“Ck, dasar serakah.”Dewa mengulurkan tangan pada Elok, yang mengantarkannya hingga pelataran lobi. Karena rapat pagi ini sudah diselesaikan dengan baik dan dalam waktu singkat, maka saatnya Dewa pergi dari Antariksa.“Kamu itu sudah punya Jurnal, tapi masih mau nguasai Antariksa,” tambah Dewa,Elok menyambut tangan Dewa dengan kekehan. Kemudian, tangan lainnya menepuk punggung tangan pria itu dengan sedikit keras. “Aku cuma mau kasih pelajaran sama mereka. Tapi aku janji, investasimu di sini nggak akan sia-sia.”“Aku tahu.” Dewa dan Elok saling melepas jabat tangan mereka. Senyum Dewa lantas tersemat tipis, pada Elok. “Dan, aku berubah pikiran, El.”“Maksudnya?”“Aku mau Antariksa beralih di bawah naungan A-Lee Corp,” kata Dewa sambil menyentuh sisi atas pintu mobil yang baru saja dibukakan oleh Riko.“Kamu—”“Aku mau ambil alih perusahaan ini,” putus Dewa tenang dengan tatapan yang tertuju pada gedung Antariksa. “Jadi, tolong dibantu dan diusahakan. Sebelum nantinya kamu mundur dari
“Maaf kalau saya mengganggu.”Tanpa ragu, langkah kaki Elok terus mengayun menuju meja kerja Lex. Dengan senyum ramah, Elok meletakkan sebuah paper bag pada meja kerja tersebut.“Ini?” Dilihat dari logo dan gambar yang tertera pada paper bag tersebut, Lex sudah bisa menebak apa isi di dalamnya. “Seharusnya, Bu Elok nggak perlu repot-repot.”“Nggak repot, kok, Mas,” ungkap Elok sambil memegang tali tas yang ia sampirkan di bahu kiri. “Kebetulan saya mau ke rumah sakit. Karena sejalan, jadi saya mampir ke sini sebentar.”Sebelum itu, Elok menelepon Arista untuk mengetahui keberadaan Lex saat ini. Karena wanita itu mengatakan Lex baru saja sampai di firma, maka Elok menyempatkan diri untuk mampir ke toko roti dan membelikan dua kotak brownies untuk pria itu.“Dan, saya juga mau minta maaf, karena saya, Mas Lex nggak jadi ke Singapur waktu itu.” Ia yakin, Lex pasti menolak jika Elok menawarkan sejumlah nominal untuk menggantikan tiket pesawatnya malam itu.Lex yang sudah berdiri sejak Elo
“Malam …”Langkah Elok terayun lesu memasuki ruang keluarga di kediaman Lukito. Setelah seharian berkutat dengan urusan kantor, kemudian berlanjut dengan masalah Gilang yang tampaknya akan lama berada di rumah sakit, dan malam ini, Elok akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah mertuanya.Bukan tanpa sebab Elok mendatangi kediaman Lukito malam ini, ia hanya ingin menyelesaikan masalah perceraiannya dengan Harry secepat mungkin.Sebelumnya, Harry sempat menelepon dan mengabarkan bahwa Kasih ingin menginap bersama sang oma, oleh sebab itulah, Elok tidak pulang ke rumahnya sendiri.“Malam, El,” balas Hendra tampak sedikit terkejut melihat sang menantu yang tiba-tiba datang tanpa memberi kabar.“Kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?” tanya Harry yang juga masih berada di ruang keluarga. “Aku kira kamu nginap di rumah sakit.”“Papa yang nginap sana,” kata Elok sambil mendudukkan diri dengan perlahan pada sofa yang berhadapan dengan Hendra. Sementara Harry, duduk pada sofa panjang yang ber
“Apa kabar, Beb?” Elok menyematkan senyum masam, pada Sandra yang baru saja duduk pada sofa lobi apartemen yang berbeda sisi dengannya. Wanita itu masih terlihat begitu cantik, dengan bobot tubuh yang sepertinya sedikit bertambah. “Gimana anaknya mas Harry? Baik?”Sandra melukis senyum yang terkesan dipaksakan. Ia cukup terkejut, ketika resepsionis apartemen mengatakan Elok hendak menemuinya di lantai lobi. Sebenarnya, Sandra bisa saja menolak dan menghindar dari wanita itu, tapi, hati kecilnya penasaran. Mengapa Elok sampai harus datang pagi-pagi untuk menemuinya.“Baik,” jawab Sandra datar. “Dia nggak pernah rewel sama sekali.”“Di mana-mana memang begitu. Perempuan yang hamil karena zina, selama hamil sama melahirkan biasanya dipermudah sama Tuhan,” seloroh Elok santai dengan senyum mengembang sinis di wajahnya.“Bu El—"“Ssshh.” Elok meletakkan telunjuk pada bibirnya. “Saya nggak mau marah-marah. Jadi, ayo kita selesaikan ini dengan cepat.” Elok mengeluarkan ponsel dari tasnya, la
Elok menoleh ke arah pintu ruang kerjanya yang memang dibiarkan terbuka separuh. Terdiam sejenak, sambil memasang indra pendengarannya dengan tajam. Pagi ini, Kiya memang izin terlambat karena harus pergi ke bank untuk menyelesaikan beberapa hal. Untuk itu, apapun yang terjadi di luar ruangannya saat ini, Elok tidak mendapatkan informasi apapun.Karena penasaran dengan beberapa percakapan yang mengganggu, serta beberapa suara yang asing di telinga, Elok akhirnya beranjak dari meja kerjanya. Elok membuka lebar pintu ruangannya, kemudian mengernyit. Tiga orang office boy baru saja masuk ke ruang direktur utama yang berada tepat di depannya. Ruang tersebut, sudah lama tidak terpakai karena selain menjabat sebagai CEO, Elok juga merangkap sebagai direktur utama perusahaan untuk efisiensi.“Lin!” Elok menghampiri seorang office girl yang baru saja datang dan hendak memasuki ruang direktur utama. “Mau ngapain?”“Bersih-bersih, Bu.” Lini mengangguk sopan.“Siapa yang nyuruh?” Elok melewati L
“Aku nggak nyangka kamu bisa gerak secepat ini.”Dewa membuka mulut ketika seorang notaris sudah keluar dari ruang VIP, tempat pertemuannya dengan Elok siang ini. Tidak hanya mereka berdua yang ada di sana, tapi seorang pria yang sedari dulu selalu berada di sisi Dewa. Di mana ada Dewa, di situ pasti ada Reno.Dewa baru saja menandatangani beberapa berkas pengalihan beberapa saham Antariksa ke tangannya. Ia mengajak Reno, karena nantinya Renolah yang akan menghandle semua urusan tentang Antariksa. Sementara Dewa, akan kembali ke perusahaan keluarga untuk menggantikan Abraham, setelah masa jabatannya di Senayan berakhir sebentar lagi.“Kamu harus berterima kasih sama almarhum pak Raka,” sahut Elok setelah menyesap kopi yang sudah tidak lagi panas. “Beliau nggak mengatur masalah pengalihan saham di anggaran dasar perusahaan.”Karena pelecehan yang sudah dilakukan Restu pagi tadi, Elok akhirnya memutuskan untuk mempercepat rencana yang sudah pernah disusunnya. Elok tidak ingin berlama-la
“Ada apa ini?”Restu mengurungkan niat masuk ke ruang kerjanya saat melihat dua orang pria berseragam asing ada di ruangan Elok. Ia menghampiri Kiya, yang hanya duduk manis di mejanya dan tidak tidak berbuat apa-apa.“Bosmu di dalam?” tanya Restu lagi, sambil menunjuk pintu ruangan Elok yang terbuka.Kiya mengangkat wajah kesal menatap Restu. Tidak biasanya pria itu bertanya terlebih dahulu pada Kiya mengenai Elok. Seperti yang sudah-sudah, Restu akan langsung masuk ke dalam ruang tanpa memedulikan Kiya sama sekali.“Pak Restu ngomong sama saya?”Restu yang sedari tadi hanya melihat ke dalam ruangan Elok, sontak beralih cepat menatap Kiya. “Bukan! Sama setan!”“Oh.” Kiya yang tidak peduli itu, kembali meneruskan pekerjaannya dan tidak memedulikan Restu. Andaipun nantinya ia dipecat, Kiya sudah memiliki pegangan untuk bekerja di Jurnal. Hati Kiya semakin kesal ketika tahu Restu juga berkantor di Antariksa, apalagi ruangan pria tersebut berada tepat di depannya.“Heh! Saya lagi ngomong
Brak!Elok terhenyak karena pintu ruangannya kembali terbuka dengan kasar. Tidak perlu lagi menebak-nebak karena semua itu pastilah ulah Restu. Belum ada lima menit pria itu keluar dari ruang Elok karena menerima telepon, Restu ternyata kembali lagi dengan mendorong kasar pintu ruang kerja yang baru saja ditutup oleh Kiya.“Res—”“Berengsek kamu, El!” hardik Restu seraya menghampiri Elok, lalu memutar kursi yang diduduki wanita itu agar menghadapnya. Restu menunduk, mencengkram lengan kursi Elok dengan tatapan marah. “Kamu alihkan beberapa saham Antariksa ke tangan Dewa!”“Itu sahamku, saham Gilang, dan … seperti itulah.” Karena sudah memasang CCTV di ruangannya, maka Elok bisa sedikit bernapas lega. Andai Restu nekat berbuat tidak senonoh, atau hendak menyakiti Elok, ia pasti memiliki rekaman perbuatan pria itu. “Informanmu sangat, sangat terlambat memberi informasi.”“Shoot!” Restu mendorong kursi beroda Elok hingga membentur meja kecil yang berada di samping wanita itu.Elok kembal