"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
Cinta PertamaTangan pria itu berada dipucuk kepala Lara, samar dalam ingatan Lara apa yang saat itu dirasakananyya, apa yang saat itu terjadi, dia mendadak tidak mengenali dirinya, otaknya dipenuhi perasaan aneh tetapi sangat candu, sementara tubuhnya sesekali memaksa untuk menggigil tanpa terkendali.“Are you ok?” Tanya Gaga, dari jarak yang sangat dekat sehingga Lara dapat merasakan hangat napasnya mengembus.Gaga menurunkan tangannya ke tengkuk Lara, tanpa mengangkatnya dari permukaan kulit gadis itu, lalu memijat-mijatnya, Lara menggeleng pelan sebagai jawaban, gejolak yang ada di dalam diri Gaga semakin tak terbendung saat merasakan napas Lara tak beraturan. Gaga memangkas jarak antara mereka, segalanya bertemu tanpa perantara, tanpa dihalangi apapun lagi. Lara merasakan kehangatan menjalar dari ujung kaki hingga kepala, tetapi hal itu justru membuat tubuhnya semakin bergetar karena gigil.“Demi Tuhan aku tidak pernah melakukan ini dengan siapapun sebelumnya, Ga.” Gumam Lara, ma
Setelah berhasil mendapatkan izin dari ibu dan ayahnya, Lara berangkat menuju kota tersebut menggunakan bus antar kota. Bus itu bergerak meninggalkan tempat di mana dia dilahirkan dan menghabiskan hari-hari selama 18 tahun di sana. Ibu dan ayahnya melepas Lara dengan tangan melambai-lambai, bus berjalan kian jauh, lambaian-lambaian tangan itu perlahan menghilang dan Lara menyeka matanya yang berembun.Bus itu memerlukan dua belas jam perjalanan untuk sampai ke kota tujuan. Lara yang beberapa kali tertidur sepanjang perjalanan, saat ini terjaga, matanya awas menyisir jalan, otaknya bertanya-tanya berapa lama lagi waktu yang harus dilalui untuk sampai ke tujuannya karena dia sendiri tidak tahu sudah berapa lama bus itu melaju.Tak lama kemudian bus itu memasuki sebuah terminal pemberhentian. Orang-orang bergegas untuk turun, termasuk Lara. Saat dia menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kota itu. Terdengar seseorang memanggil namanya.“Mbak Lara?” Seorang pemuda dengan kemeja flanne
“Im sorry, Ga. Saya hanya berusaha menjaga wibawa kamu sebagai atasan di kantor ini.” Setelah rampung diketilk, kalimat itu dikirim ke nomor WhatsApp Gaga.“Saya hanya berusaha menjaga kamu yang lebih dari apapun di kantor ini.” Beberapa menit kemudian pesan balasan dari Gaga tiba dan berhasil mebuat Lara melengkungkan senyum.“Thank you, Ga.”“I need you.”“Saya akan meluangkan waktu untuk makan malam sebagai tanda permintaan maaf, gimana?”“Tentu saja saya bersedia, dengan senang hati, everytime you want. Ra.”***Malam itu Lara berjalan menuju ke arah mobil Gaga dengan balutan dress maroon dengan satu garis tali yang melingkar tak penuh di kedua bahunya. Rambutnya diikat sedikit lebih tinggi dari biasanya, menyisakan sedikit anak-anak rambut di dahi yang membuat wajah mungilnya nampak manis. Itu adalah penampilan tercantik Lara sejauh Gaga mengenalnya meski Lara hanya merias wajahnya dengan make up tipis.“Malam …” Sapa Lara sesaat setelah naik dan duduk pada bangkudi samping Gaga.
Cahaya mentari pagi menyeruak masuk menembus jendela kaca di dalam kamar Gaga. Lara menyipitkan kedua matanya, rekaman kejadian semalam masih terputar di kepalanya saat dia menoleh ke arah Gaga yang masih terlelap di sampingnya. Lara tahu dan sangat sadar bahwa pagi itu Lara terbangun sebagai dirinya yang baru, yang tak lagi utuh. Matanya seketika mengembun menyadari apa yang telah terjadi dan saat gadis itu teringat akan pesan ayahnya sebelum ia merantau ke kota ini, tangisannya pecah seketika.Seketika Gaga terbangun saat mendengar isakkan gadis di sampingnya. Tangannya segera merengkuh Lara untuk menenangkan.“Why, Ra? Kamu kenapa?” Tanyanya.Lara tak menjawab, gadis itu terlihat berusaha menghentikan isakannya yang justru terdengar semakin sendu.“I’m sorry, Ra. Aku menyakitimu, ya?” Gaga bertanya lagi.Lara menyentuh wajah pria itu lalu menggeleng perlahan.“I love you.” Gumam Lara.“I love you more.”Gaga menarik tubuh Lara, merapatkan apada dadanya dan memeluk gadis itu erat. I
Lara larut terlalu dalam dalam lukanya. Gadis itu sama sekali tidak memilki persiapan apapun untuk menghadapi patah hati apalagi yang separah saat ini. Ternyata cinta pertamanya akan terjadi begitu singkat dan berakhir teramat sadis. Kadang-kadang gadis itu mengingat-ingat apa yang pernah dilakukannya di masa lalu sehingga seseorang tega menghancurkan hidupnya begini rupa. Lara merasa dibuang layaknya sampah setelah segalanya telah diberikan. Setelah satu bulan berlalu, Lara tak pernah masuk kerja dan tak pernah sekalipun mencoba menghubungi Gaga, meskipun pada dini hari saat ia tiba-tiba terbangun ia sangat ingin menghubungi Gaga ingin bertanya apakah tidak ada rindu setitik saja untuknya di hati Gaga, namun Lara ingat bahwa Gaga adalah manusia yang tidak memilki hati. Tidak ada lelaki yang tega memperlakukan wanita yang tak memilki salah apa-apa dengan begitu keji.Berat badan Lara turun beberapa kilogram dalam waktu satu bulan saja, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya di a