Share

5

#VIDEO_SYUR_SUAMIKU

#PART_5

"Mbak Rumi?" Aku kaget saat melihatnya berada tepat di depan kamar hotel tempat aku menginap.

Bodoh memang, aku menginap di hotel yang sama saat dulu aku bertengkar dengan mas Hamdan. Hotel yang cukup jauh jaraknya dan aku selalu suka fasilitas hotel ini. Tentu saja mbak Rumi tahu aku ke tempat ini saat sedang mencari ketenangan. 

"Mbak boleh masuk, ya, San?" pintanya, sembari nyelonong masuk. Tanpa menunggu jawaban dariku. 

Aku menutup pintu, lalu mengikuti mantan kaka iparku yang sudah terlebih dahulu duduk di ranjang tempat aku tidur. 

"Ada perlu apa mbak kesini?" ucapku, sembari mengambil minuman dingin di kulkas kecil yang menjadi fasilitas hotel ini. 

"San, kamu jangan cerai sama Hamdan," ucapnya, tanpa memikirkan perasaanku. 

Aku menghela nafas panjang. 

"Sudahlah mbak, jodohku dengan mas Hamdan hanya sampai disini," ucapku, tanpa melihat ke arahnya. 

"Hamdan itu hanya masuk perangkat Rosa," jelas mba Rumi. 

"Apapun alasannya mbak, mereka sudah berhubungan. Dan aku tidak akan pernah bisa berbagi tubuh mas Hamdan dengan siapapun!" tegasku.

"Sekarang Hamdan dan Rosa di penjara tapi, mungkin mereka akan keluar lebih cepat karena orang tua Rosa dan Hamdan membayar jaminan," ujar mbak Rumi. 

Aku berdiri di sebelah jendela dan menatap jalanan dari atas gedung hotel ini. Langit mendung menandakan hujan akan turun siang itu. 

"Biarkan aku menenangkan hatiku mbak, tolong hargai perasaanku," jelasku lagi, tanpa menoleh. 

"Baiklah." Mbak Rumi bangkit lalu beranjak pergi. 

Aku biarkan ia pergi tanpa menahannya. Aku tahu, mbak Rumi sebenarnya wanita yang tegar. Ia memang pernah mengalami hal yang sama denganku, suaminya berselingkuh. Namun, ia memilih untuk memaafkannya. 

Alasannya karena anak-anak tapi, untuk aku yang masih belum di karuniai anak, aku memilih untuk menyerah dan pergi. Aku tak ingin memaafkan kesalahan yang sesungguhnya tidak bisa aku maafkan. Aku tidak mau, bersama dengan seseorang yang telah mengkhianati janji. Meski karena alasan terjebak atau apapun itu. 

Bagiku, jika saja ia berkomitmen dengan hatinya. Ia tak akan melakukan hal sejauh itu. Kini, aku tengah berusaha menata kembali hati dan hidupku. 

Bohong memang, jika aku katakan aku sudah membenci mas Hamdan. Hati kecilku masih sangat mencintai dia. Apalagi jika aku mengingat betapa berat perjuangan kami dulu bisa bersama. 

Akhirnya, aku harus menyadari. Cinta bukan satu-satunya alasan untuk tetap bertahan. Bukan aku sok jual mahal atau terlalu mengagungkan gengsi, hanya saja harga diri bagiku adalah nomor satu. 

Saat tubuhnya tersentuh wanita lain, tanpa sadar ia telah menginjak harga diriku. Dan aku benar-benar tidak sudi lagi untuk kembali. 

Jika mas Hamdan minta maaf, sesungguhnya aku bisa memaafkan tapi, jika ia meminta aku untuk kembali. Itu hal yang mustahil. 

Dari jendela kamar di lantai tiga puluh hotel ini, aku melihat rintik hujan membasahi kota. Mungkin alampun turut berduka atas nasibku. 

Aku kembali ke rencana awalku untuk bersiap menuju toko perhiasan. Setelah semua siap aku langsung menuju toko perhiasan yang sudah biasa aku kunjungi. 

Beberapa karyawan memang terlihat heran, karena aku menjual semua perhiasan pemberian mas Hamdan. Namun, beberapa ada yang terdengar berbisik membicarakan video mas Hamdan yang tengah viral tersebut. Aku segera menyelesaikan jual beli di toko perhiasan tersebut. Setelah semua beres, aku pergi ke bank untuk membuat rekening baru. 

Sebelumnya aku ambil semua uang di rekening lama untuk di masukan ke rekening baru, antisipasi saja jika mas Hamdan nantinya akan memblokir rekening milikku.

Dalam perjalanan ke hotel tempat aku menginap, aku melewati kantor tempat mas Hamdan bekerja. Di sebelah kantor terdapat hotel yang selama ini menjadi saksi bisu perjalanan zinah suami dan sahabatku. 

Aku menahan nafas sejenak, mengusap genangan air mata yang hampir jatuh menetes ke pipiku. 

Tak di sangka, aku belum bisa sepenuhnya melupakan mas Hamdan. Kemarin aku begitu tegar di hadapan semua orang tapi, nyatanya hari ini aku begitu rapuh saat mengingat semuanya. 

Bagaimana pun aku tetap wanita yang memiliki perasaan. Hatiku tetap sakit saat mengingat kembali semua kejadian yang menimpa ku. 

Segera aku menepis rasa gundah dalam hatiku, kemudian aku berpikir kembali untuk membeli sebuah apartmen. Dulu, aku punya seorang teman yang bekerja di bagian property apartmen. Namanya Rama, Segera aku cari nomor Rama di kontak ponselku. 

Nomornya masih aku simpan, meski sedikit ragu karena Rama pernah terlibat cinta segitiga dengan aku dan mas Hamdan. 

Aku masih ingat, dulu Rama pria yang baik. Yang selalu bisa membuat aku tersenyum saat aku tengah di rundung masalah. Saat ayah dan ibuku mengalami kecelakaan, Rama sempat menemani aku dan menguatkan hatiku. 

Namun, entah mengapa. Ia justru membantu mas Hamdan untuk mendekati aku. Entahlah, aku tidak ingin mengingat hal itu lagi. 

Perlahan aku ketik pesan dari aplikasi berwarna hijau itu. 

[Rama, ada waktu gak? Aku mau cari apartmen] 

Terkirim. 

Aku menunggu jawaban dari nya, meski centang biru masih belum nampak di aplikasi chatt milikku. Aku pikir, mungkin ia sibuk dengan pekerjaannya. Hingga aku memutuskan untuk pulang ke hotel tempat aku menginap. Setidaknya nanti Rama mungkin akan membalas pesanku. 

Saat sampai di kamar hotel, aku melihat kembali gawai yang masih tersimpan dalam tas. Ternyata satu notifikasi pesan dari Rama. 

[Baiklah, besok jam sebelas siang, di Cafe kesukaan kamu] 

[Ok!] 

Aku balas singkat pesan dari Rama. Mengejutkan, ia bahkan masih ingat Cafe kesukaanku setelah hampir dua tahun kami tidak bertemu. Semoga tidak ada perasaan canggung saat bertemu dengan dia nanti. 

🌸 🌸 🌸 🌸

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
itu rmh kenapa kmu tinggal kenapa kmu keluar dr rmh itu .kenapa g kmu usir Hamdan aja Sinta .jadi kmu g susah2 cari apartemen .biar Hamdan cari rmh lagi .
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status