Rayhan menatap tajam Siti. Ia segera menghampiri gadis itu dan memegang tangan kiri Siti yang belum sempat menarik lepas jarum infus dari tangan kanannya.
"Mengapa dirimu ini susah sekali diberi tahu? Apakah semudah itu kau menyakiti dirimu setiap kali kemauan atau perkataanmu tidak diturutin? Jangan seperti anak kecil begini!"
Rayhan menyentil kening Siti, ia mencoba menenangkan Siti agar tidak terlalu memikirkan ucapan emak. "Jika kau tidak ingin pulang bersamaku, kau bisa mengatakannya kan? Tidak perlu marah-marah seperti ini."
Rayhan kembali menatap Siti dengan tatapan mata berkabut. Siti hanya bisa menunduk malu mendengar semua ucapan pria tampan di depannya. Sebelumnya, ia merasa jika Rayhan hanya ingin memanfaatkan keadaannya saja, akan tetapi setelah melihat perubahan wajah Rayhan yang menjadi gelap, ia jelas merasakan bahwa dia telah salah sangka.
Yuda berjalan tergesa sambil menenteng pesanan Siti. Ia mengetuk tiga kali pintu ruang atasannya lalu segera melangkah masuk tanpa menunggu jawaban dari dalam. Saat seperti ini, Rayhan tidak peduli dengan aturan yang ia buat ketika seseorang hendak masuk ke dalam ruangannya. Baginya, kesehatan Siti adalah segala-galanya. "Ini, Bos. Semua pesanan ada di dalam." Yuda meletakkan paperbag hitam itu ke meja kerja Rayhan yang saat itu sedang duduk termenung, sedangkan Siti sudah kembali ke dalam ruang privat Rayhan. "Menurutmu siapa yang layak aku jadikan asisten Arken dan Arya? Dirimu atau Sizuka?" Pertanyaan Rayhan ia ajukan tanpa melihat ke arah Yuda. Yuda terkejut. Asisten Arken dan Arya? Maksudnya? Yuda bertanya-tanya dalam hati. "Saya tidak berani menjawab, Bos. Semua terserah Bos. Baik saya mau pun Sizuka hanya bawahan, yang akan menuruti apa pun perintah atasannya."
Siti semakin panik, mendapat tatapan tak percaya dari Arken. "Maksudnya? Saya tidak tahu apa-apa," jawabnya semakin bingung. Sebenarnya pria menyebalkan itu punya rencana apa? Arken menghela nafasnya. "Oh. Ya, sudahlah. Aku rasa, aku tidak punya hak untuk memberitahumu. Mungkin ia akan menelponmu dan membicarakan hal ini padamu. Sekarang, kita konsentrasi cari rumah makan dulu. Aku belum sarapan sama sekali." Arken merasa tidak enak. Ia merasa tidak pantas membicarakan hal itu lebih jauh. "Apa Rayhan tidak ada di sini? Maksud saya, ehm, apakah dia sedang ada perjalanan bisnis ke suatu tempat atau kota?" Siti penasaran sekali. "Mungkin, sebentar lagi pria itu akan menelponmu dan kamu akan memiliki waktu pribadi untuk membicarakan urusan kalian." Arken mengatakan itu semua dengan susah payah. Setelah mengisi perut, sepuluh menit kemudian, mobil itu sudah terparkir di
Siti Perkenalkan namanya Siti, lengkapnya Siti Zulaikah. Ia adalah anak semata wayang dari pasangan Sueb dan Lina, bapak dan emak tersayang. Usianya 19 tahun, dan ia baru lulus SMA tiga bulan yang lalu. Impiannya ingin menjadi chef terkenal. Tapi impian ini harus tertunda sejenak, karena dana yang terkumpul dari tabungan pribadii miliknya dan tabungan emak bapak belum cukup untuk mendaftar masuk ke sekolah yang dinginkannya. Yah, tidak apa-apalah, toh ia masih bisa ikut kursus yang tiga bulanan atau melihat-lihat di channel-channel online yang sekarang banyak sekali video-video tutorial membuat kue atau masakan-masakan jadul atau yang sedang tren saat ini. Saat ini ia bekerja di toko roti yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Sudah tiga bulan ia bekerja disana. Yah, selang satu minggu setelah pengumuman kelulusan, ia melamar kerja di toko roti itu, dan beruntungnya ia langsung diterima. Bukan karena masakannya tapi karena disana s
Rayhan tidak menyangka bahwa niat papa dan mama nya ternyata serius. Ya, Rayhan akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya, karena gagal membawa calon menantu ke hadapan mereka pada waktu yang telah mereka tentukan. Otaknya terus berpikir bagaimana caranya ia bisa membawa calon mantu untuk kedua orang tuanya, sedang ia terlalu sibuk mengurusi perusahaannya dan ia sama sekali enggan berdekatan dengan makhluk yanga berjenre perempuan. Yuda, asisten pribadinyapun angkat tangan. Rayhan menetapkan begitu banyak persyaratan yang sangat sulit dipenuhi. Tinggi badan tidak boleh melebihi dirinya dan tidak boleh membuat dirinya membungkukkan badan ketika harus berbicara dengan gadis itu, tidak boleh terlalu cantik, tidak boleh jelek, harus pintar, dan harus bisa membuatnya tertawa lepas. Yuda hampir gila memikirkan persyaratan yang Rayhan tetapkan. Bagaimana ia tidak pusing tujuh keliling jika Rayhan sendiri tidak ingin dipertemukan dengan gadis-gadis yang dibawa ole
Pagi itu, Rayhan bangun kesiangan. Ia lupa bahwa ada rapat yang harus dihadiri jam 8 pagi. Ia menggeliatkan tubuhnya diatas kasur, masih dengan mata terpejam. Setelah puas merenggangkan otot-otot badannya, Rayhan perlahan membuka kelopak matanya. Berkejap-kejap untuk beberapa detik. Ia lalu bangun dari tidurnya dan duduk sejenak di pinggir kasurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil persis di samping tempat tidurnya. Ia mematikan ponselnya semalam karena menghindari teror telpon dari salah satu perempuan yang di jodohkan dengannya. Begitu tombol on ia tekan, terdengar nada notifikasi berkali-kali dan begitu banyak pesan yang masuk. Baru saja ia hendak meletakkan kembali ponselnya di atas meja yang sama, ponselnya berdering. Tanpa melihat siapa yang memanggil, Rayhan menjawab panggilan itu. "Halo?" jawabnya datar. "Bos, saya sudah membawa semua berkas yang diperluk
Siti terus menyunggingkan senyum manisnya sepanjang ia menjaga kasir hari ini. Ia merasa hari ini adalah hari keberuntungannya. Mengapa? Karena hari ini ia bertemu 3 cogan. Yang pertama adalah pelanggan baru sedang yang kedua baru 3 kali ini Siti bertemu dan yang terakhir, siapa lagi jika bukan Tuan Arken, pria idamannya, pria tampan berlesung pipi di pipi kanannya, berperawakan tinggi, berkulit putih, bola mata berwarna coklat gelap dan berhidung mancung. Cogan pertama, datang di pagi hari, tak lama setelah gerai dibuka, tepatnya tiga puluh menit setelah ia dan rekan-rekannya selesai menata roti-roti dan kudapan yang baru saja keluar dari dapur. Menggunakan setelan jas dan celana panjang berwarna navy dengan kemeja berwarna biru langit dibalik jasnya yang berwarna senada dengan celana panjangnya. Berkulit putih dengan mata tajamnya yang dinaungi alis berwarna hitam pekat bak busur panah. Hidungnya yang mancung dengan &nb
Siti masih tidak percaya dengan penglihatannya. Mengapa keberuntungannya hanya sampai sore hari, dan kini berganti dengan kemalangan? Mengapa dirinya harus bertemu dengan pria gila itu lagi? Beraneka pertanyaan bermunculan di kepalanya sedangkan indera penglihatannya masih sibuk mengamati pria yang berada di samping kanannya, yang duduk di belakang kemudi. Rayhan masih menatap Siti dengan senyuman yang hanya dirinya sendiri yang mengerti arti dibaliknya. Tampak kebahagiaan terselip di balik senyumannya. Satu masalah selesai. Ya, permintaan kedua orangtuanya yang mengharuskannya membawa calon istri pura-puranya untuk makan malam bersama di rumah mereka besok malam minggu, menjadi masalah besar bagi Rayhan. Namun, masalah itu kini sudah ia temukan solusinya. Karena secara tidak sengaja ia bisa kembali bertemu dengan calon istri pura-pura-nya itu berkat Siti. Rayhan sebenarnya dalam perjalanan pulang dari kantor.
Siti tidak menyangka bila pria arogan di sampingnya ini, ternyata berani bersikap kurang ajar pada dirinya. Menggendong dirinya tanpa minta ijin lebih dulu. Mata Siti menatap Rayhan dengan penuh dendam. "Kenapa? Dirimu kesal karena aku menggendongmu tanpa ijin dulu, begitu?" tanya Rayhan menebak dengan benar apa yang menjadi kekesalan Siti saat ini. "Kalau aku minta ijin dulu belum tentu juga kamu akan memberiku ijin, yang ada justru tendangan mautmu yang akan melayang ke wajahku yang tampan ini," sahut Rayhan sambil mengelus-elus wajahnya. Bersikap narsis biar Siti semakin menjadi sebal. "Hoeeek!! Tampan dilihat darimana,hah? Dilihat dari puncak gunung lawu pake sedotan, masuk akal itu," jawab Siti sarkas sambil matanya menerawang lalu terbahak-bahak sendiri. Rayhan menjadi kesal sendiri. Maksud hati ingin membuat Siti kesal justru dia yang kena batunya. Dia menambah kec