Tanpa kusadari, aku tertidur.
Namun saat aku bangun, keadaan sudah gelap.Kepalaku berdenyut nyeri dan seluruh tubuhku terasa sakit. Paman George memukulku dengan membabi buta.Perutku sangat lapar dan kerongkonganku terasa kering.Aku terpaksa keluar dari kamar untuk membeli makanan. Bagaimanapun aku harus punya tenaga untuk menghadapi drama mereka. Ketidak adilan ini harus kulawan. Walaupun aku menumpang, aku mengeluarkan tenagaku untuk membantu mereka mengerjakan pekerjaan rumah setelah pulang kuliah.Kupelankan langkahku saat kudengar suara Lily. Kenapa dia tidak pulang ke rumah David? Bukankah David ingin bersama Lily setelah mendepakku ke rumah ini?"Kenapa masih menampungnya? Aku ingin menggunakan kamarnya sebagai tempat penyimpanan koleksi gaun mahalku." Suara Lily terdengar jelas karena pintu kamarnya tidak tertutup sepenuhnya."Sabar, Sayang. Kita masih membutuhkannya." Bibi Amanda berusaha menenangkan Lily.Membutuhkannya? Maksud mereka, membutuhkanku? Tapi untuk apa?"Apalagi sih alasannya, aku sangat jijik dengannya. Aku tidak punya muka jika teman-temanku mengetahui jika gembel itu adalah sepupuku." Lily menghinaku.Aku mencoba tersenyum saat teman-temannya Lily menghinaku. Dia pikir, aku suka berada di tengah-tengah mereka saat aku diperkenalkan sebagai pembantu."Kau pikir, Mama tidak jijik. Setiap makan bersama, dia memakan apa pun yang terhidang di meja hingga bersih. Tak sebutir pun nasi yang tersisa." ucapan Bibi Amanda semakin membuat hatiku ngilu.Nenek mengajarkanku untuk tidak menyisakan makanan yang berada di piringku. Karena di luar sana banyak orang yang kelaparan."Mama tidak melihat saat aku memberikannya baju-baju mahalku padanya. Wajahnya seperti orang gila yang mendapatkan kejutan. Sungguh sangat muak aku melihat senyum anehnya." ucap Lily.Potongan model baju bekasnya Lily yang vulgar membuatku tidak nyaman. Aku menerimanya agar Lily merasa senang karena aku menghargai niat baiknya. Dia pikir, aku suka memakai pakaian seperti seorang jalang?"Sudah-sudah, kalian jangan ribut. Kita masih membutuhkan dia. Sebelum dia tanda tangan." ucapan Paman George membuatku terkejutTanda tanganku? Apa maksudnya ini? Rasa penasaranku semakin menjadi setelah mereka tidak lagi membahas masalah tanda tangan. Hatiku tidak tenang, dan membuat kakiku bergerak mendekati kamarnya Lily. Dengan tangan yang bergetar, aku membuka pintu kamar sepupuku itu.Brak!"Tanda tangan apa? Kenapa kalian menginginkan tanda tanganku. Tidak cukupkah kalian mempermainkan hidupku? Menumbalkanku menikah dengan David lalu memfitnahku. Sekarang kalian masih merencanakan hal buruk padaku?"Mereka bertiga terkejut, mungkin mengira diriku akan pingsan sampai esok hari.Bibi Amanda mendekatiku dengan senyum palsunya. "Ana sayang, kau sudah sadar? Apakah lukamu sudah baikan, bagaimana kalau kita ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanmu?"Jika dulu hatiku akan tersentuh dengan kata-kata lembut Bibi Amanda. Tapi sekarang berbeda, aku muak, aku benci dengan topeng kepalsuan yang ia tunjukkan padaku.Melihat aku tidak bereaksi, Lily menyipitkan matanya. "Ma, cukup, Mama tidak usah berakting lagi. Aku tebak gembel itu sudah mendengar percakapan kita tadi.""Gembel?" Aku berdecih. "Gembel menjijikkan yang kalian butuhkan tanda tangannya? Hahaha," aku tertawa hingga air mataku mengalir. Kutatap mereka satu-persatu hingga mereka kebingungan."Apa yang kau tertawakan?" Bibi Amanda bertanya."Orang yang kalian sebut gembel ini tidak akan menandatangani apa pun."Ketiganya jelas terkejut. Bibi Amanda bahkan hendak memukulku lagi.Namun, Lily tiba-tiba memberi kode kepada kedua orang tuanya agar meninggalkan kami berdua. "Ma, Pa, keluar sebentar. Biar aku saja yang bicara dengan Ana," ucapnya.Dengan lembut, sepupuku itu berkata, "Ana, maafkan aku. Sebenarnya aku tidak terlibat dengan semua ini. Aku dan David saling mencintai. Mana mungkin aku mangkir dari pernikahan impianku. Ini semua adalah usul Papa dan Mama. Aku pun tidak bisa menolak untuk mematuhi rencana mereka." Lily memegang kedua tanganku dengan tatapan sedih.Hanya saja, aku tidak akan tertipu untuk kesekian kalinya.Sifat Lily ini sudah sangat kuhapal. Apalagi setelah mendengar alasan dari mereka untuk masuk dalam drama pernikahanku dengan David.Melihat ekspresiku yang tetap datar, wajah Lily sontak berubah masam setelah beberapa menit aku tidak bereaksi. Ia lalu nenghempaskan kedua tanganku. "Ana, jangan mulai kurang ajar kau!"Aku pun tersenyum tipis, Lily tidak sabar membujukku dan langsung terlihat sifat aslinya."Kau lupa jika selama ini kami yang menghidupimu? Kau seperti anjing kumuh yang kami tolong. Setelah kami rawat, kau malah menggigit kami?! Sudah seharusnya kau balas budi.""Aku tinggal di sini tidaklah gratis. Aku bekerja di luar dan mengerjakan pekerjaan rumah layaknya pembantu. Jadi aku tidak berhutang kepada kalian," balasku. Lily salah jika aku akan diam saja kali ini."Baiklah, tak mengapa kau tidak mau menandatangani kertas ini. Karena nilai harta atas tandatanganmu tak sebanyak harta dari keluarga Walles."Deg!Rupanya aku tidak salah dengar! Mereka menampungku karena mengincar warisan bagian ayahku dari nenek. Tanda tanganku untuk membuat mereka berhak mengambil bagian ayahku dengan persetujuanku.Melihat wajah licik Lily, aku merubah keputusanku tentang pernikahanku dengan David. Mulanya aku ingin bercerai setelah perlakuan kasar David padaku pagi ini. Tapi sekarang, aku ingin bermain-main dengan Lily sebelum aku bercerai dengan David."Oh ya, kau lupa siapa yang sudah resmi menjadi Nyonya Walles?"Lily langsung melotot, melihatku dengan tatapan tajam. "Hai gembel, jangan bermain-main denganku. David hanya mencintaiku!""Hahaha," aku tertawa. Aku tidak tahu alasan Lily dengan membuatku menikah dengan David, padahal Lily menginginkan David menjadi miliknya. Tapi sekarang, aku tertarik untuk menjadi istri sementara David."Kau lupa, di sertifikat pernikahan, akulah istri sah David menurut hukum dan agama? Kau hanyalah seorang kekasih yang tidak bisa memiliki David secara hukum. Itu artinya kau hanyalah seorang wanita simpanan dan aku adalah istri sah.""Kau menandatangani sertifikat pernikahan itu?" Lily bertanya setengah membentak."Tentu saja, aku akan rugi kehilangan kesucianku jika aku tidak menikah resmi dengan David.""Kau …" Lily ingin menamparku. Tapi aku dengan sigap menghindar darinya. Cukup sudah penderitaanku karena kelicikan Lily dan kedua orang tuanya. Kini saatnya aku mengambil langkah melawan mereka."Dasar gembel, anjing jalanan! Hidupmu akan sengsara karena telah melawan kami." Lily mengumpat setelah aku keluar dari kamarnya lalu meninggalkan rumah yang sudah menampungku beberapa tahun ini.Aku berjalan tak tentu arah sambil memikirkan alasan apa agar David tidak langsung menceraikanku.Lelah berjalan, aku menghubungi Mary, teman baikku saat di sekolah. Namun berkali-kali aku menekan kontak namanya di ponselku, tidak ada jawaban di sebrang sana. Mungkin karena Mary sedang sibuk dan dia tidak tahu jika aku telah menikah kemarin."Sial!" Aku memutuskan masuk ke sebuah bar yang berada di hadapanku. Suasana yang ramai tidak bisa memberikan ketenangan yang aku inginkan. Hatiku sakit dan syok atas kenyataan yang baru saja menimpaku. Aku dijebak untuk menikah dengan laki-laki yang tidak mencintaiku.Aku pun langsung duduk di meja bartender. Aku akan minum untuk melupakan kerumitan hidupku."Martini," ucapku sengaja mengorder minuman beralkohol dengan kadar tinggi.Bartender itu mengernyit sambil menatapku dari atas ke bawah.Sepertinya, ia pikir aku tak bisa membayarnya.Kuletakkan lembaran uang di meja bartender. "Aku punya uang untuk bayar," ucapku."Baik, Nona." Bartender itu tersenyum lalu menyodorkan segelas cairan yang berwarna cokelat keemasan.Hanya saja, tidak berapa lama, kepalaku langsung pusing setelah menghabiskan satu gelas martini. Semuanya terlihat kabur dan wajah bartender di hadapanku berubah menjadi dua."Nona, Nona, Anda baik-baik saja?" Suara bartender itu seperti suara lebah yang berdengung di telingaku."Adakah nomor yang bisa saya hubungi untuk menjemput Nona?"Aku mengeluarkan ponselku lalu memberikannya kepada bartender itu--membiarkannya menelpon siapa saja di kontakku."Halo, Tuan Walles. Nona yang mempunyai ponsel ini sedang mabuk di bar kami. Dia tidak bisa pulang karena keadaannya sangat mabuk."Hah!Aku tak mengira jika bartender itu akan menghubungi nomornya David!Suara bartender itu langsung terdiam. Aku bisa pastikan jika David menutup panggilan telepon itu tanpa mau mendengar maksud tujuan si penelpon."Hahaha," tawaku miris, "Mana mungkin dia mau datang ke mari, dia pasti sedang sibuk dengan Lily, kan?" Cukup lama aku berada di sana.Hanya saja, suara berat dari belakang membuatku terkejut."Di mana dia?"Itu suara David, dia datang untukku. Tapi ... mengapa? "Memalukan!" Aku mendengar David menggerutu. "Ya, aku memang memalukan." Mungkin karena aku mabuk, aku punya keberanian untuk membalas kata-kata David.Namun tiba-tiba saja tubuhku terasa melayang di udara. Ternyata David memanggulku di pundaknya."Bruk!" Tubuhku dilempar ke dalam mobil. Setelah itu David mendekatiku. Embusan napasnya menyapu wajahku. Wajah tampan itu adalah milikku. David telah menikahiku, kami suami istri. Bagaimanapun sikapnya tadi pagi, tidak membuatku bisa membencinya."Jangan berharap bisa memikatku, Ana." ucap David setelah memasang sabuk pengaman untukku. Ter
Aku dan Mary langsung membuka mulut lebar-lebar mendengar ucapan David. Istri nakal? Apa maksudnya ini? Bukankah David ingin bersama Lily dan ingin menceraikanku? Seharusnya ia bahagia karena aku tidak kembali ke rumahnya yang membuat drama atau menuntut harta gono-gini. Tapi sekarang kenapa ia datang menjemputku?"David Walles!" Mary berteriak lalu berdiri di hadapanku. Tubuh Mary yang tinggi seakan melindungiku dari David."Tidak akan kubiarkan kau menyakiti temanku. Suami macam apa kau yang telah membuat istrinya masuk rumah sakit? Selama lima hari ini kau pergi ke mana? Jangan sok perhatian di hadapanku. Itu tidak akan mempan untuk mengelabuhiku." Mary mendongakkan wajahnya, menantang David."Ini urusan rumah tangga kami, kau tidak berhak ikut campur. Bisnis perusahaan Walles saat ini sedang sibuk. Dan saya bekerja keras karena saya ingin memberi nafkah yang layak untuk istri saya.""Minggir, sebelum saya berbuat kasar," ucap David lagi. Kali ini, dia bahkan mendorong tubuh Mary
"Well, David laki-laki yang berkuasa. Jika dia ingin menyelidiki hidup kekasihnya, tidaklah aneh. Kenapa kau marah padaku?"Kulihat wajah Lily merah padam. Sepupuku itu berjalan cepat ke arahku lalu ia berteriak kesakitan."Arrgh! Kenapa kau melakukan ini Anna?" ucapnya mendadak."Lily, apa yang kau lakukan?" Aku terkejut saat Lily menabrak tubuhku lalu tangannya mengeluarkan banyak darah."Jangan kau pikir bisa merebut David dariku setelah membuka aibku," bisik Lily tersenyum sebelum menjatuhkan dirinya di hadapanku."Tolong, tolong, pembunuhan!"Aku kaget saat petugas kebersihan berteriak sambil menunjuk ke arahku.Jangan-jangan, dia mengira aku yang berusaha membunuh Lily?"Tolong, ada pembunuhan." Wanita berseragam petugas kebersihan itu menjerit lebih kencang sehingga menjadi pusat perhatian banyak orang.Tiba-tiba saja banyak orang mengelilingiku dan menatapku dengan tatapan benci."Aku tidak bersalah. Dia melukai dirinya sendiri lalu berpura-pura." Aku mencoba membela diri."Aku
Saat kubangun, aku sudah berada di sebuah rumah sakit. Dilihat dari desain interior yang mewah, aku memastikan jika rumah sakit ini adalah rumah sakit bonafit. Tapi, bukankah aku berada di dalam penjara dan David sangat marah padaku. Jangan-jangan … tapi rasanya tidak mungkin jika laki-laki yang berstatus sebagai suamiku itu yang telah membawaku ke sini. Walaupun aku berharap demikian."Suster, ini rumah sakit apa?" Aku bertanya kepada seorang suster jaga yang tiba-tiba datang memeriksa tekanan darahku."Rumah sakit Wales, Nona."Hah, apa? Kenapa di sini? Jadi mungkinkah David yang membawaku ke sini? Aku mulai sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan telah terjadi."Mm, Suster. Kalau boleh tahu, siapakah yang membawaku ke sini?"Suster itu mencatat tekanan darahku lalu menoleh padaku. "Tuan Wales yang membawa Anda ke mari, Nona.""Maksud Suster, David Wales. David Wales dari keluarga Wales?" Aku ingin memastikan agar aku tidak salah paham."Benar, Nona. Tuan David Wales, pew
Setelah aku keluar dari rumah sakit, nenek Lucy membawaku pulang ke rumahnya. Ia beralasan jika tidak tega membiarkanku hidup di luar sana karena baru saja mengalami dehidrasi.Aku pun setuju dengan ajakan nenek Lucy karena aku memang merindukan seseorang yang masih keluargaku untuk berada disampingku di saat aku merasa kesepian.Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama setelah kedatangan Paman George dan Bibi Amanda. Mereka tiba-tiba datang ke rumah nenek Lucy karena ingin menggagalkan niat nenek Lucy untuk menagih janji kepada kakeknya David soal perjodohan antara kedua keluarga.“Kalian ada apa lagi datang ke sini?” tanya nenek Lucy tidak senang.“Bi, dengarkan aku dulu tentang perjodohan antara Ana dan David. Itu tidak boleh dilaksanakan karena mereka tidak saling mencintai. Lagipula Ana tidak mempunyai kelakuan yang cukup baik. Apakah Bibi tidak takut jika Ana mempermalukan keluarga kita setelah menjadi menantu sah dari keluarga Wales?” ucapan paman George berapi-api.“Benar, B
Setelah dua hari di rumah nenek Lucy. Aku pun kembali beraktivitas seperti biasa. Aku mulai mengerjakan tugas-tugasku di sebuah perusahaan desainer interior yang sudah beberapa minggu ini aku jalani.Seperti biasa setelah selesai melakukan tugasku. Aku pergi ke sebuah tempat makan untuk mengisi perutku yang lapar. Namun aku terkejut saat seseorang membekap mulutku dari belakang lalu menyeretku naik ke dalam mobil. Ketika aku ingin berusaha melepaskan diri dari orang tersebut, tiba-tiba saja sebuah suara yang sangat aku kenal berbicara.“Begini caranya menjadi seorang istri yang bertanggung jawab?”“David, apa yang sedang kau lakukan?”David menatapku dengan tajam. Mata hitamnya bertambah gelap saat menatapku.“David, kau memanggil suamimu hanya dengan panggilan nama?” Kali ini David menggeram setelah mengatakan hal itu.“David, sebenarnya apa yang kau mau?”“Jangan berpura-pura. Kau pasti tahu apa yang aku mau.” David menekan tubuhku ke bawah lalu mengatakan; “seharusnya kau panggil ak
Setelah pengesahan pernikahan kami di departemen pernikahan negara aku langsung menghubungi Marry dan kebetulan teman baikku itu juga dalam keadaan bebas tanpa tugas dari pekerjaannya.“Jadi kau dan David sudah mengesahkan pernikahan kalian?” tanya Marry dengan antusias.“Ya, kami baru saja mengesahkannya.” jawabku singkat.“Kenapa nada suaramu terdengar tidak bahagia begitu, Ana?”“Aku tidak yakin dengan keputusan ini. Kau tahu kan jika perasaan David masih sama. Dia hanya mencintai Lily. Sedikit pun tidak ada aku di hatinya.”“Well, lupakan dulu masalah itu. Malam ini kita bersenang-senang dulu. Ayo aku traktir makan sepuasnya. Bagaimanapun, untuk melawan David dan Lily, kau butuh energi yang cukup.” Mary ingin menghiburku.“Benar, life must go on. Aku harus kenyang sebelum menghadapi drama mereka yang sering datang tiba-tiba.”“Ayo,” ajak Mary sambil menggenggam tanganku.Kami pun masuk ke restoran ‘all you can eat.’ Marry bilang jika dirinya mempunyai kartu diskon dua puluh persen
Kumatikan panggilan telepon itu karena aku tidak kuat mendengar desahan mereka berdua. Biarkan saja mereka berlaku sesuka hati mereka. Aku sudah tidak peduli.***Satu bulan sejak kejadian tersebut, David tidak pernah muncul di hadapanku atau menghubungiku melalui ponsel. Aku pun hidup tenang tanpa harus berdrama dengan David dan Lily.“Kau ada di mana?” Suara Mary sangat berisik di ujung telpon sana. Ia tahu jika hari ini aku akan menerima gaji pertamaku.“Hei, Ana, kau dengar suaraku, kan?” Mary setengah berteriak.“Iya, Mary. Aku dengar dan aku ingat jika hari ini aku harus mentraktirmu.”“Hehehe, oke, aku tunggu di Mal Orizon. Tepatnya di depan restoran ramen. Aku tidak sabar untuk menghabiskan satu mangkuk jumbo ramen kesukaanku.”Aku pun tertawa mendengar suara decakan lidah Mary yang terdengar keras di ponsel. Memang sudah lama aku ingin mentraktir sahabat baikku itu untuk makan di restoran. Mary sangat baik dan sering mentraktir makanan enak di restoran. Jadi hari ini adalah ha