Share

Siapa pun Bisa Menjadi Pengkhianat

Sejak saat itu, aku melanjutkan perjalanan bersama Ratu Alea. Meskipun, aku tidak tahu, apakah dia punya rencana jahat atau tidak? Lima bulan sudah kami berdua memecahkan banyak misteri. Akhirnya, setengah surat ibu sudah dapat diterjemahkan.

"Tersatunya tujuh kristal ... tingkatan tertinggi tidak akan mampu mengalahkannya. Jahat tidak selamanya jahat, dan baik tidak selamanya baik. Satu pesan terakhirku, tolong, jangan pernah berkorban nyawa lagi!" Tanganku menutup lembaran surat yang nampak usang itu, lalu menatap putus asa pada deru ombak.

Dulu, aku sangat menginginkan kebahagiaan, dan kebebasan untuk melihat dunia luar. Namun, ayah selalu melarang dengan berbagai alasan.

"Di luar sana tidak menerima orang lemah," ujarnya saat itu.

Aku membatin, "Sekarang aku baru mengerti, ternyata dunia ini teramat menyakitkan untukku."

"Kita telah sampai di Autofalor. Bersiaplah turun dari kapal, Pangeran!" Suara Ratu Alea menyadarkanku dari lamunan. Aku melirik wanita yang telah memakai jubahnya itu. Dia terlihat selalu lebih bersemangat, daripada aku yang sering mengeluh.

Menurut pengakuan paus naruhal—pemegang kekuasaan air tingkat tinggi yang kami kalahkan, pecahan ketiga ada pada cincin Raja Nathan—penguasa Kerajaan Autofalor—cabang wilayah Darkiles. Kami menginap sehari sebelum pesta Vjernost—perayaan tahunan memperingati hari pernikahannya dengan Ratu Zahra, dimulai.

Pada malam saat pesta itu tiba, kami menyamar menjadi tamu undangan, dan berhasil menyelinap masuk ke istana. Satu per satu samurai kerajaan kusingkirkan. Kemudian, Ratu Alea mengumpulkan mayat mereka di gudang istana. Rencana awal kami berjalan lancar.

Ratu Zahra adalah seorang wanita muda yang sangat cantik. Sedangkan, Raja Nathan merupakan kebalikannya. Mereka menebar senyum pada semua orang, berjalan beriringan menaiki anak tangga.

"Di dunia ini, lelaki seperti Raja Nathan sangatlah langka. Cintanya yang tulus pada Ratu Zahra, membuatnya rela melakukan apa pun untuk istrinya itu. Sungguh beruntung menjadi pujaan hatinya, ya?" Ratu Alea memuji. Matanya terus melihat ke arah sepasang suami istri itu. Kelihatannya dia iri dengan kemesraan mereka.

Nona Alea diangkat menjadi ratu tanpa seorang raja—pendamping hidup, yang mendampingi posisi tahtanya. Hal seperti itu sudah menjadi suatu keputusan tersendiri, di Middleside. Awalnya, aku juga tidak percaya, tetapi itulah salah satu fakta unik di wilayah itu.

"Tidak ada pria yang benar-benar tulus. Jadi, berhentilah mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin 'kau dapatkan. Ayo, kita mulai pesta yang sebenarnya!" Aku tersenyum licik pada Ratu Alea. Dia membalas kodeku dengan sebuah anggukan. Kemudian, kami pun menjauh dari pesta yang meriah itu.

Ratu Alea menyamar menjadi Ratu Zahra dengan magic peniru, dan berhasil mengambil cincin dari Raja Nathan. Sebelumnya, aku telah menyekap Ratu Zahra di kamarnya. Starategi kami berjalan sukses. Tidak lama setelahnya, kami berhasil melarikan diri lewat gerbang belakang, lalu memasuki Hutan Ilusi—wilayah barat Autofalor.

"Konon katanya siapa pun yang masuk, tidak akan pernah kembali. Apa Anda tidak takut, Pangeran?" tanya Ratu Alea seakan penuh keraguan.

"Percayalah, tidak akan terjadi apa-apa, Yang Mulia!" ucapku dengan percaya diri.

Bap!

Tubuhku tersungkur ke tanah, aku mengaduh kesakitan. "Duh, Nona, apa yang ...." Bibirku terasa kelu untuk mengucapkan kata selanjutnya, tatkala melihat perut gadis itu telah terkena panah.

"Ke ... kenapa kamu melindungiku, Nona? Bertahanlah, aku akan mencari bantuan!" Namun, saat aku hendak berdiri, lenganku dicekal wanita bergaun hitam itu. Mata kami saling beradu pandang. Jantungku berdetak keras—berbeda dari sebelumnya.

"Perasaan apa ini? Kenapa aku merasa ... seperti pernah mencintainya?" pikirku dalam hati.

"Aku selalu menunggu untuk dicintai olehmu, Sean. Orang baik yang tertutup kebencian akan berubah jahat. Sebenarnya ...." Kepalanya jatuh di bahuku, sebelum selesai mengucapkan kalimat itu.

Bulir-bulir air mata turun membasahi pipiku. "Nona Aleaaa! Aku mohon bangunlah ... aku tidak ingin kehilangan lagi!" Aku mencabut pelan panah yang masih menancap di perutnya, dengan tangan bergetar.

"Kamu seperti orang bodoh yang menangis, hanya karena seorang wanita," ejek pria yang memakai setelan hitam di depanku. Ia muncul secara tiba-tiba, dan sangat cepat.

Karena refleks, aku bangkit dan memeluknya erat. Namun, tiba-tiba kurasakan sesuatu yang dingin di punggungku.

"Ke ... kenapa kamu melakukan ini padaku, Zay?" Bibirku bergetar, tatkala merasakan pedih yang luar biasa.

"Hahaha. Aku tidak akan pernah membiarkanmu hidup, Sean! Kamu memang pantas mati daripada mendapatkannya." Zay menarik pedangnya, lalu membiarkan tubuhku terjatuh lemas ke tanah. "Selamat tinggal, Musuhku."

"Kamu melakukan hal yang sia-sia!" ucapku dengan lantang. Meskipun, aku merasakan darah semakin deras, di belakang punggung.

"Apa maksudmu!?" Zay menoleh. Matanya berubah menjadi semerah darah.

"Kita lihat saja, 'kau atau aku yang akan ke Neraka lebih dulu!?" Aku tersenyum smirk ke arahnya. Zay sontak mundur beberapa langkah, dan menatap seakan penuh ketakutan.

Jleb!

*

Tempat itu di penuhi dengan pohon pinus yang rimbun. Bunga sepatu merah muda tumbuh di sekitar pohon-pohon itu. Kemudian, cahaya merah keemasan menerangi sekeliling tubuhku. Setelah cahaya itu menghilang, muncul seekor burung phoenix yang telah berdiri di depanku.

"Penyebab kematiannya bukanlah kelahiranmu, Achilio. Bola kristal kematian bukanlah sebuah kutukan turun-temurun. Ada sesuatu yang bisa mematahkannya." Beberapa saat kemudian, burung dengan sayapnya yang membentang indah itu, masuk ke pedangku.

"Jadi, siapa yang membunuh ibuku? Tunggu! Jangan pergi!" Aku berteriak sekerasnya, tatkala phoenix itu lenyap.

Akan tetapi, mulutku mulai membisu, setelah aku tahu burung itu mungkin tidak akan datang lagi. Lagi pula, dalam sejarah Sorcgard, phoenix hanya muncul sekali sepanjang hidup orang yang melihatnya.

Kutatap sedih pada pedang di tangan kananku. Benda itu adalah hal berharga, karena satu-satunya yang tersisa dari ibu. Rasa sakit itu begitu membekas setiap kali aku melihatnya.

Aku terbelenggu dalam rindu yang tak berkesudahan. Aku terus berjalan, tanpa tau di mana kami akan bertemu di kehidupan selanjutnya. Semua rasa itu tercampur aduk; perihnya menahan derita seorang diri, termasuk keinginan bertemu, dan memeluk erat raga yang telah tiada.

Beberapa saat setelah merenungi diri, aku memutuskan untuk pergi ke sebuah bukit, yang dipenuhi dengan bunga dandelion. Tempat itu sama dengan latar lukisan milik ayah di istana. Ya, semuanya sama, mulai dari jembatan, awan, bahkan taman itu sendiri.

Ketika aku hampir mencapai puncak bukit, ayah menghampiri dengan membawa kepalanya yang terputus.

"Lawanmu yang sebenarnya adalah dirimu sendiri, Nak. Suatu hari kamu akan mengerti, bahwa aku sangat menyayangimu, Putraku."

Aku mendorongnya dengan sekuat tenaga. "Enyahlah, Orang jahat!" Namun, ayah tiba-tiba menghilang. Dia hampir membuatku jatuh dari ketinggian.

Tidak lama setelahnya, ibu muncul seraya menggenggam erat jemariku. "Jangan pernah mengucapkan kata 'benci' pada siapa pun, Achilio! Kamu akan menepati janjimu, kan?" Ketika selesai mengucapkan kalimat itu, ibu juga ikut menghilang.

"Mereka telah mati, dan tidak mungkin hidup lagi." Aku mundur beberapa langkah. Detak jantung terasa semakin kencang. "Apakah aku sedang terjebak dalam halusinasiku sendiri?"

"Iblis tidak akan bisa menjadi seorang guardian!'' Sebuah pisau tertancap, menembus dadaku. Mulutku memuntahkan darah yang terus-menerus mengalir.

Sosok itu yang entah dari mana asalnya, muncul secara tiba-tiba. Serangannya yang tidak terduga, membuat nyawaku di ambang kematian. Pandanganku kabur, dan perlahan-lahan berubah gelap.

Gar!

Suara petir yang begitu keras, membuat mataku membuka lebar. Huh! Ternyata semuanya hanya mimpi. Aku menghela napas lega, lalu sesekali melirik ke luar gua untuk memastikan keadaan.

Siapa pemilik suara yang sama denganku itu? Kenapa ia ingin membunuhku? Siapa ia sebenarnya? Malam itu, terlalu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran, sehingga membuatku tidak bisa tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status