Share

BAB 6 | Tatapan Penasaran

"Gimana Jun Ki, kamu betah kuliah di sini?" tanya Ayah Lee Jun Ki saat sedang menyantap makan malam.

"Ya betah, bukan pertama kalinya aku sekolah disini." jawab Jun ki.

"Bagus, kamu belajar bahasa Indonesia dengan baik."

"Ayah, bukankah dia sudah lama tinggal di Indonesia? kenapa juga dia harus salah menggunakan bahasa Indonesia lagi?" adik Jun Ki yang biasa disapa Jung hee, ikut menanggapi.

"Karna dua tahun kemarin Jun Ki tinggal dikorea, bahasa Indonesianya jadi berantakan." jawab sang Ayah.

"Lagian Jun Ki gak mungkin gak betah lah yah, di sana kan banyak perempuan cantik." celetuk Jung hee seraya terkekeh.

Apa-apaan adiknya itu, Jun Ki bahkan tidak pernah memperhatikan para gadis di kampusnya. Yang penting baginya adalah, ia mempunyai teman yang bersedia mengingatkannya.

***

Semua orang tengah memperbincangkan video viral di sosial media. Termasuk Jun Ki dan kedua temanya.

Jun Ki tengah melihat video yang viral tersebut. Ia menggelengkan kepalanya. Kenapa lagu dangdut bisa seenak itu didengarnya? Apa karna penyanyinya bersuara indah?

"Cantik gak Jun?" tanya Bian saat melihat Jun Ki tengah menikmati video tersebut.

"Lumayan, Tapi aku lebih suka suaranya." jawab Jun Ki.

"Ck ck, Gimana caranya supaya gue terkenal juga ya? Supaya warga fesbuk tuh geger gitu, karna gue?"

Jun Ki menoleh mendengar ucapan bian. "Coba kamu upload foto, gayanya sepeti ini." Jun Ki memperagakan gaya menyilangkan dada sambil tersenyum, lalu diikuti Bian.

"Tapi telanjang."

"Hahaha ..." Sandi yang sedari tadi memperhatikan ke dua temanya, tertawa terbahak-bahak.

"Gila lu ya?" Bian menyesal mendengar saran dari Jun Ki. Bisa-bisanya teman Koreanya itu memberi saran nyeleneh.

Kalau gitu sih, Bian bukanya terkenal karna prestasi, malah kena bully.

Ketika semua mahasiswa memasuki kelas, itu menandakan dosen sedang di perjalanan menuju kelas. Namun Jun Ki dan beberapa temannya, masih saja bercanda ria. Hingga mereka tak sadar dosen sudah berdiri didepan mereka.

"Jun Ki, pindah! Tuh, di sebelah sana." Perintah sang dosen tanpa basa-basi.

"Baik pak." ucap Jun Ki seraya menundukkan kepalanya.

Tak disangka, Jun Ki berganti tempat duduk menjadi di sebelah Chaira. Dan perempuan yang di sebelah Chaira sebelumnya, bertukar menjadi di sebelah Sandi.

"Setiap mata kuliah saya, kamu disitu." perintah Pak Dosen lagi yang mau tidak mau, harus Jun Ki turuti.

Chaira menoleh ke arah Jun Ki, ya ampun, ujian macam apa ini? Chaira didekatkan dengan Oppa-Oppa Korea!

Dilihat dari dekat, Jun Ki memang tampan seperti artis Korea pada umumnya.

Huh, seharusnya Chaira tidak boleh memperhatikannya.

"Kira?"

Chaira menoleh, apakah barusan Jun Ki memanggilnya? Tapi, itu bukan namanya.

Kedua mata mereka bertemu, kini Chaira yakin Jun Ki memang memanggilnya.

"Kamu bawa pulpen lagi?" tanya Jun Ki pada Chaira.

"Ada." Chaira langsung memberikan pulpennya yang lain kepada Jun Ki.

"Pinjam dulu ya, aku lupa bawa."

"Iya, tapi jangan manggil kira dong emang namaku ragu-ragu apa?" sarkas Chaira.

Jun Ki terkekeh, "Kira-kira, aku harus panggil kamu apa?"

"Chaira, namaku Chaira!" tegas Chaira.

"Oke anak-anak, Bapak yakin semua yang ada disini akan menjadi pengusaha sukses. Nah, sekarang Bapak mau tanya, apa rencana kalian untuk mewujudkan hal tersebut? Jelaskan lebih spesifik!" perintah Pak Dosen. Lalu beliau menunjuk bangku ke dua terakhir, yang tak lain adalah Bian.

"Saya pak? Hmm ... saya mau membuat usaha Restoran ayam di luar negri!" ucap Bian dengan semangat.

"Restoran ayam apa?" tanya salah satu mahasiswa yang duduk didepan bangku bian.

"Banyaklah ... ayam bakar, ayam goreng, ayam rebus, ayam ungkep, ayam geprek, ayam suir, pepes ayam, hmm..." celoteh Bian, seolah membayangkan makanan yang disebutnya.

"Kamu lapar?" celetuk Jun Ki tiba-tiba, yang disambut tawa oleh teman-temannya.

"Sudah, sudah. Kalau kamu mau menjadi pengusaha seperti apa Jun Ki?" tanya Pak Ilham pada Jun Ki.

"Aku mau mendirikan perusahaan properti pak." jawab Lee Jun Ki, lalu semua teman-temannya bertepuk tangan.

"Bagus! Kalau kamu Seno?"

"Saya mah mau jadi investor sukses aja pak!"

"Kamu." tunjuk Pak Ilham, kali ini pada seorang perempuan.

"Saya ingin mewujudkan mimpi semua orang pak!"

"Apa itu?"

"Pertama, saya mau bergabung dengan perusahaan indom*e, saya akan membuat kemasan satu setengah mie, selain itu, saya juga mau membuka restoran mie, dengan rincian semua rasa yang Indom*e ciptakan di bungkus mie."

"Waahh ... lo bener-bener mewujudkan mimpi gue jeng! Inget ya, nanti, gue akan menjadi pelanggan pertama di restoran lo." ujar Bian dengan lantang.

Sang Dosen hanya tersenyum mendengar cita-cita mahasiswanya, tak lama setelah obrolan hangat itu, Pak Ilham melanjutkan dengan pelajaran.

Usai kuliah dari Pak Ilham, Jun Ki kembali ke tempat sebelumnya untuk melanjutkan mata kuliah yang lain. Sebelum itu, ia meminta bertukar tempat lagi pada Ratna.

"Ratih!"

"Siapa Ratih?" Ratna heran kenapa Jun Ki menghampirinya namun dengan nama yang salah.

"Haha, namanya Ratna Jun ki ..." ucap Sandi seraya terkekeh.

"Maaf, Ratna, tuker tempat lagi."

"Oke."

Bian yang tadi duduknya ditukar juga, memilih bertukar tempat kembali.

"Paha mulus, kaki buriq!" seraya bersiul, Bian memindahkan tasnya ke tempat duduk semula.

Ajeng menepuk lengan Bian sambil tertawa. "Hahaha ... brisik!"

"Apaan lu? Ngerasa ya?"

"Enak aja lo! Liat nih, kaki gue gak buriq sorry ya ... wlee ..." Ajeng memperlihatkan kedua punggung kakinya yang lumayan mulus, lalu memeletkan lidahnya meledek Bian.

"Dih, hampir buriq itu!"

"Eh eh, Mrs.Hana gak masuk!" Semua bersorak mendengar salah satu Dosen cerewet itu tidak datang. Yang artinya, Kinanti akan menjadi pengganti sementara untuk menghadiri kelas.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Kinanti adalah Asisten Dosen yang sangat cantik dan supel. Sehingga, banyak mahasiswa yang menantikan dibimbing olehnya.

"Siang adik-adik.."

***

Pelajaran usai.

"Kinanti tuh cakep banget tau! Jauhlah, sama mantan gue." ujar Sandi, saat Kinanti meninggalkan kelas.

"Iyalah, Kinanti mah bening dari lahir." timpal Bian.

"Kalo mantan gue?"

"Bening dari pagi." celetuk Jun Ki.

"Haha kalo udah siang, keliatan aibnya." Bian tertawa puas seraya mengacungkan jempolnya pada Jun Ki.

"Bagus Jungki! Hahaha ..."

"Haha, kurang ajar lo!" timpal Sandi.

"Paha mulus, kaki buriq!" sudah pasti, ini Bian yang mengatakannya.

Jun Ki sampai terheran-heran, kenapa Bian begitu menyukai kata-kata itu.

"Itu sangat vulgar." Gumam Jun Ki yang terdengar oleh ke dua temanya, Mereka sedang di perjalanan pulang.

"Vulgar apaan? Tau apa lo?" tanya bian.

"Nih ya, kata-kata itu, sangat bagus sekali Jungki." lanjut Bian mencoba mengikuti Jun Ki berbahasa baku.

Tiba-tiba Jun Ki memanggil seseorang

"Chaira!"

***

restianiastuti48

jangan lupa komen dan berlangganan ya!

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status