Mama terlalu mencintai Rida hingga ia amat terluka. Seakan keburukanku kepada Rida adalah keburukan pada dirinya.
Lihatlah Adnan! Keputusanmu melepas Rida telah menyakiti banyak orang. Bahkan ibumu sendiri sangat terpukul, bagaimana dengan Rida sendiri, bisa jadi lebih dari ini.Mama masih menangis hingga bermenit-menit. Sementara aku hanya mampu mendengarkan tangisan tanpa punya nyali menyentuh untuk menenangkan.Itu adalah air mata kekecewaan yang teramat dalam. Mama bukan tipe wanita cengeng atau melankolis. Dia adalah perempuan tangguh yang sangat jarang menangis. Namun, kali ini hatinya terlalu dalam merasakan kesakitan.Entah setelah berapa menit, tangis mama akhirnya berhenti. Kemudian ia membisu. Hanya helaan berat dan sisa-sisa isakan yang terdengar.“Begitulah kalau kita tak bisa mengendalikan hawa napsu. Sebaik apapun istri di rumah, mata tetap akan tertuju pada wanita penggoda. Wanita yang bahkan tak pernah menyiapkaELA“Wanita baik-baik tidak akan merebut suami orang. Apalagi sampai menghancurkan sebuah rumah tangga! Sesuatu yang kau dapat dengan cara curang takkan berkah!” serang wanita yang mengaku sebagai mama mas Adnan setelah membentak suamiku. Wajahnya memiliki kemiripan dengan mas Adnan pada area mata dan hidung. Dia mendekatiku dengan gaya tangan disedekapkan di dada. Nyata sekali kebencian di dirinya pada istri anaknya ini. Mendengar cercaan itu, emosiku naik. Rasanya ingin menjambak dan menamparnya berkali-kali. Namun, aku harus bisa mengendalikan diri saat ini. Di hadapan mereka wajib jadi pemeran tokoh teraniaya. Kalau perlu meratap dam mengiba. Mas Adnan juga kulihat sangat emosi. Pegangan tangannya menguat di jari ini. Pastilah, bagaimanapun juga aku adalah istri tercintanya. Menghinaku sama dengan menghinanya. Dan juga sepertinya sedih sebab pilihannya tak didukung.“Mah, kumohon jangan bicara begitu. Bagaimanapun Ela sek
ELA Kudongakkan kepala dengan mata menantang padanya. Tak secuil pun aku takut, apalagi hormat pada wanita ini. Jangan salahkan jika aku berlaku kasar sekarang. Dalam kamus Ela tak ada yang namanya gentar pada manusia model apapun. Apalagi hanya seorang wanita tua yang harusnya sudah masuk liang lahat. “Aku tidak akan membiarkanmu merusak apa yang telah kuperjuangkan! Dengar wanita bodoh, kau tidak akan pernah menang melawan Ela!” serangku dengan gaya melecehkan. Mertuaku terkesiap mendengar kata-kata itu. Dipikir, mungkin aku akan terus bersikap sok baik. Tak perlu lagi bersandiwara di depannya sekarang. Toh, dia sudah mengetahui yang sebenarnya.Lebih baik membuat gertakan yang bisa menghentikan kelakuan kampungannya. Harus ada cara membuatnya tak bisa lagi menganggu rumah tanggaku. Itulah yang selalu kulakukan pada siapapun yang jadi penghalang. Tak boleh dibiarkan banyak tingkah. “Akhirnya kau memperlihatkan wujud asli. Ad
RIDA “Loh, Pah tumben belum rapi?” tanyaku pagi di mana mas Adnan ternyata tengah menyimpan rencana mengatakan hal yang tak pernah kusangka. Ia tak menjawab pertanyaanku, hanya memandangi dengan tatapan yang sulit di artikan. Lalu, mataku terbelalak saat tiba-tiba ia berlutut. “Aku minta maaf karena telah mengkhianati kesucian cinta kita, aku, aku telah menjalin hubungan dengan wanita lain, namanya Ela!” Mataku yang terbelalak, makin melebar. Mulutku juga ikut terbuka. Antara percaya dan tidak kurespon ucapannya. “Pah, jangan bercanda, ah. Atau Papa mau bikin kejutan spesial, nih! Bentar-bentar, sekarang hari apa, ya. Oalah, Ultah pernikahan bukan, hari lahir juga enggak, awal ketemuan, is bukan, ah!” Mas Adnan menunduk, ia lalu meletakkan dua tangan di atas lantai. Dalam posisi demikian ia pun bicara, “Hubungan kami sudah terjalin satu tahun. Dan, sekarang keluarga Ela mendesakku untuk menikah dengannya, kalau tidak hubungan kami harus be
Karena Azkia memiliki sifat tak mudah dekat dengan orang baru, ia malah memelukku erat. Aku merasa tak enak pada pria yang sudah berbaik hati mengambilkan bola.“Ayo, ambil bolanya dari om,” bisikku sambil mengelus rambut. Anak ini memang memiliki rasa malu tinggi. Meski sudah dimotivasi tetap saja ia tak mau.“Om kasih kakak saja, ya,” ucap pria berkaca mata itu setelah melihat Azkia tak kunjung menyambut bolanya.Ia lalu menyerahkan bola pada Azka. Setelah diterima pria yang mungkin seusia mas Adnan kembali bicara, “Nama Om Afgan, Siapa nama kakak?”“Azka, Om! Terima kasih bolanya,” jawab Azka. Anak tersebut sudah biasa mengucapkan kata terima kasih pada siapapun yang membantu. Aku memang menanamkan adab pergaulan sejak dini dengan harapan kelak akan menjadi anak yang berakhlak mulia. “Sama-sama, Sayang. Om pamit, ya. Nanti kita main bola mau?” Azka melirik ke arahku untuk minta persetujuan. Karena ia sangat berharap aku anggukan kepala.Senyum b
Hari minggu pagi aku mempersiapkan bekal untuk acara jalan-jalan. Hanya keliling kebun teh untuk menghibur hati buah hatiku. “Kakak, kakak! Jangan lupa bawa tasnya!” Aku memanggil Azka berulang-ulang. Namun, tetap tak ada sahutan. Biasanya anak itu akan langsung datang di panggilan pertama. Karena penasaran, aku hentikan kegiatan membereskan bekal. Aku keluar dapur dengan maksud mencari Azka. Karena belum ditemukan, aku pun keluar rumah. Dan, pantas saja Azka tak menjawab panggilanku. Rupanya om yang ditunggu ada di halaman. Saat melihat kedatanganku, lelaki itu menurunkan Azka dari gendongannya. Ia kemudian mengangguk sopan serta mengembangkan senyuman. Selanjutnya pria berkacamata itu melangkah ke arahku sambil menuntun Raka. Untuk meredakan kegugupan, aku berdeham pelan. “Maaf, tadi belum sempat mengucapkan salam. Saya langsung bermain dengan kakak Azka. Assalamualaikum, mama Azka!” “Oh, eh, assalamualaikum, Om Afgan!” Aku benar-b
LELAKI YANG DIKHIANATI AFGAN Azka dan Azkia membawaku pada kenangan masa lalu. Kenangan indah yang kini hanya ada dalam memori. Meski demikian, takkan pernah hilang ditelan waktu. Dua buah hatiku telah pergi akibat sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan seseorang yang bergelar ibu. Sosok manusia yang harusnya menjadi tempat mereka bermanja, nyatanya hanya monster perampas kebahagiaan sekaligus nyawa. Canda tawa dan keriangan di wajah-wajah polos itu serupa magnet yang membuatku sanggup menyisihkan waktu untuk dapat menemuinya. Di tengah segala kesibukan, aku mengupayakan satu hari saja untuk datang.. Pada hatiku dan hati keduanya seperti ada ikatan. Itulah mungkin yang dinamakan pengalihan rindu. Dengan begitu aku tak perlu lagi tidur mendekap dua foto wajah permata hati. * “Darimana kau?” tanyaku pada wanita yang jalannya selalu membusungkan dada. Bahu terbuka yamg menampilkan kulit seputih pualam itu menjengkit. “Bukan urusanmu!” ejeknya.
AFGAN Minum obatnya, Kak!” titah Alan, adik yang selama aku di rumah sakit jiwa dialah yang menjalankan roda perusahaan. Badannya sampai kurus saking lelah lahir batin. Setahun bukan waktu yang sebentar menanggung beban berat di pundak. Selain harus mengurus perusahaan, dia juga menahan sakit melihatku jatuh berguling-guling. Pastilah kavau pikiran dan hatinya. Untunglah ia memiliki istri sholehah yang mampu menjadi pendamping di saat suami susah. Aku juga punya adik perempuan yang tak henti memotivasi kakaknya ini. Di tengah kerepotannya mengurus bayi, tetap menyempatkan diri menjenguk. Katanya ia selalu datang membawa makanan kesukaanku. Entahlah, aku tak ingat. Orang tua kami sudah tiada, jadi hanya sesama saudaralah saling bahu membahu. Jika satu kesusahan, yang lain menyingsingkan lengan baju untuk membantu. Hanya aku yang memiliki pasangan durjana. Dua adikku dikaruniai pasangan luar biasa baiknya. Semoga akan langgeng selamanya. Aku mengambi
AFGAN Aku menerima uluran tangannya dan kami berjabatan dengan kuat dan erat. Pria ini sepertinya baik. Ia mungkin dulu pekerja handal. Mama Azka menyilakan kami untuk makan bersama. Wanita yang kutahu tak punya suami itu tampak berseri menyambut temannya. Tak sulit bagiku untuk tahu siapa mama Azka. Tinggal minta penjaga villa mencari informasi detil sudah langsung kudapat keterangannya. Kata bapak penjaga villa, namanya Rida, janda beranak dua. Di tempat ini baru tinggal sekitar tiga bulan. Hanya itu informasi yang diberikan penjaga villa. Bagiku sebagai awal perkenalan itu sudah cukup. Entahlah, pertama melihatnya, aku sudah merasa dia wanita baik, keibuan dan penuh kasih sayang. Jika dibandingkan dengan Cindy, mungkin akan jadi 180 derajat jauhnya. Mungkin akan ada harapan ke depan. Meski sepertinya sulit sebab pada binar matanya masih tersirat luka mendalam. Aku dapat memahami sebab pernah mengalami hal seperti itu. Kami makan di ter