Share

Teriakan Minta Tolong

"Bella, sejak kapan kamu pintar memasak, padahal dulu kamu masuk dapur saja tak pernah mau," ujar Opa William.

"Karena aku bukan Bella, Opa."

Tiba-tiba kulihat lelaki berambut putih sebagian itu seketika memegangi kepalanya.

"Opa mohon, jangan lagi mengatakan hal itu."

"Ayo, Mas, kita tunggu di meja makan saja!" Oma Sandra langsung menggandeng suaminya itu, sementara Mama Clara masih menatapku tanpa berkedip.

"Mama kenapa bengong begitu, mau bantu?"

Seketika ia langsung terhenyak dengan pertanyaanku.

"Kamu lanjutkan masak, mama hanya penasaran bagaimana rasa masakanmu, pasti tidak seenak Villia."

Aku hanya tersenyum getir dan kembali fokus memasak. Saat di Arab dulu, semua anggota keluarga di sana memuji semua masakanku. Mereka bilang aku cocok menjadi koki restoran bintang lima.

"Mbak Carlota, daripada bengong aja, mending bantuin saya iris wortel dan buncis, iris memanjang seperti korek api, ya."

Seketika ia mendelik sinis, tetapi tetap melakukan apa yang aku minta.

Beberapa saat kemudian, chiken cordon bleu yang kumasak telah siap untuk dihidangkan. Lalu tanpa berlama-lama aku langsung membawanya ke meja makan. Kulihat semua anggota keluarga ini masih berada di kursi masing-masing, tampaknya mereka merasa penasaran dengan rasa makanan yang kumasak.

"Horeee! Aku mau makan masakan Mama!" seru Leo yang tampak antusias.

"Tentu saja, makanan ini memang sengaja mama masak untuk Leo."

"Ekhem!" Tiba-tiba kulihat Gio berdehem. "Aku juga ingin mencoba masakanmu."

"Baiklah, tentu saja." Setelah itu aku meminta Mbok Minten menghidangkan makanan tersebut untuk mereka semua, termasuk Villia.

Saat satu suapan chiken cordon bleu itu masuk ke mulut mereka, kulihat reaksi mereka semua tampak berubah. Mereka langsung menatap heran ke arahku.

"Masakan kamu enak sekali, Bella," puji Opa William, sementara Oma Sandra dan Mama Clara sama sekali tak bersuara, tapi dari cara mereka melahap makanan yang kusajikan, tampaknya mereka sangat menikmatinya.

"Aku akui masakan kamu enak," ucap Gio tiba-tiba.

Terserah, aku sama sekali tidak terbuai dengan pujiannya, toh tidak lama lagi aku akan meninggalkan rumah ini. Lebih baik aku menjadi pembantu di rumah majikan Fitri, daripada aku berpura-pura menjadi Bella lalu suatu saat aku dituntut karena dituduh menipu.

Sementara itu reaksi wajah Villia tiba-tiba menjadi dingin, tampaknya ia tak menyukai saat Gio memujiku.

"Bella, jadi sebenarnya selama ini kamu kemana saja?" tanya Opa William tiba-tiba.

"Aku bukan Bella, Opa."

Sejak kecil aku tak pernah berbohong, jadi sekarang aku tak mungkin mengatakan bahwa aku ini Bella lalu mengarang jawaban dari pertanyaan mereka.

"Bella, tolong jangan katakan itu lagi, opa tahu jika kamu tertekan berada di rumah ini. Makanya kamu terus berusaha untuk meninggalkan rumah ini, tapi opa janji, mulai sekarang tak ada lagi orang yang menyakiti dan membuatmu tak nyaman berada di rumah ini."

Seketika ekspresi wajah Oma Sandra, Mama Clara, Villia, bahkan juga Carlota berubah, mereka semua mendelik sinis ke arahku, seolah mereka semua sangat membenci Bella.

"Mama jangan ninggalin Leo lagi." Leo yang sejak tadi asyik melahap makanannya seketika berderai air mata.

"Iya, Sayang, mama janji gak akan ninggalin Leo."

"Bella, aku minta maaf jika selama ini aku selalu bersikap buruk padamu, tapi aku janji, mulai sekarang aku akan berusaha menjadi suami yang baik buat kamu," ucap Gio.

Hatiku bergetar saat mendengar ucapan lelaki tampan yang wajahnya mirip Justin Bieber itu, tapi aku harus sadar bahwa aku ini bukanlah Bella, jadi sebisa mungkin aku harus menghindarinya.

"Bella.." Tiba-tiba Gio meraih tanganku hingga membuat lamunanku buyar.

"I..iya, kenapa?" Aku langsung menghempaskan tangannya.

"Aku janji mulai saat ini akan selalu ada buat kamu."

"I..iya."

"Bella, jadi masakan apa saja yang bisa kamu masak?" tanya Oma Sandra setelah menghabiskan satu piring chiken cordon bleu yang disajikan untuknya.

"Masakan western, Turki, Arab, China, Korea, Indonesia, semuanya aku bisa."

"Apa? Masakan Turki? Benarkah kamu bisa membuat masakan Turki?" Tiba-tiba wajah yang tadi dingin itu seketika berubah hangat.

"Iya, betul, aku bisa membuat masakan Turki. Dari mulai kebab, kofte, simit, baklava, manti, kumpir, dondurma, semuanya."

"Wah, oma gak sabar mau nyobain kebab dan dondurma buatan kamu. Tapi bagaimana bisa kamu tiba-tiba bisa memasak semua masakan itu?"

"Entahlah, Oma, aku juga gak tahu kenapa tiba-tiba aku jadi bisa masak semua makanan yang aku sebutkan."

"Apakah selama ini kamu berada di Turki?"

Seketika kepalaku langsung sakit saat mendengar pertanyaan Oma Sandra. Haruskah aku mengatakan bahwa aku pernah bekerja di restoran lalu bekerja menjadi TKW di Arab?

"Sudahlah, sepertinya Bella masih belum sembuh, jangan terlalu banyak diberikan pertanyaan," ujar Opa William tiba-tiba.

"Iya, Bella tak bisa mengingat semuanya, kemungkinan dia mengalami hal buruk hingga ia amnesia." Gio menyahut.

Aku hanya menghela napas mendengar ucapan mereka, terserah mereka mau bicara apa, tapi besok aku harus segera kabur dari rumah ini.

"Yang penting mulai sekarang kamu jangan lagi meninggalkan rumah ini, karena saya tidak sanggup melihat Leo terus-menerus menangis," ujar Mama Sandra dengan wajah dingin.

"Ayo Leo, kita ke kamar Leo, kepala mama sakit." Aku langsung mengalihkan pembicaraan karena mulai bingung dengan obrolan mereka.

"Biar Leo tidur bersama Mbok Minten aja, ayo aku antar kamu ke kamar," ujar Gio.

"T-tapi.."

"Aku mau tidur sama Mama," rengek Leo.

"Leo Sayang, Mama sekarang masih sakit dan butuh untuk istirahat, jadi biarkan Mama tidur bersama papa, agar papa bisa menjaganya," bujuk Gio sembari mengelus rambut Leo.

"Gio benar Bella, kalian harus lebih sering menghabiskan waktu berdua, siapa tahu itu bisa membantumu untuk mengingat semuanya," ujar Opa William.

Aku tak bisa lagi membantah, lalu terpaksa mengikuti Gio ke kamar.

"Tidurlah, aku akan selalu menjagamu," ucap Gio setibanya di kamar.

"Tapi.."

"Tapi kenapa? Katakan saja, aku akan melakukan apapun yang kamu katakan."

Entah mengapa sikap Gio begitu mencurigakan, sikapnya sangat dingin ketika melihatku pertama kali datang, seolah ia tak menginginkan kedatanganku. Lalu kini, ia tiba-tiba menjadi hangat kepadaku. Jika aku tebak, sepertinya Bella merasa tidak nyaman dengan sikap Gio dan keluarganya, makanya ia memutuskan untuk kabur dari rumah ini.

"Bella.."

"I..iya.." Lagi-lagi ia membuyarkan lamunanku.

"Jadi, apa yang ingin kamu katakan?"

"Untuk sementara waktu, aku tak bisa tidur bersama kamu."

"Tapi kenapa? Bukankah selama ini kamu selalu ingin aku berada di sampingmu?" Seketika dahinya langsung mengernyit saat mendengar jawabanku.

"Tolong, aku belum siap untuk tidur bersamamu."

"Baiklah, kalau begitu aku akan tidur di sofa," ujarnya sembari meraih bantal lalu berbaring di sofa.

Aku menghela napas lega, lalu segera membaringkan tubuh. Apa yang terjadi hari ini begitu melelahkan, aku harus segera tidur agar memiliki energi untuk melarikan diri dari rumah ini besok.

"Toloooooong! Toloooong!" Aku terhenyak saat mendengar suara teriakan wanita.

Lalu saat kubuka mata, aku sangat terkejut karena berada di sebuah tempat yang entah di mana.

"Tolooooooong!" Tiba-tiba kulihat seorang wanita yang tengah berlari ketakutan, tampak di belakang wanita itu seorang lelaki mengejarnya sembari membawa pisau.

"Toloooooong!" Wanita itu kembali berteriak meminta tolong dan menoleh ke arahku.

Seketika aku langsung terhenyak saat melihat wajah wanita itu yang sama persis denganku.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status