Share

Unexpected Night | 02

Jazzy terdiam beberapa detik setelah mendengar suara berat yang sangat ia kenal itu. Ketiga temannya pun terdiam membuat Jazzy menggigit bibir bawahnya saat mencium aroma maskulin yang sangat tidak asing baginya. Ia melirik jam di lengan kanan, tidak mungkin Liam akan datang secepat ini dan tidak mungkin juga Liam berada disini.

“Jazzy, aku ingin ke toilet.”

“Aku ikut!” sambar kedua temannya secara bersamaan lalu meninggalkan Jazzy sendiri saat gadis itu akan berbicara.

“Ehem...”

Jazzy terdiam menelan ludahnya susah payah mendengar suara deheman itu, matanya terpejam dan memberanikan diri untuk membalikkan tubuh secara perlahan lalu kembali membuka kedua matanya. Ia menghembuskan napas saat melihat tubuh kekar di hadapannya yang terbalut dengan setelan jas berwarna hitam dengan kancing teratas dibiarkan terbuka. Kemudian, ia mengangkat kepalanya sedikit, pria itu menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Spontan ia tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putih.

“Hai...” sapa Jazzy.

Liam berdiri seraya memasukkan kedua tangan di saku celana. “Sore, Nona Addison,” kata Liam dengan suara rendah.

Jazzy tertawa renyah. “A-apa yang kau lakukan disini? Bukankah malam ini kau harus ke Houston?” tanya Jazzy mencoba mencairkan suasana agar tidak terlalu tegang berbicara dengan Liam. Dalam hati, ia berteriak seolah meminta tolong karena di hadapkan dengan kakaknya. Bagaimana bisa pria ini tahu keberadaannya? Jazzy terdiam kemudian berdecak mengingat Walt, pasti pria datar itu yang memberitahunya.

“Walt, aku akan membunuhmu,” gumamnya.

“Besok pagi.”

Jazzy kembali tertawa, kali ini sangat dibuat-buat. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal saat mendapatkan tatapan serius dari kakaknya.

Jazzy, kau berhadapan dengan Liam sekarang.

Jazzy melangkah maju, merapihkan setelan jas kerja Liam, mengancingkan kemeja atas kakaknya. “K-kau sangat tampan hari ini Liam,” pujinya, masih terus tersenyum lebar.

“Ini alasanmu menginap di Penthouseku?”

Jazzlyne langsung menggeleng cepat. “Tidak! Aku sudah izin ke Mom—”

“Menginap dan merindukan kakakmu ini? Seperti itu?” potong Liam seraya menatap adik perempuan satu-satunya.

Jazzy berdecak. Liam menggeleng pelan dan mengangkat tangan kanannya ke atas mengisyaratkan kepada pelayan untuk datang. “Tolong katakan pada Walt bawa mereka kembali ke rumahnya masing-masing, tidak ada pesta malam ini maupun seterusnya tanpa persetujuan dariku atau Alexander, mengerti?” jelas Liam, memerintah. Pria itu mengangguk paham kemudian berbalik meninggalkannya berdua dengan Jazzy.

“E-eh t-tunggu...”

Ucapan Jazzy terhenti melihat pria itu melenggang pergi dan saat ini tinggalah dirinya dan sang kakak di atas yacht ini. Liam mengeluarkan kartu dari saku jasnya dan menunjukkan pada Jazzy. “Ingat, semua akses sudah berada di tanganku, Jazzy. Dad mengantarmu kesini agar kau tak terus-menerus bermain dengan temanmu saat dia sedang bekerja dan disini aku menggantikan sosok itu untuk menjagamu.”

Jazzy memejamkan matanya, Bagaimana kau bisa lupa Jazzlyne! Jazzy merutuki kebodohannya. Ia kembali menatap Liam lemah walaupun sebenarnya ia begitu takut dengan tatapan Liam seperti itu, menyeramkan.

Jazzlyne langsung berdecak kesal. “Aku sudah dewasa, Liam. Biarkan aku bebas—”

“Usiamu belum genap 20 tahun, Jazzy. Aku tidak akan membiarkanmu keluar sendiri dan bergaul dengan orang yang tidak penting dan melupakan sekolahmu,” potong Liam.

Jazzlyne membelalak matanya. “Tidak penting? Oh ayolah, Mereka teman-temanku dan malam ini aku akan pergi untuk mengadakan pesta, Liam kau sudah berjanji padaku untuk menuruti apa yang aku minta,” ungkap Jazzy kesal dengan Liam yang selalu menahan jika Jazzy ingin keluar bersama teman temannya.

Rasanya ingin sekali mengumpat dan berteriak di depan Liam karena pria itu selalu mengekangnya kemanapun, Jazzy sudah dewasa dan malu pada teman-temannya karena Liam masih memegang penuh tentang hidupnya. Tapi ia sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan hal itu karena Liam seperti Alexander kedua, Jazzy tahu yang Liam lakukan agar dirinya selalu ada dalam penglihatan pria itu tetapi jika seperti ini, mau di letakkan dimana wajahnya nanti? Tidak mungkin jika pria itu terus mengantarnya kemanapun dan dilihaat oleh teman sebayanya, itu memalukan.

“Tidak dengan ini," lanjut Liam seraya berjalan ke arah belakang kapal. Sontak, Jazzy mengikuti langkah besar Liam dan terus merengek meminta agar Liam memperbolehkan Jazzy pergi.

“Liam?” gumam Jazzlyne memegang jari telunjuk Liam seraya menggoyangkannya.

“Hm?”

“Aku menyayangimu jadi biarkan aku...”

“Aku tahu,” jawab Liam singkat.

Jazzlyne menggandeng lengan Liam, menatap mata tajam kakaknya itu seraya tersenyum menaikkan kedua alisnya secara bersamaan. “Please...”

“Sudah gelap, masuk ke dalam.”

Jazzy menggeleng pelan. “Hanya untuk—”

“Jazzlyne Addison.”

Jazzy langsung terdiam, kali ini Liam serius dengan ucapannya dan juga tatapannya.

“Kau tahu bahaya diluar sana jika aku tak bersamamu?”

“Kau tahu jika kau adalah adikku satu-satunya? Kau tahu artinya?” tanya Liam kembali menatap Jazzy sambil menggoyangkan tangannya.

Jazzy mengangguk. “Kau mengkhawatirkanku karena aku anak perempuan satu-satunya dikeluarga Addison,” jawab Jazzy pelan tetapi masih bisa didengar oleh Liam.

“Seharusnya kau tidak seperti ini, Jazzy. Apa yang harus aku katakan pada Mommy jika kau tidak bersamaku? Apa yang harus aku katakan pada Daddy jika kau terluka nantinya? Bagaimana jika ada orang jahat mengetahui kau adalah adikku? Aku tidak ingin mengambil resiko, dunia tidak seindah yang kau bayangkan, Jazzy.”

Jazzy terdiam menunduk, selama seminggu Jazzy tinggal di Penthouse Liam, ini adalah kali pertamanya ia mendengar tuturan yang panjang dari kakaknya. Karena biasanya Liam hanya mengeluarkan kalimat yang singkat, tapi kali ini panjang dan terus menatap Jazzy dengan tatapan tajamnya. Jazzy hanya bisa memanyunkan bibirnya seraya memegang dan memainkan jari Liam dengan kedua tangannya.

“Kau bisa jawab pertanyaanku, Jazzlyne?” tanya Liam.

“Hm?” gumam Liam menggoyangkan tangannya agar adiknya menjawab pertanyaan itu.

Jazzy menggeleng pelan. “Maafkan aku,” gumam Jazzy pelan.

Liam menghela napas panjang melihat Jazzy yang terus memainkan jarinya menunduk takut. Seberapa marahnya Liam pada adiknya itu, ia tak akan pernah bisa membentaknya. Jazzy adalah anak perempuan satu satunya di keluarga Addison, sisanya laki laki dari anak Kezia Addison. Itulah mengapa Liam sangat mengkhawatirkan Jazzy.

“Aku memaafkan—”

Liam dan Jazzy menoleh dengan cepat, seorang gadis terjatuh dari kapal berteriak meminta tolong. “Liam seseorang terjatuh! Cepat! Dia tak bisa berenang, selamatkan dia cepat!” pekik Jazzy histeris mencoba mendorong tubuh kakaknya agar cepat sebelum gadis itu tenggelam.

Liam melepaskan jasnya, memberikan ponsel dan dompetnya pada Jazzy lalu melompat ke dalam laut sedangkan Jazzy, adiknya mengambil senter dan menyoroti lampu ke arah Liam. “Selamatkan dia!” gumam Jazzy khawatir.

Liam berenang masuk ke dalam air mencari sosok gadis yang terjatuh. Ia kembali berenang ke atas, mengambil napasnya dan meminta Jazzy untuk melemparkan senter yang ia pegang. Setelah mendapatkan senter itu, Liam kembali masuk ke dalam air mencarinya, menoleh ke kanan dan ke kiri tidak menemukan siapapun di dalam air, ia pun menyoroti lampu ke bawah dan—gotcha! Liam berenang ke bawah, menarik pinggang gadis itu membawanya naik ke atas. Terdengar Jazzy berteriak memanggil namanya, gadis itu berlari menuruni tangga setelah melihat dirinya keluar dari air bersama gadis.

Liam merengkuh pinggang dan menoleh ke samping melihat gadis itu tak sadarkan diri bersandar di bahunya. “Nona?” panggil Liam sambil menepuk pelan pipinya—kemudian Liam membawanya ke yacht, Jazzy membantu Liam mengangkat kedua tangan gadis itu sementara ia mengangkat pinggangnya hingga berbaring di atas kapal pesiar miliknya.

“Liam, apa dia masih bernapas?” tanya Jazzy panik.

Liam naik dan meminta pelayan untuk menyiapkan sebuah kamar kemudian beralih menghadap gadis itu, mengecek denyut nadi lalu meletakkan kedua tangannya di atas dada dan memompa jantungnya. “Nona, kau dengar aku?” panggil Liam terus memompa sementara Jazzy hanya duduk diam dengan jantung berdetak kencang melihat kakaknya berusaha untuk menyelamatkan gadis itu agar kembali bernapas.

Tak juga membuahkan hasil, ia kembali memompa dadanya dan hasilnya pun tetap sama. “Jazzy, tolong bawakan handuk kering, apapun itu, cepat,” perintah Liam. Ia mengalihkan pandangan dari kedua mata yang masih terpejam, tidak ada cara lain, jemarinya menjepit hidung, membuka rahang lalu menempatkan mulutnya ke mulut gadis itu memberikan udara ke paru-paru sebanyak dua kali hingga akhirnya sang pemilik bibir itu menyemburkan air yang masuk ke dalam mulut dan hidungnya. Liam segera memiringkan tubuh gadis itu ke samping agar air yang ada di dalam mulut keluar semua.

Gadis it uterus terbatuk dan kembali berbaring menatap Liam.

“Are you okay?”

Gadis itu mengangguk samar sedangkan Liam menggeleng. “No, you’re not,” katanya kemudian membopong tubuh gadis itu, membawanya masuk dan membaringkan tubuh basahnya ke atas ranjang setelah meminta kamar pada pelayan. Sementara Jazzy, gadis itu segera melepaskan pakaian gadis itu membuat Liam menggelengkan kepalanya, kenapa harus di hadapannya?

“Tunggu disini, Aku akan mengambil pakaian kering!” perintah Jazzy sebelum keluar dari kamar itu.

“J-jazzy—”

Liam menghembuskan napas melihat Jazzy yang selalu meninggalkannya disaat seperti ini, dimanapun itu adiknya selalu membuat Liam hanya berdua dengan seorang wanita. Ini bukan bercandaan Jazzy dan bukan saatnya untuk bercanda, Jazzy. Liam mengambil jas di atas sofa lalu menyodorkan jas miliknya pada gadis itu.

“Pakai ini.”

Gadis itu tak menjawab, ia pun melampirkan jas miliknya menutupi tubuh depan gadis bermata biru itu. “Terima kasih,” ucapnya, lirih, bergetar juga serak.

Liam mengangguk singkat, ketika ia hendak pergi tiba-tiba sebuah tangan menahannya, spontan Liam menoleh menatap gadis itu hanya terdiam, Liam menaikkan sebelah alisnya karena gadis itu tak kunjung berbicara. Sedetik kemudian, Liam mengerti apa yang maksud tatapannya.

“Adikku sedang membawakan pakaian kering untukmu.”

Gadis itu melepaskan cekalan tangan kemudian Liam menyeret kakinya masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari air laut. Tidak mungkin ia keluar dari kamar, melewati pelayan kapal dengan pakaian basah seperti ini. Liam melepaskan semua pakaiannya hingga tersisa boxer hitam yang melekat di tubuh. Kedua tangannya ia tempelkan ke dinding dan menundukkan kepala dengan mata yang dibiarkan terpejam menikmati rintikan air shower mengalir di tubuh kekarnya hingga ia merasakan kedua tangan menyentuh dada bidangnya dari belakang membuat matanya kembali terbuka.

“You shouldn't be here.”

༺♤༻

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Nadia Margaretha
kak kenapa teekunci semua gk bisa baca jadinya
goodnovel comment avatar
DENI HARTANTI
.........goood,,....
goodnovel comment avatar
ninda inda
Good story
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status