah makam, sesosok paruh baya dan seorang pemuda. Sesosok paruh baya itu Aki Karma dan sesosok pemuda itu adalah Ujang. Di depan makam Bapak Aki Karma bercerita tentang dirinya dan Bapak ketika hidup, dia juga menceritakan awal mula dia bertemu dengan Bapak hingga akhirnya Aki Karma menetap di Kampung Sepuh.
Aki Karma mengambil dompet di saku belakang nya, dompet yang terlihat lusuh.
Beberapa orang terlihat berjalan menyusuri hutan tanpa diterangi oleh satu pun penerangan, mereka berjalan beriringan yang dipandu oleh cahaya bulan. Di dalam rombongan itu terdapat satu wanita cantik dengan pakaian layakna penari. Dia terlihat sangat cantik dengan selendang yang berwarna merah terang yang dipakai di pinggangnya dan baju berwarna hijau gelap dengan sarung batik berwarna kecoklatan. Wanita itu berangkat bersama beberapa orang lainya di tengah hutan, menyelusuri setiap langkahnya dengan hanya ditemani oleh cahaya bulan. Di kiri kanan nya terdapat beberapa sosok mata yang mengawasi mereka, dengan mata merah menyala dan sesekali mereka menyeringai seakan-akan yang mereka lihat adalah makanan yang siap untuk disantap. Rombongan itu kemudian tiba di salah satu mulut gua, mulut gua yang terlihat besar menganga ditengah hutan. Mereka kemudian menghentikan langkahnya, dan mulai berunding antara satu dan lainya. Akhirnya ada dua orang yang memberanikan
Mbrummm.... Terdengar suara mobil yang mendekati Kampung Sepuh di malam ini, mobil mini van berwarna hitam dengan tulisan MISTERI MALAM CHANNEL di body mobilnya. Mobil itu berhenti di gerbang masuk kampung, terlihat empat orang di mobil dan mereka turun dari mobilnya untuk mengambil gambar gerbang masuk yang bertuliskan WILUJENG SUMPING DI KAMPUNG SEPUH. “Mas, coba lu shoot gerbang itu dan suasana kampung ya, mau gua jadiin bahan buat nanti editing,” kata salah seorang dari mereka. “Iye, iye gue juga ngerti,” jawabnya sambil dia memegang kamera untuk mengambil gambar gebrang masuk dan suasana kampung. “Yu, Coba lu sorot dengan senter tulisan di gerbangnya, biar jelas gua ambil gambar,” katanya sambil memegang kamera Terlihat mereka mulai merekam suasana di depan gerbang masuk itu. Hanya bertiga yang terlihat sibuk dengan paralatanya, sedangkan salah seorang dari mereka terlihat hanya
PSSSTTT PSSSTTT “Ayu masuk Ayu,” Martin berbicara dengan Handy Talky (HT) ditanganya, memastikan bahwa HT tersebut berfungsi dengan normal untuk bisa berkomunikasi dengan baik. “Ayu hadir, jelas ga suara gue? ” terdengar suara Ayu membalas ucapan martin dari HT. “Ok, Sip jelas, gimana syutingnya lancar? ” kata Martin. “Sepi,Tin, belum ada penampakan satupun disini, ga ada yang bisa dibuatin konten,” kata Ayu membalas via HT. “Coba ke Kang Parta cari lokasi yang lebih serem Yu, supaya ada penampakan,” kata Martin. “Ini juga lagi jalan ko mencari lokasi yang lebih serem, ya udah nanti di hubungi lagi ya,” PSSSTTT PSSSTTT Martin kembali menutup HT nya dan pandanganya kembali fokus ke layar laptop, sesekali Martin mengambil makanan ringan di warung untuk pengganjal
Dari gelapnya kebun di seberang jalan terlihat beberapa puluh pasang mata yang menatap tajam ke arah Martin yang sedang berteriak, menantang para mahluk yang ada di kampung sepuh. Aku un terbangun dengan kegaduhan yang Martin perbuat. Terlihat Martin berteriak-teriak dengan pecaya diri sambil karena dia percaya jimat yang di berikan oleh kang Parta, yang membuat para mahluk itu tidak bisa mendekatinya. Martin seperti sedang menantang para Makhluk yang berada di kebun seberang warung. Akupun segera menghampiri Martin dan bertanya, “Ada apa ini kang?” “Eh Kang warung, biasa kang ada mahluk yang mau mengganggu, tapi tenang selama ada saya akang tidak usah khawatir” jawab Martin dengan percaya diri. “GA BERANI KAN LOE PADA, LOE SEMUA G`A AKAN BISA MASUK KESINI, UDAH LIATIN AJA DARI SANA!!!” Martin kembali berteriak ke arah kebun seberang jalan, dengan kamera HP yang masih merekam, dia yakin kondisi seperti ini akan menjadi hal yang
Sinar mentari tidak muncul di pagi ini, hanya hujan rintik-rintik yang membasahi kampung Sepuh. Namun terlihat kerumunan warga sekitar yang mengelilingi warung. Para petani yang hendak pergi ke sawah ataupun akan beraktifitas di pagi yang mendung itu terlihat berkumpul dan membantu membalikan mobil van hitam yang bertuliskan MISTERI MALAM CHANNEL. Mobil tersebut terlihat tidak berbentuk lagi, kondisinya terlihat terbalik dibawah pohon besar di seberang warung, terlihat juga beberapa koper-koper dan peralatan-peralatan yang berserakan di jalan yang bersatu dengan lumpur akibat hujan. Para warga kampung Sepuh bahu membahu membalikan mobil van hitam itu ke posisi semula, beberapa dari mereka membantu membawakan peralatan yang berserakan di jalan. Kamera, tripod, lampu, laptop, semuanya dalam kondisi rusak parah, seperti membentur benda keras dan terinjak oleh sesuatu. Di dalam warung terlihat Dimas, Ayu dan Parta yang terlihat shock akan keadaan yang terjadi. Me
Angin di malam ini sangat kencang, terlihat dedaunan yang tertiup angin di malam hari di seberang jalan. Beberapa daun kering yang berserakan di tanah pun beterbangan tertiup angin, terbang melewati mobil yang ditinggalkan Parta, Ayu dan Dimas, mobil yang terlihat rusak di segala sisinya dan menjadi saksi bisu atas hilangnya Martin. Sudah Satu hari berlalu semenjak Parta, Ayu dan Dimas pergi untuk menjemput Martin, Aku menunggu mereka di depan warung berharap mereka baik-baik saja. Rasa cemas dan khawatir akan keadaan mereka selalu muncul di benakku, mengingat sudah satu hari berlalu namun tidak ada kabar dari mereka, para pencari madu hutan yang berangkat setiap pagi ke gunung Sepuh pun tidak melihat tanda-tanda keberadaan mereka. Belum satu bulan berlalu semenjak aku pulang ke kampung, sudah banyak kejadian diluar nalar yang ku alami. Aku sempat berpikir, bagaimana rasanya menjadi Bapak yang setiap malam menjaga warung ini, dengan berbagai kejadian yang bis
Sinar matahari perlahan-lahan muncul dari sela-sela gunung, cahayanya muncul dari sela-sela dedaunan dari pepohonan hutan. Membuat suasana terasa hangat, suara-suara burung pun mulai berkicau untuk menyambut pagi, mengantikan suara-suara binatang malam yang kembali ke sarang nya untuk beristirahat. Menandakan hari baru telah di mulai dan malam kini telah berganti jadi pagi. Namun Terlihat seseorang yang berdiri di depan celah batu dengan napas yang terengah-engah, tubuhnya terlihat kotor akibat lumpur yang mengotori bajunya, raut mukanya tampak lusuh. Seperti sudah lama dia tidak tertidur dan memastikan tubuhnya tetap terjaga. Celana yang di pakainya pun terlihat robek, banyak robekan-robekan kecil disertai luka darah yang meresap ke pakaian yang dipakainya. Keadaanya sungguh kacau, dia berdiri dan tidak bergerak dari celah batu itu. Seperti sedang menjaga sesuatu yang ada di celah batu tersebut. “hah hah hah, akhirnya sudah pagi juga” katanya dengan
Hari ini jalanan di Kampung Sepuh tidak seperti biasanya, jalanaan yang dilalui oleh para petani, peternak, dan para warga yang ingin mengambil madu dan buah-buahan hutan yang biasanya berlalu lalang kini sepi. Hanya terlihat beberapa orang saja yang melintas melewati warung. Disana terlihat Ibu yang sendirian menjaga warung di siang hari. Dia duduk sembari sesekali membaca buku bacaan tua yang berisi tentang cerita-cerita legenda atau sajak-sajak sunda. “Bu, aku berangkat ke rumah Aki Karma dulu ya Bu” aku setengah berteriak memberitahu Ibu bahwa aku pergi ke rumah Aki Karma untuk berkumpul dengan para warga lainnya. Aki Karma memberitahukan ku bahwa para warga akan berkumpul di sana dan berdiskusi, atas kejadian yang menimpa kampung beberapa hari ini. “Iya Jang, makanan yang di kresek buat konsumsi warga udah dibawa kan? ” teriak Ibu dari depan warung. “Iya Bu, Ujang sudah bawa” jawabku sambil aku memperlihatkan keresek hi