Share

3. Rekals Squad

Ke lima cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan rendah saat mendekati sebuah sekolah yang berjarak satu kilo dari sekolah mereka. Ke limanya berhenti tepat di depan gerbang SMA Bima Sakti. Tak lama kemudian, seorang gadis keluar dari sekolah tersebut dan menghampiri mereka dengan mengendarai kuda besinya yang berwarna putih.

"Elin, mana?" tanya gadis bermata indah tadi setelah membuka helm.

"Pulang sama Lila, katanya mau sekalian ngerjain tugas," jawab Askara.

Gadis itu hanya mengangguk, lalu kembali menutup kaca helm dan mulai melajukan motornya untuk pergi dari Bima Sakti bersama ke lima cowok tadi.

Gadis itu adalah Nawfa, adik pertama Arazka dan Askara. Saat ini Nawfa tengah duduk di bangku kelas sepuluh. Selisih usia antara ketiganya memang tidak jauh, hanya terpaut satu tahun saja.

Di persimpangan jalan, semua mulai memencar karena rumah mereka memang tidak berada dalam satu komplek. Motor Askara, Arazka dan Nawfa melaju pelan saat memasuki komplek perumahan elit yang menjadi tempat tinggal mereka saat ini. Gardenia House.

"Naw pulang!" teriak Nawfa saat memasuki rumah dengan mendahului kedua kakaknya.

"Naw, bisa nggak kalau masuk rumah itu ucap salam, bukan teriak-teriak?" tegur wanita berambut sebahu yang tak lain adalah mama mereka. Ardiningrum Nazafarin, atau kerap disapa Ningrum. Saat ini ia tengah duduk di sofa sembari bergulat dengan laptopnya.

Alih-alih meminta maaf, Nawfa malah cengengesan, lalu menyalimi tangan sang mama. Begitu juga dengan Arazka dan Askara.

"Ganti baju, habis itu makan," perintah Ningrum pada ketiga anaknya.

"Iya, Ma."

Ketiganya menaiki tangga bersama menuju kamar masing-masing. Kebetulan kamar mereka berada di lantai atas dan bersebelahan.

Setelah mengganti seragamnya dengan baju santai, ketiga kakak beradik itu turun untuk makan siang. Sesampainya di ruang makan, Askara langsung menyantap tahu bakso yang ada di meja.

"Huuhh, haahh! Pedasss! Minum, minum!" ucap Askara kepedasan dan segera mengambil air.

Melihat itu, Arazka dan Nawfa pun tertawa lepas.

"Sukurin! Makanya kalau makan tuh doa dulu, jangan asal comot aja!" omel Nawfa lalu mengambil tahu bakso dan memakannya.

Baru satu kali gigitan, ia pun merasa kepedasan.

"Huuhh, hahhh! Pedasss!"

Askara tertawa kencang dengan maksud balas dendam pada Nawfa karena sudah menertawainya tadi.

"Kualat kan lo!" semprot Askara.

Arazka yang melihat itu pun hanya geleng-geleng kepala, lalu mengambil tahu bakso yang kebetulan masih sisa satu. Sama seperti yang dialami Askara dan Nawfa, Arazka juga ikut kepedasan saat memakan makanan tersebut.

Cowok itu melihat ada sebuah cabai di dalam tahu bakso yang ia makan, "buset, gede bener nih cabai."

"Tumben banget mama bikin tahu bakso diisi pakai cabai?" tanya Nawfa.

Askara melirik anak cowok yang kini tengah tertawa kecil sembari bermain playstation di ruang tengah. Elgan, adiknya yang paling kecil. Ia merasa ada yang tidak beres dengan gerak-gerik bocah itu.

"Elgan!" panggilnya.

Sebenarnya Elgan mendengar, tapi ia memilih untuk pura-pura tidak mendengar. Iya, semua itu adalah perbuatan anak kecil berusia sebelas tahun tersebut. Ia sengaja mengerjai kakak-kakaknya supaya kepedasan, jadi sebelum bermain playstation tadi Elgan lebih dulu mengisi tahu bakso dengan cabai tanpa sepengetahuan mamanya.

Hal demikian bukan pertama kalinya terjadi, tapi hampir setiap hari. Elgan memang suka memancing emosi ketiga kakaknya. Namun, bukan Arazka, Askara dan Nawfa namanya kalau tidak membalas perbuatan sang adik. Percayalah, setelah ini mereka akan membalas perbuatan bocah prik itu.

"Ini pasti kerjaan lo, kan? Ngaku lo!" desak Nawfa. Namun, tampaknya Elgan tidak peduli dan tetap asik dengan permainannya.

"Gue pastiin habis ini lo bakal nangis, lihat aja!" ancam Arazka santai tanpa menoleh ke arah Elgan, lalu memgambil nasi dan lauk pauknya. Ia sudah merasa sangat lapar, jadi lebih baik makan dulu sebelum membalas perbuatan adik bontotnya itu. Askara dan Nawfa pun melakukan hal yang sama.

Sebelum ketiga kakaknya selesai makan, Elgan tampak terburu-buru mengemasi playstationnya dan langsung lari keluar untuk mencari perlindungan pada Ningrum.

"Mama, tolongin Elgan! Elgan mau di makan sama tiga raksasa!" teriaknya dengan lari terbirit.

"Matamu!" protes Askara tak terima disebut raksasa.

***

Malam ini, terlihat lima remaja laki-laki yang tengah berkumpul di ruang tamu sebuah rumah. Mereka adalah geng motor bernama Rekals Squad. Jika kalian berpikir mereka adalah geng motor yang jahat dan kejam, kalian salah besar. Karena Rekals Squad ini merupakan kelompok orang-orang yang berhati baik.

Kelima cowok itu tengah berdiskusi mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan lusa, yakni bersedekah. Memang, setiap seminggu sekali mereka akan memberikan santunan kepada orang-orang yang kurang mampu, baik berupa uang atau pun makanan. Selain bersedekah, mereka juga sering membantu orang-orang di sekitar yang mengalami kesulitan.

Rekals Squad sendiri terdiri dari lima orang, tidak lebih dan tidak kurang. Bagi mereka, tidak perlu mempunyai banyak anggota karena berlima pun mereka mampu. Kelima cowok itu adalah Askara, Arazka, Aznan, Ganes, dan Zehan.

Askara merupakan leader dari geng tersebut, sedangkan wakilnya adalah Ganes. Rekals Squad tidak hanya terdiri dari leader, wakil dan anggota inti saja, melainkan ada bendahara juga. Gunanya bendahara di sini adalah untuk mengatur keuangan mereka saat akan melakukan santunan. Posisi tersebut di duduki oleh Arazka, selain tidak ceroboh ia juga anggota tertua di geng itu. Jadi, anggota lain menjadikannya sebagai bendahara.

Dibentuknya Rekals Squad ini bertujuan untuk mempererat tali pertemanan mereka dan supaya orang-orang juga lebih bisa mengenal mereka tanpa menyebut namanya satu persatu. Karena dengan menyebut nama gengnya itu sudah mewakili semua.

Jika kalian bertanya apakah Rekals Squad pernah berkelahi dengan geng motor lainnya? Jawabannya adalah pernah. Namun, mereka lebih sering mengabaikan rivalnya daripada harus membuang tenaga dengan sia-sia.

Akibat dari itu, mereka sering disebut geng yang lemah, karena jarang berkelahi. Namun, menurut mereka tidak perlu adu otot untuk membuktikan siapa yang kuat dan siapa yang lemah.

"Waktunya kumpulin uang. Sini lo pada!" perintah Arazka yang duduk di kursi kayu dekat jendela. Sementara teman-temannya duduk di karpet sembari menonton televisi.

Semua anggota mulai mengeluarkan lembar demi lembar uang yang ada di dompet masing-masing.

Ganes meletakkan tiga lembar uang berwarna merah di meja, "gue cuma ada segini, Bang."

"Tapi, lo iklhas nggak? Ntar nangis lagi," ledek Arazka bercanda.

"Kapan sih cowok kayak Ganes nggak iklhas? Ngabisin duit bang Araz aja gue ikhlas kok!" sahut Ganes dengan kekehan kecil.

Semua anggota pun tertawa mendengar ucapan yang Ganes lontarkan.

"Mampus! Kena kan lo, Bang!" seru Zehan sembari meletakkan empat lembar uang berwarna merah.

"Nih!" ucap Aznan dengan meletakkan sepuluh lembar uang berwarna merah.

Ganes menatap Aznan takjub, "widihh, banyak banget, Bang? Keren-keren!"

"Lo lupa kalau gue kaya?" sarkas Aznan dengan tampang songongnya lalu kembali duduk di sofa.

Askara yang tengah duduk di atas meja depan Arazka pun terkekeh, "Sombong amat lo, manusia!" ucapnya membuat semua tertawa, sementara orang yang Askara maksud hanya terkikik.

"Hari ini terkumpul dua juta tujuh ratus. Biar genap tiga juta gue tambahin tiga ratus, ya?" ucap Arazka lalu mengeluarkan enam lembar uang berwarna biru.

"Terus, lusa acaranya mau gimana?" tanya Ganes yang tengah berbaring di lantai. Memang bontot satu ini suka meresahkan.

"Gimana kalau setengah kita santunin ke panti asuhan dan setengahnya lagi kita santunin sama beliin makanan buat orang-orang yang ada di jalanan?" usul Zehan.

Arazka mengacungkan jari telunjuknya pada Zehan, "ide bagus!"

"Boleh, juga tuh!" timpal Ganes.

Arazka menatap Aznan, "lo gimana?"

"Setuju!" jawabnya yang tetiba lesu.

Ganes menoleh ke arah Aznan, "Lemes amat. Butuh asupan gizi?"

"Iya, beliin gue martabak sono!"

Ganes melotot, padahal niatnya hanya bercanda, tapi ia lupa kalau yang diajak bicara itu Aznan-manusia ngeselin selain dirinya. Dengan terpaksa cowok pemilik senyum manis itu menuruti kemauan Aznan.

"Mana uangnya?" Ganes menyodorkan tangannya pada Aznan.

"Minta Araz," jawabnya enteng.

Arazka pun terkejut, bisa-bisanya cowok itu menyuruh Ganes untuk meminta uang padanya. Padahal yang mau martabak kan dia, kenapa jadi Arazka yang mengeluarkan uang?

"Udah jatuh miskin? Tadi katanya kaya," cibir Arazka dengan wajah datarnya.

Aznan menatap Arazka sekilas, "kemarin lo beli mie ayam pake duit gue, 'kan?"

Mendengar hal itu Arazka langsung teringat sesuatu. Ah iya, kemarin waktu di kantin ia meminta Aznan untuk membayarkan mie ayamnya karena ia lupa membawa dompet.

"Lo perhitungan sama gue?"

"Iya."

Arazka berdecak, lalu merogoh saku celananya untuk mengambil uang.

"Nih! Beliin gue martabak juga. Yang lain terserah mau apa. Lo juga kalau mau masih ada sisa itu," ucap Arazka seraya memberi uang berwarna biru pada Ganes.

"Minumnya? Emang lo nggak seret apa makan doang? Kita juga butuh minum kali, Bang," Ganes menaik turunkan alisnya.

"Ngelunjak lo, Nes!"

"Nih!" Arazka memberi Ganes satu lembar uang berwarna merah.

"Ka! Ikut gue yok! Kita beli kinderjoy," ajak Ganes pada Askara yang tengah sibuk bermain game di ponselnya.

Arazka menatap tajam Ganes, "awas aja lo sampai beli kinderjoy beneran!"

"Yoklah!" Askara bersiap diri untuk pergi bersama Ganes.

"Gue ikut!" Zehan menawarkan diri.

Aznan menatap tiga remaja di depannya, "sono lo para bocil beli jajan biar nggak tantrum!"

Arazka hanya terkekeh mendengarnya.

Ketiga remaja itu langsung pergi meninggalkan rumah yang tak lain adalah rumah Ganes itu untuk membeli makanan sesuai perintah Arazka dan Aznan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status