Brak!
Aku membanting pintu berlapis emas, seketika gema memenuhi seluruh ruang. Saat melangkah masuk, aku melihat seorang pria berkulit putih pucat, dengan tubuh terikat rantai besi. Ia memiliki mata merah gelap, dan taring tajam yang mencuat keluar."Aku telah menantikanmu selama delapan belas abad di sini, Achilio." Pria itu menatapku dengan sorot yang menakutkan. "Akhirnya, kamu datang menemuiku," lanjutnya kemudian."Dari mana kamu tau namaku?" Aku menghunuskan pedang ke lehernya. "Siapa sebenarnya kamu?"Pria itu terkekeh, lalu berkata, "Reinkarnasi telah menghilangkan ingatanmu, ya? Aku adalah Zay! Orang-orang menyebutku sebagai sang pembunuh hebat!"Sungguh, bertemu dengannya adalah sebuah keberuntungan! Dengan begitu, aku tidak perlu repot untuk mencarinya."Aku membutuhkan bantuanmu, Zay. Nanti, aku akan menceritakan semuanya padamu. Tolong, ikutlah denganku!" ucapku meminta padanya seraya menjauhkan pedang dari lehernya."Ya, aku akan menolongmu, Achilio. Tapi, setelah kamu mengeluarkanku dari tempat ini. Tenang saja, anak kesayangan Dewa Naga berkepala tujuh sepertimu, tidak akan sulit keluar dari labirin ini."Pedangku telah memotong rantai besi yang mengikatnya. Tepat saat itu, ruangan tiba-tiba bergetar seakan ingin runtuh. "Cepatlah keluar, Zay! Bangunannya sebentar lagi akan roboh!" Namun, Zay hanya bergeming di tempatnya."Kenapa lagi!? Jangan membuang-buang waktu!" Aku berteriak padanya sambil menghindari bongkahan batu, yang terus berjatuhan dari langit-langit."Aku masih tersegel kutukan, Achilio. Kita harus mengalahkan Naga Matahari untuk membebaskanku," sahutnya."A apa yang kamu katakan barusan? Me mengalahkan seekor naga? Jangan bercanda, Zay!" Aku masih tidak percaya dengan ucapan Zay."Berani sekali ... manusia memang tidak ada takutnya. Aku akan membuatmu menyesal telah membebaskannya!" Suara itu seperti helaan panas. Saat aku menoleh, seekor naga emas raksasa tiba-tiba menyemburkan api, tepat ke arahku.Saat itulah, Zay berlari dengan cepat, dan membawaku bersembunyi di balik batu besar. Kami menyusun rencana selagi punya sedikit waktu. Ketika naga itu kembali menyerang, aku langsung berlari ke bawah sayap penuh duri emas itu."Serang sekarang, Achilio!" Zay mengeluarkan magic berupa rantai lilac, untuk menjerat pergerakan sang naga.Sret!Darah emas bercucuran dari sayap yang terpotong. Naga itu menghilang, dan berubah menjadi sebuah mahkota emas. Zay mengambil, lalu memakainya. Akhirnya, kami pun keluar dari reruntuhan."Kamu menggores setiap kaca untuk menemukan jalan ke luar? Wah, kamu sangat jenius, Achilio!" Zay membuat seekor kelelawar raksasa dengan magic-nya. Kemudian, menerbangkan kami hingga menembus dinding kaca.Akan tetapi, saat kami mencapai langit, matahari telah berubah menjadi gelap gulita. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Apakah aku melakukan sebuah kesalahan besar, sehingga alam marah padaku?"Zay, apakah hari ini matahari mengalami gerhana total?" Aku memberanikan diri untuk bertanya, setelah tak mampu lagi untuk menahan rasa penasaran."Bukan. Apa yang kamu lihat adalah sebagian kecil dari magic Harvey, yang kembali terkumpul pada porosnya.""Lalu, apa yang harus kita lakukan, untuk mencegah magic itu bersatu kembali dengan pemiliknya, Zay?" Aku benar-benar panik, saat itu."Kita harus segera menemukan tujuh pecahan phoenix, sebelum kegelapan mencapai batas maksimal." Zay menambah kecepatan terbangnya. Hanya dalam hitungan menit, kami telah menembus cakrawala di atas sana.Kami pun mendarat di wilayah Middleside—lautan yang memiliki pulau kecil di tengahnya, setelah dua hari melakukan perjalanan lintas udara. Negeri di antara Amorgold dan Sorcgard itu, dipimpin oleh Ratu Alea—seorang penyihir setengah Mermaid. Karena kegelapan tidak bisa menembus portal pelindung milik Middleside, pergantian siang dan malam di sana, tetap terjadi seperti biasanya."Sembilan belas abad yang lalu, peperangan besar telah terjadi di atas lautan ini. Kaisar Harvey menggunakan kristal phoenix, untuk menguasai daratan di seluruh dunia. Namun, dia dikalahkan oleh tiga saudara penakluk kegelapan, dan kristal itu pun pecah menjadi tujuh bagian. Salah satu pecahan kristal itu ada di Danau Lava, yang dijaga oleh Monsta," ucap wanita berambut biru bak samudra itu, menerangkan padaku.Tidak kusangka, Ratu Alea akan memberikan pertolongan pada Sorcgard. Padahal selama bertahun-tahun lamanya, kerajaanku tidak terlalu berhubungan baik dengan Middleside.*Aku menghampiri lelaki berjubah hitam, yang menunggu di tepi pantai. "Kita harus segera berangkat ke Danau Lava, Zay!""Baiklah, Achilio. Sebaiknya kita lebih cepat ke sana, sebelum akhirnya terlambat. Ayo, naiklah!""Tentu saja, Zay. Ayo, menaklukkan kegelapan!"Kami pun terbang menuju ke arah tenggara wilayah Middleside. Saat matahari kehilangan cahayanya, kami baru tiba di sana. Zay melempar sebuah batu berukuran sekepalan tangan, ke tengah danau. Tiba-tiba, sesuatu yang mengerikan ke luar dari luapan lava, membuat jantungku berdegup sangat kencang."Tunduklah pada reinkarnasi Sean, Monsta!" gertak Zay pada makhluk hitam dengan tujuh lidah itu. Dia memiliki sayap abu-abu yang penuh duri, dan mata berwarna jingga terang.Aku menggenggam pedang erat, dan bersiap untuk menyerangnya. Namun, Zay menghalangi, dan memintaku untuk mundur beberapa langkah. Mereka—Zay dan Monsta, berbicara dengan bahasa yang aneh. Beberapa saat setelahnya, Monsta memberikan sebuah pecahan berkilau pada kami.Kenapa Monsta tidak melakukan perlawanan, saat mendengar nama Sean? Siapa sebenarnya orang itu? Kenapa seakan-akan dia begitu disegani para monster? Aku berniat menanyakannya pada Zay nanti.Kami kembali melanjutkan perjalanan, untuk mencari pecahan lainnya. Ketika terbang di atas birunya hamparan lautan, kami bertemu Alea yang duduk di atas batu karang. Putri Duyung yang kecantikannya tiada tara itu, membuat tubuh seakan mematung. Nyanyian indahnya begitu memikat hati.Dar!Suara ledakan dahsyat terdengar, tatkala hentakan ekor Alea membuat gelombang besar yang menghantam kami. Aku menyelam dengan cepat, untuk menyelamatkan tas berisi pecahan pertama. Ketika aku berenang ke permukaan, tubuh Alea telah berubah menjadi Siren yang mengerikan."Zayyy!" Aku memekik histeris. Tepat saat itu pula, Zay terisap masuk ke dalam mulut Alea."Magic apa itu? Kekuatannya bahkan lebih mengerikan daripada black hole, yang memiliki daya hisap dengan kekuatan besar," ucapku dalam hati."Sekarang giliranmu, Sean!'' Dia menyeringai, lalu berenang ke arahku yang tengah terombang-ambing.Gigi runcing dan punggungnya yang penuh duri, membuat sekujur tubuhku berkeringat dingin. Aku tidak mungkin menyelam dalam waktu lama, tetapi Siren itu terus-menerus mengejar. Dia semakin dekat, dan berusaha menggapaiku.Jleb!Pedangku menusuk tepat di jantung wanita bermata biru gelap itu. "Ka kamu sangat baik padaku, Nona. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. Ma ... maafkan aku."Tubuhnya bersimbah darah, lautan berubah warna menjadi merah pekat. Sungguh, aku sangat menyesal membunuh seorang wanita!Beberapa saat kemudian, sebuah kapal nelayan menolong diriku yang hampir putus asa. Akhirnya dengan berat hati, aku pun meninggalkan tempat tragis itu.Dua bulan setelahnya, aku melanjutkan perjalanan seorang diri, untuk mencari enam pecahan kristal lainnya. Zay pernah berkata bahwa, kristal phoenix dapat mengalahkan Kaisar Harvey; hal itu juga diperkuat dengan penuturan mendiang Ratu Alea. Dari hasil kesimpulan yang kutarik, kristal phoenix diperebutkan karena memiliki kekuatan yang luar biasa."Jika kristal phoenix di masa lalu bisa menguasai seluruh dunia, maka mungkin kristal itu juga bisa membunuh Harvey," gumamku seorang diri.Ketika bermalam di Wateras—kota pembatas antara Middleside dan Amorgold, aku membaca kembali surat dari ibu. Aku menemukan sebuah kalimat yang sangat aneh. Di sana, tertera bahasa seperti yang pernah diucapkan Zay dan Monsta. Akhir surat itu begitu janggal. Kalimat, "Dia bukanlah seorang iblis" meninggalkan tanda tanya."Tolong, angkat aku menjadi muridmu, Tuan Lian!" Aku berlutut pada pertapa tua di depanku. Aku membaca selebaran tentang Tuan Lian—guru magic legendaris dari Middleside, di tiang Kota Wateras. Penduduk di sana seringkali membicarakan kehebatannya. Aku pun berniat untuk mempelajari kekuatan magic (kemampuan mengendalikan sihir), agar bisa mengalahkan Kaisar Harvey. "Jika bukan karena wajahmu yang tampan, aku tidak akan mau menjadi gurumu, Bocah ingusan!" Pria tua dengan rambut putih sepunggung itu berdiri, lalu menghujamkan sebuah pedang, yang memiliki simbol berwarna merah—pertanda diterimanya menjadi seorang murid, di hadapanku."Dih, guru yang aneh! Huh, di dunia ini seakan selalu mengedepankan fisik, dibandingkan hal lain!" ucapku menggerutu di dalam hati. Penduduk Wateras bilang, masuk perguruan itu sangatlah susah, karena Tuan Lian hanya akan memilih orang-orang hebat. Namun ternyata, jauh lebih mudah dari yang kubayangkan. Aku bersyukur bisa diterima menjadi muridnya tanpa se
Sejak saat itu, aku melanjutkan perjalanan bersama Ratu Alea. Meskipun, aku tidak tahu, apakah dia punya rencana jahat atau tidak? Lima bulan sudah kami berdua memecahkan banyak misteri. Akhirnya, setengah surat ibu sudah dapat diterjemahkan. "Tersatunya tujuh kristal ... tingkatan tertinggi tidak akan mampu mengalahkannya. Jahat tidak selamanya jahat, dan baik tidak selamanya baik. Satu pesan terakhirku, tolong, jangan pernah berkorban nyawa lagi!" Tanganku menutup lembaran surat yang nampak usang itu, lalu menatap putus asa pada deru ombak.Dulu, aku sangat menginginkan kebahagiaan, dan kebebasan untuk melihat dunia luar. Namun, ayah selalu melarang dengan berbagai alasan. "Di luar sana tidak menerima orang lemah," ujarnya saat itu. Aku membatin, "Sekarang aku baru mengerti, ternyata dunia ini teramat menyakitkan untukku.""Kita telah sampai di Autofalor. Bersiaplah turun dari kapal, Pangeran!" Suara Ratu Alea menyadarkanku dari lamunan. Aku melirik wanita yang telah memakai juba
"Mereka telah tidur untuk selamanya, dan tidak akan pernah merasakan sakit lagi." Aku memandang gelapnya langit seraya mengutuk diri, atas kebodohan yang kulakukan.Empat hari sudah aku berkeliling, mencari jalan ke luar dari Hutan Ilusi. Namun, aku seakan hanya terus berputar, di antara rimbunnya pepohonan."Tolong! Siapa pun tolong aku di sini!" Daun kuning keemasan yang gugur terinjak-injak, ketika aku mencari asal sumber suara itu. Sesampainya di sana, aku melihat seekor serigala tengah terhimpit pohon pinus. Kudorong dahan besar itu dengan sekuat tenaga, lalu mengobati luka pada serigala malang itu. Pergelangan kaki hewan berbulu abu-abu itu, sepertinya mengalami cedera yang cukup serius. Ia mungkin tidak akan bisa berjalan untuk sementara waktu.Bulir-bulir air hujan mulai turun. Awan hitam di atas sana menghasilkan kilatan cahaya, yang terlihat seperti sebuah lecutan. Aku dengan cepat menggendongnya, sebelum cuaca ekstrem semakin mengganas.Ia berbisik, "Berjalanlah ke arah b
Seminggu setelah kejadian berdarah di Kerajaan Wolf (serigala), aku mulai bekerja sama dengan mereka—Austin dan Helcia, untuk mencari pecahan kristal phoenix. Austin—Raja Werewolf Alpha—pimpinan bangsa serigala, telah menjadi teman, dan bersedia memberikan pecahan ke-empat kepadaku. Sebelumnya, aku tidak menyangka dapat bekerja sama dengan Austin. Ya, pertemuan awal kami memang tidak berjalan baik. Serangan di gua hari itu, masih terukir jelas di ingatanku. Aku sangat berharap, kami dapat menjalin hubungan pertemanan, hingga kami sama-sama menikah, di suatu hari nanti.Mereka memberikan kesempatan kedua, dan aku telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakannya. Ada banyak harapan besar yang belum terwujud. Semuanya seakan hanya bisa nyata di dalam mimpi. Darah keluarga murni Bonaventura yang telah berkorban, harus kubalas dengan cara mengalahkan Kaisar Harvey.Aku akan melakukan apa pun untuk meraih tujuanku. Baik itu pertarungan tanpa kemenangan, maupun pengorbanan tiada akhir. Bagaiman
Kubuka mata dengan pelan. Kemudian, melihat ke sekeliling. Ruangan itu hanya diterangi oleh empat lilin, yang tinggal setengah lagi akan mencapai dasar candle holder. Lilin di atas meja itu ada di samping rak buku; beberapa buku tergeletak acak di lantai; Helcia nampak tertidur pulas di pinggir ranjangku. "Di mana aku? Kenapa aku ada di sini?" gumamku seorang diri. Aku bingung, karena itu bukan di Kerajaan Wolf. Seingatku, tidak ada ruangan berdinding batu bata dengan penerangan yang minim, di sana.Tempat itu sangat kecil. Beberapa alat perang seperti: pedang, tombak, dan busur panah, tertumpuk di antara buku-buku kuno. Beberapa sampul buku itu berwarna hijau, sepertinya berisi tentang pengendalian kekuatan alam. Semuanya terlihat berantakan; berbagai benda berserakan di mana-mana.Aku pernah membaca buku hijau itu di akademi. Kitab magic semacam itu, biasanya digunakan untuk setingkat elf dua—kekuatan peri yang bisa menyembuhkan dengan cepat, tetapi tidak berefek pada serangan mem
Pada pertengahan musim semi, peperangan itu pun akhirnya dimulai. Aku tidak tahu siapa, yang akan kalah dalam pertempuran besar itu. Semuanya terlihat sama-sama hebat dan tangguh. Sulit untuk menentukan pemenang, saat kekuatan itu imbang.Sekitar dua puluh langkah dari tempatku berdiri, pasukan Darkiles berbaris rapi dengan kapaknya. Mereka seakan siap membunuh bangsa wolf tanpa belas kasihan. Barisan bangsa vampir menjadi penyerang utama, lalu di belakangnya terdapat iblis-iblis yang memakai tameng."Celaka! Sepertinya tidak akan ada yang selamat dalam perang ini!" Aku menjerit di dalam hati.Rasa takut kian meningkat. Jika hanya mengandalkan tekad, kurasa kami tidak akan bisa menang. Pasukan mereka jauh lebih banyak, daripada kelompok bangsa serigala—pasukan Austin."Mereka mungkin pasukan yang terlihat kuat, tetapi kita mempunyai prinsip 'kalah sampai mati daripada tunduk pada Harvey'! Perang besar ini akan menjadi hadiah balas dendam, untuk masa sekarang, dan untuk kekalahan di ma
"Kamu telah dibutakan oleh cinta, Zay!" Aku melepaskan cekikan itu, dan mengibaskan pedang ke arahnya. "Jangan bodoh dalam bertindak hanya karena ambisi!""Padahal, kamu juga jatuh cinta dengan Felicia. Mirisnya, kamu malah menyia-nyiakan Alea yang paling mencintaimu. Nah, lebih bodoh mana? Aku atau kamu, Achilio?" Zay menghindar, dan menerjang perutku.Ingatan itu kembali terputar, kebersamaanku dengan Alea terekam berulang-ulang. Ya, Alea selalu ada saat aku membutuhkannya. Dia bukanlah seorang wanita, yang memiliki kegengsian setinggi langit seperti Felicia.Pernikahan yang menjadi impian terbesarnya, justru kuhancurkan di malam tragis itu. Ah, penyesalan selalu datang terlambat! Kenapa aku malah bunuh diri, dan membiarkannya menderita selama ini? Benar-benar perbuatan paling naif. Zay mungkin ada benarnya juga. Aku adalah pria terbodoh yang menyia-nyiakan ketulusan cinta, dari seorang wanita. Seharusnya, aku adalah salah satu orang paling beruntung di dunia, karena cinta sejati s
Aku terjatuh di sebuah tempat yang mirip dengan taman. Bunga kaca piring tampak berjajar rapi nan elok. Semuanya terlihat sangat asing. Tempat itu dikelilingi dinding penghalang yang sangat tinggi, dan beberapa cahaya bulat yang menggantung di tiang. Rumah besar yang ada di depan sana juga sangatlah aneh. Tidak jauh dari tempatku berdiri, terdapat sebuah kolam yang luas, dengan sepasang patung cupid—penghias halaman. Beberapa dedaunan terkumpul dalam benda kotak berwarna hijau. Ukiran tujuh naga yang melingkar di air mancur itu, mengingatkanku pada lambang milik Kerajaan Sorcgard.Prang!Sebuah patung kaca berbentuk cinta jatuh, dan pecah menjadi dua bagian. Karena sibuk memperhatikan lentera bersimbol phoenix di depanku, tanpa sengaja aku menjatuhkan hiasan kaca itu."Hei, lu apain patung kesayangan gue!?" Seorang wanita setinggi bahuku berjalan mendekat, dengan gaun birunya yang indah.Senyumanku terukir ketika melihatnya. Tanpa pikir panjang, aku merentangkan tangan lebar-lebar.