“Untuk kesekian kalinya, aku minta maaf pada kalian.” Alexander membuka pembicaraan. Duduk di meja kerja sembari menatap anak-anak di hadapannya bergantian.
Queen duduk di antara Rafael dan Joshua. Ia memenuhi undangan Alexander untuk mendengarkan lelaki itu menyelesaikan permasalahan.
“Rafael dan Joshua, Papa ingin kalian mengakhiri permusuhan. Cukup sampai di sini. Jangan ada yang menjadi korban untuk kesekian kali.”
“Tidak semudah itu,” bantah Rafael.
“Rafael, jangan bersikap egois. Kau boleh membenci Papa, jika kau ingin membalas dendam, hancurkan Papa, karena Papa awal mula kejadian ini. Papa akui, Papa yang salah.”
“Harusnya Papa mengatakan itu di depan Mama.”
“Raf, bukankah setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf dan dosa? Pun denganmu yang pernah dengan tega membatalkan pernikahanmu dengan Queen, lalu tanpa perasaan berusaha menggugurkan bayi di kandungan Queen.”
“Aku menyesal, Pa.”
“Kau pernah salah langkah, begitu pu
Queen menarik selimut, menutupi tubuh polosnya hingga ke ujung dagu. Meringkuk di ranjang hotel yang empuk, sembari menahan perih di antara kedua pahanya. Sudut matanya melirik pria bertubuh tinggi tegap yang tengah mengancingkan kemeja bercorak garis hitam dan putih."Tuan ... Rafael ...," lirih Queen, suaranya terdengar gemetar.Rafael menoleh sebentar. Setelah semua kancing terpasang dengan rapi, ia mengambil sesuatu dari balik saku jasnya. Menuliskan nominal seratus lima puluh juta rupiah, lantas membubuhkan tanda tangan di sana."Anggaplah malam ini tidak pernah terjadi. Jangan sampai ada yang tahu, apalagi sampai terendus media." Rafael berucap tegas, tidak ada keraguan sedikit pun.***Ya, aku memang bodoh. Tidak seharusnya aku terjatuh ke dalam
"Masuklah, Queen. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri." Joshua membuka pintu, sementara seorang gadis berambut panjang berjalan membuntutinya."Thanks." Queen mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan.Sejak turun dari mobil milik Joshua, Queen sudah berdecak kagum melihat rumah klasik bergaya Eropa. Bangunan mewah berlantai tiga dengan pilar-pilar kokoh itu milik keluarga Alexander, ayah Joshua. Seorang pengusaha sukses yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari perhotelan, penerbangan, hingga pertambangan."Duduklah. Mau minum apa?""Jo, aku tidak bisa lama-lama di sini." Queen memperingatkan."Aish ... jangan sungkan. Tenang saja, Mom dan Dad sedang tidak di rumah.""Bukan itu, tapi Mama tidak suka melihatku pulang terlalu malam.""Queen, harusnya kau protes pada ibumu. Umurmu sudah dua puluh dua tahun, bukan bayi lagi.""Jo!"Joshua terkekeh, mengempaskan pantat di atas sofa, tepat di samping Queen. "Aku berca
Sial! Berkali-kali Queen merutuk dalam hati. Siapa arsitektur yang mendesain rumah milik keluarga Alexander? Kenapa harus dibuat semewah dan serumit ini? Apa sebelumnya mereka tidak mempertimbangkan jika rumah sebesar ini bisa membuat orang baru tersesat?Queen menghela napas kasar. Ia menghentikan langkah, lantas menatap lukisan burung merak di dinding sebelah kanan. Beberapa saat lalu, ia melihat lukisan serupa, begitu pula dengan meja kecil di sudut ruangan. Tiga pot kaktus kecil tertata rapi di meja. Artinya, sejak tadi Queen hanya memutari rumah ini. Queen tersesat dan tidak tahu di mana jalan keluarnya.Seharusnya Queen membiarkan Joshua mengantarnya pulang, setidaknya sampai di pintu gerbang. Ia bergegas mengambil ponsel dari saku celana, lalu mendial nomor Joshua. Sialnya, Joshua mengabaikan panggilan Queen. Barangkali pria itu tidak mendengar dering ponselnya.Queen memutuskan melanjutkan langkah tanpa Joshua. Ia berharap bertemu dengan seseorang yang bisa
Queen menggigit bibir bawahnya, lantas memalingkan wajah. Sebenarnya, Joshua pernah melakukan hal semanis ini, tetapi Queen merasa itu biasa. Akan tetapi, ketika pria asing bernama Rafael melakukan hal yang sama, Queen justru merasakan efek besar di dalam dirinya.Terlebih saat Rafael mengatakan kalimat terakhir. Ada perasaan membuncah di dalam hati Queen, lantas berefek pada kedua pipi yang memanas. Ah, sebesar itukah daya tarik yang dimiliki Rafael?Tidak! Queen tidak boleh terpengaruh. Pria mesum seperti Rafael sangat berbahaya. Ingat kalimat pertama yang terlontar dari mulut pria itu saat bertemu dengan Queen? Hem ... typical pria mesum yang senang bergonta-ganti pasangan."Kau semakin terlihat cantik dengan pipi merona seperti itu."Queen memalingkan wajah, lalu melanjutkan langkah yang tertunda. Ucapan-ucapan Rafael semakin membuat Queen melambung tinggi. Terdengar manis seperti madu, tapi Queen yakin jika sebenarnya pria itu sudah mencampurkan
Rafael meletakkan ponsel di atas meja. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas, menampakkan sebuah kepuasan. Puas karena merasa berada di atas angin. Sebentar lagi, kelincinya akan takluk di dalam genggaman."Kau tersenyum seperti orang yang sedang jatuh cinta." Teman Rafael yang bernama Aldric, berkomentar."Jatuh cinta? Jangan konyol." Rafael menghirup aroma kopi di dalam cangkir, lantas menyesapnya. Menikmati perpaduan antara rasa manis dan pahit yang membasahi tenggorokan."Kau benar-benar tahu jika gadis itu sedang memeluk jas dan menghirup aroma tubuhmu?""Aku hanya menebaknya. Gadis polos seperti dia persis seperti buku yang terbuka, setiap lembarnya mudah untuk dibaca. Permainan segera dimulai.""Aish ... dasar serigala!" Aldric menggeleng-gelengkan kepala, tidak menyukai kelakuan sahabatnya. "Sebaiknya kau pikirkan lagi, dia tidak pantas menjadi korban hanya karena dia gadis yang dicintai adikmu.""I don't care. Toh Queen tidak sep
Tuan PemaksaHai, Nona Manis. Aku akan menjemputmu tepat jam 7 malam. Di mana aku harus menjemputmu? Di rumah? Di toko roti?Queen membanting ponselnya ke atas meja. Apa ia harus memblokir nomor Rafael agar Tuan Pemaksa itu tidak bisa menghubunginya lagi? Ah, bukan pilihan tepat. Itu justru akan membuat Rafael bertindak semaunya sendiri.Lagi-lagi terdengar bunyi beep dari ponsel. Rafael tidak mudah menyerah. Apa sebenarnya tujuan Rafael mendekatinya? Karena tertarik? Queen menggeleng, tidak mungkin. Pria seperti Rafael tidak akan menyukai gadis polos seperti Queen.Tuan PemaksaTidak dibalas? Oke, aku akan menjemputmu di toko. Jika kau tidak menungguku di sana, aku akan datang ke rumahmu. Bertemu dengan calon ibu mertua bukanlah ide buruk.Gila! Apa kata Maura seandainya pria asing datang ke rumah untuk menjemput putrinya? Terlebih pri
Queen menahan napas saat Rafael menyentuh sisi lehernya. Sentuhan ringan itu membuat syaraf-syaraf tubuhnya menegang. Baru kali ini ada lelaki yang berani menyentuh Queen secara intens. Ah, perasaan macam apa ini, desiran di dalam darahnya terasa begitu asing.Di saat Queen masih sibuk memikirkan gejolak di dalam dirinya, tanpa diduga Rafael menunduk dan wajahnya semakin mendekat dengan Queen. Lantas, pria itu dengan lancang mengecup bibir gadis di hadapannya!Queen terbelalak. Ciuman pertamanya! Direbut secara paksa oleh lelaki brengsek yang tidak disukainya! Rafael kurang ajar! Refleks, Queen mendorong Rafael, lalu melayangkan tinju ke wajah pria itu.Rafael yang tidak menduga akan mendapat serangan mendadak, mundur selangkah sembari memegangi pipi. Luapan gairah beberapa saat lalu, digantikan rasa nyeri di wajahnya. Damn!Ternyata Queen bukan hanya polos, melainkan juga liar! Di saat semua wanita berebut ingin mendapat ciuman Rafael, Queen justru
Queen menghela napas kasar, menekan button pause di layar laptop. Drama Korea yang sedang ditonton sangat membosankan. Ah, bukan drama yang membosankan, tapi kissing scene yang membuat Queen jengkel. Demi apa, keromantisan itu mengingatkan Queen pada ciuman Rafael.Refleks, Queen menyentuh bibir. Seharusnya, ia memberikan ciuman pertamanya pada lelaki yang ia cintai, bukan pria asing yang menyebalkan. Sudah dua hari sejak peristiwa itu terjadi, dan untungnya Rafael tidak pernah mengganggu lagi. Barangkali pukulan di wajah Rafael membuat pria itu jera.Bunyi beep di ponsel membuat Queen mengalihkan perhatian dari laptop. Dengan cekatan jarinya mengusap layar ponsel. Pesan singkat dari Maura.MamaSebelum tidur jangan lupa mengunci pintu dan jendela. Mama pulang besok sore.Sejak siang tadi, Maura pergi ke luar kota. Kebetulan ada undangan di sebuah acara demo mas