PLAK
Tamparan telak mengenai pipi mulus Ayunda, gadis cantik ini baru saja bercecok lagi dengan sang papa. papa yang seharusnya menjadi pelindung untuk keluarganya, namun tidak untuk papa Ayunda.
Ayunda meringis dan memegang pipi kanannya, rasa pedih atas tamparan yang diberi oleh sang papa tak ada artinya dibandingkan rasa sakit di hatinya. Ayunda melirik sang mama yang tengah menangis memohon bersujud dibawah kaki sang papa, Ayunda menarik nafas panjangnya dan segera membantu mamanya untuk berdiri.“Bangun, Ma jangan kau habiskan banyak tenaga untuk meladeni manusia gila didepanmu.” ucap Ayunda dengan tegas.
Subagia sang papa yang mendengar ucapan Ayunda hendak melayangkan tamparan lagi dipipi Ayunda, Ayunda dengan cepat menatap sang papa dengan tajamnya.
“Tampar aku lagi, Pa. Jika itu yang membuatmu senang!” seru Ayunda.
Tangan Subagia mengepal, terdiam dan tak melanjutkan tindakannya untuk menampar pipi mulus putrinya.
“Subagia, ku mohon biarkan, Ayunda tetap tinggal. Kau yang harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu bukan, Yunda!!” isak mama Dewi memohon kepada sang suami dengan mata yang penuh dengan air mata.
Ayunda mencoba menangkan sang Mama, Ayunda mengelus punggung sang Mama dengam lembut.
“Mama, biarkan, Yunda menyelesaikan ini semua. Mama masuk kedalam dulu, Yunda harus berbicara empat mata dengan Papa.” Ucap Ayunda dengan sangat lembut.
Mama Dewi menggeleng pelan, ia ragu meninggalkan putrinya berbicara empat mata dengan suaminya.
“Mama, akan tetap disini.” cicit Mama Dewi dengan pelan seraya menatap mata sang putri tercinta.Ayunda tersenyum, ia sangat hafal dengan sang Mama yang tak bisa meninggalkan dirinya dalam kesulitan apapun. Ayunda menggenggam tangan Mama Dewi dengan lembut, meyakinkan sang Mama jika ia akan baik-baik saja.
“Percayalah, Yunda, akan baik-baik saja. Mama masuk kedalam kamar dulu ya, Yunda, mohon.” ucap Ayunda dengan lembut seraya menggenggam tangan sang Mama.
Mama Dewi menghela nafas panjangnya, ia mengangguk dan menyetujui permintaan Ayunda.
“Jika terjadi apa-apa kamu harus berteriak dengan kencang ya Yun,” ucap sang Mama.
Ayunda terkekeh lalu mengangguk dengan wajahnya tersenyum tenang,
“Tentu saja, Ma!” seru Ayunda.Mama Dewi pun berjalan menuju kamar tidurnya dan meninggalkan suami dan anaknya di ruang tamu.
Kini hanya ada Ayunda dan sang papa yang saling menatap sengit, sedari tadi Subagia hanya memperhatikan interaksi antara anak dan istrinya. Tak ada rasa kasihan dihatinya, hati papa ini memang sangat keras dan egois.
Ayunda menghela nafas panjangnya, mencoba menetralkan emosi yang membuncah dihatinya. Ayunda berjalan kedepan mendekati sang papa yang tengah duduk dengan angkuhnya di sofa.
“Kali ini, wanita mana lagi, Pah? Hutang dimana lagi Pah?” tanya Ayunda melemah menatap manik mata sang papa.
“Kau anak kecil, dan kau tak perlu tau. Yang aku mau kau harus segera berangkat menjadi TKW dan bantu aku untuk membayar hutang-hutang, Papa!” tegas Subagia.
“Aku ini anakmu bukan, Pah?” tanya Ayunda,
“Tentu saja kau anakku, karena kau anakku maka kau harus berbakti padaku. Aku membesarkanmu, memberimu kehidupan, makanan, menyekolahkanmu hingga saat ini. Maka dari itu kau harus tahu bagaimana caranya berbalas budi!” ucap Subagia dengan lantangnya.
Ayunda berdecih lalu menatap sang papa dengan tajam.
“Untuk apa aku dilahirkan jika aku harus menjadi sapi perasmu? Pah, Yunda, tak pernah meminta untuk dilahirkan, aku ada atas kemauan kalian.” ucap Ayunda sendu.“Yunda, kau terlalu banyak omong! Kau hanyalah anak kecil yang tidak mengerti apapun tentang dunia ini!” tegas papa Subagia.
“Jika menurutmu aku belum mengerti tentang dunia ini, harusnya kau mengajarkanku bagaimana dunia ini sesungguhnya. Hidupmu saja sudah gagal, bagaimana kau bisa mengatakan jika aku tak mengerti apapun tentang dunia ini!” ucap Ayunda sengit.
Menaklukan keras dan egoisnya hati papa Subagia memang selalu menyakitkan, sudah banyak luka yang harus Ayunda, dan mama Dewi, tanggung akibat ulah sang Papa.
Namun luka kali ini Ayunda tak bisa mentolerir lagi.
Tangan Subagia mengepal, mendengar ucapan Ayunda membuat emosinya kembali membuncah.
“Kau!” teriak papa Subagia lalu segera berdiri dan mendekati Ayunda.
“Apa lagi!” teriak Ayunda histeris membuat papa Subagia terkejut dan terdiam.
“Mana jalangmu? Kau berhutang untuk dia bukan? Subagia, Jalangmu itu bodoh. Mengapa dia bisa menyukai, Pria tua bangka dan miskin seperti dirimu” ucap Ayunda histeris.
PLAKKK
Tamparan keras dan menyayat itu kembali dilayangkan dipipi cantik Ayunda, bahkan bekas tangan sang papa terlihat jelas tercetak dipipi mulus Ayunda.
Ayunda meringis dan memegangi pipinya.
“Aku tak masalah jika kau menyakitiku berkali-kali, Pah. Tapi jika kau menyakiti, Mama lagi aku takkan tinggal diam. Tamparan ini dan semua tamparanmu sebelumnya akan aku ingat dan aku simpan dilubuk hatiku yang paling dalam.” ucap Ayunda dengan lantangnya, Ayunda segera pergi meninggalkan rumahnya tanpa pamit dengan sang mama.
BUGHH…
“Akhhh.” ringis wanita cantik yang baru saja terjatuh dari tempat tidurnya.
Ayunda mengelus pelan pantatnya yang terasa ngilu,
“Haiss mimpi itu lagi!” kesal Ayunda
Kejadian 7 tahun silam yang masih membekas dan menghantui dirinya disepanjang waktu, tak bisa dipungkiri ada banyak trauma dihati Ayunda.
Ayunda melirik jam dinding pada tembok kamarnya, ia membulatkan matanya.
“Hell! setengah 7 pagi." teriak Ayunda frustasi, Ayunda segera bangkit dan berlari menuju kamar mandi miliknya untuk bersiap berangkat bekerja.
Ayunda Gita Maheswari, gadis cantik, cerdas, dan penuh misteri. Saat ini ia bekerja disalah satu perusahaan terbesar di Negaranya.
Bekerja sebagai sekertaris seorang CEO selama 7 tahun lamanya bukanlah hal sulit, dibanding beban hidup yang ia hadapi selama ini.
Ayunda segera bergegas memoles wajahnya senatural mungkin, namun aura cantiknya masih terpancar dengan sangat indah.
“Mata pandakuu!!” seru Ayunda yang tengah bercermin didepan kaca riasnya.
Ayunda yang baru saja menyelesaikan deadline rutin akhir bulan harus begadang sepanjang malam, ia bahkan baru sempat tidur pukul 3 pagi tadi.
Ayunda adalah sekertaris yang profesional, maka dari itu ia tak masalah jika harus bergadang sampai pagi.
Workholic adalah sebutan yang pantas untuk Ayunda.
Ayunda segera menyelesaikan ritual berhiasnya, ia segera pergi meninggalkan Apartement mewah miliknya dan segera berjalan menuju Basemant untuk mengambil mobilnya dan bertolak ke Mansion keluarga Abraham.
Ayunda mengendarai mobil miliknya, ia berkendara dengan sangat baik dengan kecepatan yang sedang. Meski ia tengah berkendara dengan baik namun, pikirannya masih terpaku pada mimpinya pagi tadi. Mimpi yang selalu menghantui dirinya dan mengingatkan dirinya kembali pada kilas menyakitkan 7 tahun silam.20 Menit berlalu.Ayunda telah sampai disebuah Mansion besar. Keadaan pagi ini cukup baik jadi ia tidak memakan waktu yang lama untuk sampai dirumah atasannya.“Selamat pagi neng, Ayu!” sapa Satpam penjaga dengan senyum sumringah seperti biasanya.“Selamat pagi, Pak Jono, terimakasih sudah dibukakan gerbangnya. Jangan lupa sarapan pak!” seru Ayunda dengan ramah menyapa Satpam keluarga Abraham.Ya ABRAHAMSiapa yang tak kenal?Abraham adalah keluarga terpandang yang menduduki kerajaan Bisnis, apalagi semenjak dipimpin oleh sang pewaris.
Ayunda membantu pelayan untuk menyajikan sarapan di meja makan sebelum Nathan dan Alson turun, biasanya ada Tuan Besar Haris dan Nyonya Besar Sisilia yang bergabung untuk sarapan namun karena mereka tengah mengunjungi cucunya di Australia, (Anak-anak dari Gina putri pertamanya) hal membuat meja makan telihat sepi.“Good Morning, Mama Gita!“ sapa Alson berjalan menghampiri Ayunda yang tengah menyiapkan sarapan.Mama Gita, adalah panggilan khusus Alson pada Ayunda sedari dulu, Alson selalu menganggap dan berharap Ayunda bisa menjadi ibunya kelak.“Hay, good morning, Son!“ sapa Ayunda kepada Alson yang berjalan mendekati dirinya.Ayunda menghampiri Alson dan merapikan sedikit baju Alson yang terlihat sedikit belum rapi,“Sudahh,“ ucap Ayunda tersenyum lalu menarikkan satu kursi untuk Alson duduk.“Terimakasih, Mama.” ucap Alson yang masih sangat lugu.Ayunda menganggukkan kepalanya dan ters
Nathan telah masuk lebih dulu kedalam ruangannya, terlihat disana sudah ada Mr.Paul yang tengah menunggunya. Ayunda memilih pergi ke Pantry terlebih dahulu, untuk menyiapkan beberapa cemilan ringan dan kopi untuk Nathan dan Mr Paul.Tok tok tokAyunda mengetuk pintu rungan Nathan dan membukanya perlahan,“Excusme,“ sapa Ayunda dengan sopan, tangan kirinya memapah nampan yang berisikan Kopi dan Cemilan.Mr Paul dan Nathan menoleh dan mengangguk, mempersilahkan Ayunda untuk masuk.“Good morning, Mr Paul, Good morning, Mr Nathan.” sapa Ayunda kembali sembari berjalan mendekati Nathan dan Mr Paul yang tengah berbincang mengenai kerja sama bisnis mereka kedepannya.“Good morning, Ms Ayunda. How are you today?“ sapa Mr Paul dengan nada gembiranya.Ayunda meletakkan kopi dan cemilan di meja dekat sofa tempat Nathan dan Mr Paul duduk.“I’m exce
Jam menunjukan pukul 12.00 siang artinya, aktivitas kerja dipending sementara dan dipergunakan untuk mengisi perut ataupun beristirahat.Nathan membuka pintu ruangannya dan berjalan menuju meja kerja Ayunda,“Ayo makan Siang!“ ajak Nathan.Ayunda mengangguk lalu mengambil tasnya yang berisikan ponsel, dompet, dan semua alat-alat makeup wanita. Mereka berdua berjalan beriringan, karyawan yang berlalu lalang hendak ke kantin ataupun makan diluar kantin menyapa Nathan dan Ayunda. Memberi mereka berdua hormat dengan membungkukkan setengah badannya.Ayunda menganggukan kepalanya dan tersenyum kepada karyawan yang menyapanya, sedangkan Nathan memilih acuh dan berjalan mantap tanpa memperdulikan sekitarnya.Nathan dan Ayunda sudah berada di depan dilobby, mobil mereka masih terparkir dengan baik didepan lobby. Ayunda hendak masuk kedalam kursi kemudi tiba-tiba dicekat oleh Nathan .“Aku yang akan mengemudi, kamu duduklah dikursi p
Dentingan ponsel Ayunda berbunyi, membuat fokusnya didepan komputer teralihkan. Ayunda sudah melanjutkan pekerjaannya setelah makan siang bersama Nathan tadi. Saat karyawan lain sudah pulang dan beristirahat, Ayunda masih sibuk berkutat dengan komputer didepannya dan menunggu bosnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ayunda mengecek ponselnya, ternyata ia mendapat pesan dari Mama Dewi.Mama Dewi mengirim beberapa foto rumah yang telah rampung, rumah yang Ayunda bangun dari hasil jerih payahnya sendiri. Rumah besar dengan 3 lantai itu sangat indah, lengkap dengan garase dan terdapat 3 mobil didalamnya. Mobil-mobil itu juga merupakan jeri payah Ayunda selama merantau di Jakarta. 6 tahun bekerja sebagai Sekertaris di perusahaan besar dengan gajih yang cukup fantastic, bahkan bonus-bonus yang diberikan Nathan untuk Ayunda juga sangatlah besar. Tak heran jika gajih Ayunda perbulan bisa mencapai 8 digit.Ayunda menitihkan air matanya, perjuangannya membuahkan hasil.&l
06.00 PagiDering alarm pada ponsel Ayunda berbunyi dengan sangat nyaring membuat Ayunda seketika bangun dari tidurnya. Setelah kejadian malam kemarin, Ayunda langsung membersihkan dirinya dan tertidur. Tak ada acara makan malam yang di rencanakan Nathan sebelumnya, karena Nathan sendiri juga tak turun dari kamarnya.Ayunda mengerjapkan pandangannya, lalu berdalih mengambil ponselnya dan mematikan alarm pada ponselnya. Ayunda meregangkan badannya, dan seketika ia tersadar jika tengah berada di kamar tamu keluarga Abraham. Ayunda kembali mengingat kejadian kemarin malam, saat dirinya dan Nathan didalam mobil kejadian yang hampir saja membuat dirinya dan Nathan berdosa. Wajah Ayunda memerah , ia sangat malu dengan dirinya sendiri.Ayunda menggelengkan kepalanya seraya menepuk pipinya dengan sangat keras,“Ahh tidak-tidak. Bagaimana bisa aku memikirkan kejadian kemarin malam?” gumam Ayunda pada dirinya
"Selamat pagi, Nyonya dan Tuan Abraham.“ sapa Ayunda yang sudah berdiri di meja makan keluarga Abraham.Ayunda menarikkan satu kursi untuk Alson,“Terimakasih, Ma!“ ucap Alson tersenyum.Ayunda mengangguk tersenyum dan membelai lembut rambut putranya.“Selamat pagi, Ayunda, bergabunglah sarapan bersama kami.“ ajak ibu Sisilia.Ayunda terdiam.“Duduklah, Nak. Bergabunglah bersama kami untuk sarapan.“ sambung papa Haris.Ayunda tersenyum canggung, ia tak berani mengiyakan permintaan Tuan, dan Nyonya Abraham ini.“Duduklah, kita sarapan bersama.” suara bariton Nathan terdengar, ia baru saja turun dari lantai 2.Ayunda yang awalnya ragu untuk sarapan bersama keluarga Abraham pun setuju untuk sarapan bersama, ia memang tak berani mengiyakan sebelum Nathan memberi izin. Ayunda duduk disamping Sisilia, dan Alson. Alson sangat senang melihat Ayunda yang ikut bergabung untuk s
Jam sudah menunjukan pukul 1 siang, didalam ruangan Nathan masih fokus dengan beberapa dokumen yang harus ia kerjakan. Diluar ruangan pun sama Ayunda tengah sibuk dengan komputer didepannya. Ponsel Ayunda berdering nyaring, hingga mau tak mau Ayunda harus mengangkatnya. Ayunda langsung mengangkat begitu saja tanpa melihat siapa yang tengah menghubunginya.“Hallo, selamat siang. “ ucap Ayunda sopan, ponselnya ia loadspeaker agar ia bisa menelpon sembari bekerja.“Hallo, Yun, ini saya. Saya sudah dikantor, saya tunggu kamu dibasemant ya. Saya malas naik keatas.” ucap Sisilia.Ayunda membulatkan matanya, ia langsung melihat kontak nama panggilan yang tengah menelponnya.“Oh, Tuhan. Hampir saja lupa!” batin Ayunda terkejut.“Iya, Nyonya, saya akan segera turun kebawah. Maaf lama menunggu, Nyonya.“ ucap Ayunda sopan, ia merasa tak enak hati kepada Sisilia.“Tak apa,